Larangan Berbuat Kejahatan di Tanah Haram atau Melindungi Pelakunya

‘Ali bin ‘Abi Thalib r.a. berkata, “Tidak ada kitab khusus kami baca selain Kitabullah dan apa-apa yang tertera dalam lembaran ini.” Di dalamnya terdapat beberapa penjelasan tentang hukum pidana kejahatan dan umur unta yang bisa dijadikan diyat. Madinah adalah tanah haram antara ‘Air sampai ke sana. Barangsiapa berbuat kejahatan di dalamnya atau melindungi pelaku kejahatan, maka baginya laknat Allah, Malaikat dan seluruh manusia. Tidak diterima darinya tebusan apapun. Barangsiapa tunduk kepada selain tuannya, maka ia berhak mendapat laknat seperti itu. Status perlindungan dari setiap muslim adalah sama. Barangsiapa melanggar perlindungan seorang muslim, maka ia berkata mendapat laknat seperti itu, (HR Bukhari [1870 dan 3172] dan Muslim [1370]).

Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, “Madinah adalah tanah haram antara ‘Air sampai ke sana, barang siapa berbuat kejahatan di dalamnya atau melindungi pelaku kejahatan, maka atasnya laknat Allah, Malaikat dan seluruh manusia. Tidak diterima tebusan apapun darinya di hari Kiamat,” (HR Muslim [1371]).

Dari Anas bin Malik r.a. dari Rasulullah saw. beliau bersabda, “Madinah adalah tanah haram dari batas ini sampai ke sini. Tidak boleh memotong pohonnya dan tidak boleh dilakukan kejahatan di dalamnya. Barangsiapa berbuat kejahatan di dalamnya, maka atasnya laknat Allah, Malaikat dan seluruh manusia,” (HR Bukhari [1867] dan Muslim [1366]).

Kandungan Bab:

  1. Kejahatan di tanah haram termasuk dosa besar yang berhak ditimpakan laknat atas pelakunya. Dan pelakunya berhak mendapat adzab. 
  2. Pelaku kejahatan dan orang yang melindungi pelaku kejahatan dosanya sama.
  3. Status tanah haram Madinah sama seperti Makkah. Akan datang penjelasannya berikut, insya Allah.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.