Larangan Memakai Parfum bagi Seorang Muhrim

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “…Janganlah memakai busana yang telah dicelup dengan za’faran atau wars.”

Dari Ibnu ‘Abbas tentang kisah seorang muhrim yang diinjak oleh untanya, Rasulullah saw. berkata, “Jangan beri wewangian jenazahnya.” 

Kandungan Bab:

  1. Seorang muhrim tidak boleh memakai wangi-wangian atau memakai pakaian yang telah diberi minyak wangi. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fathul Baari (IV/52), “Hikmah dilarangnya seorang muhrim memakai parfum ialah karena sesungguhnya parfum itu dapat mengundang keinginan berhubungan intim yang mana hal itu dapat merusak ihramnya. Dan juga karena memakai parfum bertolak belakang dengan keadaan seorang muhrim yang seharusnya acak-acakan dan berdebu.” 
  2. Barangsiapa memakai wewangian saat berihram karena lupa atau tidak tahu kemudian ia tahu, maka hendaklah ia segera menghilangkannya. Berdasarkan hadits Ya’la bin Umayyah ra bahwa ia berkata kepada ‘Umar ra, “Beritahu kepadaku bagaimana keadaan Rasulullah saw. ketika menerima wahyu.” ‘Umar berkata, “Ketika Rasulullah saw. tiba di Ji’ranah dengan beberapa orang Sahabat beliau datanglah seorang laki-laki bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana jika seorang berihram untuk umrah sementara ia memakai wewangian?” Rasulullah saw. diam sejenak, lalu turunlah wahyu kepada beliau. ‘Umar memberi isyarat agar Ya’la mendekat, maka Ya’la pun mendekat. Pada saat itu Rasulullah saw. dinaungi dengan sehelai kain. Lalu Ya’la memasukkan kepalanya ke dalam naungan itu sehingga ia dapat melihat Rasulullah saw merah wajahnya bagaikan orang mendengkur karena sangat beratnya wahyu kemudian beliau pulih seperti sedia kala. Lalu beliau berkata, ‘Di mana orang yang bertanya tentang ihram tadi?’ Maka datanglah orang itu lalu Nabi bersabda, ‘Cucilah (bersihkanlah) bekas wewangian yang ada padamu dan bukalah jubah yang kamu pakai itu kemudian lakukanlah dalam umrahmu sebagaimana yang kamu lakukan dalam haji.”

    Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata dalam kitab Fathul Baari (III/395), “Hadits ini merupakan dalil bahwa siapa saja yang memakai minyak wangi dalam ihramnya karena lupa atau tidak tahu kemudian ia tahu maka ia harus segera menghilangkannya dan tidak ada kaffarat (dam) atasnya.’ 

  3. Dianjurkan bagi siapa saja yang ingin berihram agar memakai wewangian sebelum ia mengenakan ihramnya. Berdasarkan hadits ‘Aisyah r.a, ia berkata, “Aku memakaikan minyak wangi bagi Rasulullah saw. sebelum beliau mengenakan kain ihram dan setelah bertahallul sebelum beliau melakukan thawaf ifadhah,” (HR Bukhari [1539] dan Muslim [1189]).

    Jika aroma minyak wangi masih tersisa setelah memakai ihram, maka tidaklah mengapa, berdasarkan hadits ‘Aiysah r.a, “Seolah-olah aku masih dapat melihat kilauan minyak wangi di belahan rambut Rasulullah saw. sedang saat itu beliau sudah berihram,” (HR Bukhari [1358] dan Muslim [1189]).

    Oleh sebab itu, para ulama berpendapat bahwa yang dilarang atas seorang muhrim adalah memakai parfum setelah mengenakan ihram bukan sebelumnya. Jika ada yang mengatakan, Rasulullah saw. memerintahkan laki-laki yang mengenakan minyak wangi untuk mandi, maka jawabnya adalah ia memakainya tidak dalam keadaan yang dibolehkan (sebelum ihram) namun ia memakainya setelah ia berihram. Oleh karena itulah ia wajib menghilangkannya. Demikianlah perincian dalam masalah ini, wallaahu a’lam.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.