Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. berkhutbah pada hari Fathu Makkah, hari penaklukan kota Makkah, ‘Sesungguhnya kota ini telah dijadikan tanah haram oleh Allah sejak Dia menciptakan langit dan bumi. Dan akan tetap haram menurut ketetapan Allah hingga hari Kiamat. Tidak pernah dihalalkan berperang di dalamnya bagi siapapun sebelumku dan tidak juga dihalalkan bagiku kecuali hanya sesaat saja pada siang hari. Kemudian kembali haram menurut ketetapan Allah sampai hari Kiamat. Tidak boleh dicabut durinya, tidak boleh diburu binatang-binatangnya, tidak boleh diambil barang-barang yang tercecer di dalamnya kecuali bagi orang yang akan menanyakan pemiliknya dan juga tidak boleh dipotong tumbuh-tumbuhannya.’ Ketika itu al-‘Abbas berkata, ‘Ya Rasulullah, kecuali tumbuhan idzkhir (nama tumbuhan semacam rumput dari jenis tumbuhan najaliyah memiliki aroma lemon dan wangi. Bunganya dapat dijadikan semacam campuran the), sebab pohon itu digunakan untuk pandai besi dan untuk rumah-rumah penduduk.’ Maka Rasulullah berkata, ‘Kecuali tumbuhan idzkhir’,” (HR Bukhari [2434] dan Muslim [1353]).
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Ketika Allah membuka kota Makkah untuk Nabi-Nya saw, maka Rasulullah saw. berkhutbah di hadapan penduduknya setelah memanjatkan puja dan syukur kepada Allah, lalu beliau bersabda, ‘Sesungguhnya Allah telah menahan tentara gajah hingga tidak bisa masuk Makkah. Kemudian Allah menguasakan kota ini untuk Rasul-Nya dan kaum Mukminin. Sesungguhnya kota ini tidak pernah dihalalkan bagi siapapun sebelumku. Dan telah dihalalkan bagiku sesaat pada siang hari. Kemudian tidak dihalalkan lagi bagi siapapun setelahku. Maka tidak boleh diusir/dihalau binatang-binatangnya, tidak boleh dicabut durinya, tidak boleh diambil barang yang tercecer di dalamnnya kecuali bagi yang ingin mengumumkannya. Maka bagi yang telah terbunuh keluarganya hendaklah memilih di antara dua: menerima tebusan (diyat) atau membalas bunuh (qishash)’,” Al-‘Abbas berkata, “Kecuali tanaman idzkhir, karena kami menggunakannya untuk kuburan dan rumah-rumah kami.” Rasulullah berkata, “Kecuali idzkhir.” Lalu bangkitlah Abu Syah, seorang laki-laki dari negeri Yaman, dan berkata, “Tuliskanlah keterangan itu buatku wahai Rasulullah!” Rasul berkata, “Tuliskalah buat Abu Syah,” (HR Bukhari [2434] dan Muslim [1355]).
Kandungan Bab:
- Diharamkan memotong pohon, duri, rumput basah maupun yang kering di tahah haram keculi idzkhir. Tidak ada beda antara tanaman yang tumbuh sendirinya ataupun yang ditanam oleh manusia atau yang tumbuh dengan bantuan tangan manusia. Barangsiapa menyamakan bolehnya memotong duri dengan bolehnya membunuh binatang fawasiq, maka qiyasnya itu fasid (bathil) ditinjau dari dua sisi: Pertama: Qiyas tersebut bertabrakan dengan nash. Kedua: Binatang-binatang fawasiq yang boleh dibunuh itu bisa menyerang manusia, berbeda halnya dengan duri.
- Haram hukumnya mengusir binatang-binatang di tanah haram. Yaitu menghalau dari tempatnya. Para ulama berkata, “Dari larangan menghalau binatang-binatang tersebut dapat diambil hukum haramnya membunuhnya.”
- Tidak boleh mengambil barang yang tercecer di tanah haram kecuali bagi orang yang hendak mengumumkannya saja. Adapun bila ia ingin mengumumkannya kemudian setelah itu memilikinya, maka hal itu tidaklah dibolehkan. Sebagian ahli ilmu berdalil dengan hadits-hadits ini atas dibolehkannya mengumumkan barang yang hilang di Masjidil Haram. Berbeda hukumnya dengan masjid-masjid lainnya.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.