1. Memulai berihram dari miqat, yaitu menanggalkan pakainnya, lalu mengenakan busana ihram, kemudian ia niatkan mengucapkan, “Ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu untuk berumrah.”
Atau mengucapkan, “Ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu untuk berhaji dan berumrah“
2. Mabit di Mina pada malam-malam hari Tasyiq, karena ras melaksanakan mabit, menginap di sana. Dan beliau saw. pernah memberi rukhshah [keringanan untuk tidak menginap] kepada jama’ah haji yang kebetulan berprofesi sebagai penggembala kawanan unta:
”Rasulullah saw telah memberi rukhsah / keringanan kepada para penggembala unta dalam hal mabit (di Mina), agar mereka melontar jumrah pada hari Nafar, kemudian pada esok harinya dan pada dua hari sesudahnya dan supaya mereka melontar pada hari Nafar.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:2463, ’Aunul Ma’bud V:451 no:1959, Tirmidzi II:215 no:926. Ibnu Majah II:1010 no:3037 dan Nasa’I V:537).
Pemberian rukhshah dari Rasulullah saw. kepada mereka itu, menunjukkan bahwa wajibnya mabit di Mina atas orang-orang selain mereka.
3. Melontarkan jamrah-jamrah secara tertib, yaitu melontar jamrah ‘Aqabah dengan tujuh kerikil pada hari Nahar (tanggal 10 Dzulhijjah] dan melontar tiga jamrah pada hari-hari Tasyriq, setiap hari ba’da zaud (sesudah tergelincirnya matahari); setiap jamrah dilontari dengan tujuh kerikil; dimulai dari jamrah Ula, lalu Wustha, kemudian terakhir ‘Aqabah.
4. Melaksanakan Thawaf Wada’
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa para sahabat diperintah supaya masa terakhirnya (yaitu apabila hendak meninggalkan kota Mekkah setelah ibadah haji) melakukan thawaf wada’ di sekeliling Baitullah, kecuali diberi keringanan bagi perempuan yang sedang haidh.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari III:585 no: 1755, dan Muslim II:963 no:1328).
5. Mencukur atau Menggunting Rambut
Mencukur dan menggunting rambut sah berdasarkan ayat Al-Qur’an, sunnah Nabi saw dan ijma’ Ulama’.
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti dan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepalanya dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut." (Al-Fath:27).
Dari Abdullah bin Umar r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur (gundul) rambutnya.” Para sabahat berkata, “Dan juga mereka yang menggunting pendek rambutnya, ya Rasulullah?” Sabda Beliau, ”Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur (gundul) rambutnya." Para sahabat berkata (lagi), "Dan orang-orang yang menggunting pendek rambunya ya Rasulullah?” Jawab Beliau, ”Ya Allah rahmatilah orang-orang yang mencukur (gundul) rambutnya.” Mereka berkata (lagi), ”Dan orang-orang yang menggunting rambutnya, ya Rasulullah?” Maka jawab Beliau, ”Dan juga, mereka yang menggunting pendek rambutnya." (HR Imam Bukhari. Lihat bab Mencukur dan Memendekkan Rambut di Waktu Bertahallul (pent.).
Jumhur fuqaha’ berbeda pendapat tentang hukumnya. Mayoritas mereka berpendapat bahwa mencukur atau memendekkan rambut pada waktu bertahallul adalah wajib, sehingga apabila ditinggalkan wajib membayar dam. Sedangkan para ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa ini termasuk rukun haji, (sehingga apabila ditinggalkan hajinya tidak sah).
Sebab yang melatarbelakangi terjadi perbedaan pendapat mereka ini adalah belum ditemukannya dalil yang menunjukkan sebagai kewajiban atau sebagai salah satu rukun haji, sebagaimana yang Syaikh kami, Muhammad Nashiruddin al-Albani sampaikan kepada penulis sendiri.
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 491 — 494.