Jawaban:
Yang benar bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlak, kecuali jika keluar sesuatu (mani) karenanya; dalilnya adalah sebuah hadits shahih dari Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam bahwa beliau memeluk sebagian isterinya dan setelah itu keluar untuk shalat tanpa berwudhu, maka untuk membatalkannya diperlukan hadits shahih yang menunjukkan kebatalannya. Jika seseorang sempurna kesuciannya berdasarkan dalil syar’i, maka sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil syar’I tidak mungkin dibatalkan kecuali dengan dalil syar’i pula.
Jika ditanyakan: Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman di dalam kitab-Nya, “Au laamastum an-nisa’.”
Jawabnya bahwa yang dimaksud dengan “mulamasah” pada ayat tersebut adalah jima’, seperti yang dijelaskan dalam hadits shahih dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma. Ayat itu menjadi bukti bahwa bersuci dibagi menjadi dua: asli dan pengganti; besar dan kecil. Di samping itu, ayat tersebut juga menunjukkan tentang pembagian factor-faktor bersuci menjadi besar dan kecil. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.”(Al-Maidah : 6)
Ayat diatas menjelaskan bahwa pada dasarnya untuk menghilangkan hadats kecil adalah dengan air. Kemudian Allah berfirman, “Jika kamu junub maka mandilah.” Ayat ini menjelaskan bahwa pada dasarnya cara membersihkan hadats besar juga dengan air. Kemudian Allah berfirman, “Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah.”
Firman Allah “bertayamumlah” adalah pengganti dari bersuci dengan air.
Firman Allah “atau kembali dari tempat buang air” menjelaskan sebab hadats kecil, sedangkan firman Allah “atau menyentuh perempuan” menjelaskan sebab hadats besar.
Jika kita mengartikan kata “mulasamah” itu dengan bersentuhan tangan, berarti ayat di atas menjelaskan dua sebab untuk bersuci dari hadats kecil dan tidak menjelaskan sebab bersuci dari hadats besar, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Jika kamu junub maka mandilah”, maka ini bertentangan dengan balaghah al-qur’aniyah. Dengan demikian maka ayat yang berbunyi; “atau menyentuh perempuan” berarti “atau menyetubuhi perempuan”, supaya ayat tersebut mencakup dua factor yang mengharuskan bersuci; yaitu factor yang menyebabkan hadats besar dan factor yang menyebabkab hadats kecil. Cara membersihkan diri dari hadats kecil adalah dengan membasuh empat anggota wudhu dan cara membersihkan diri dari hadats besar adalah dengan membasuh seluruh anggota badan. Sedangkan pengganti wudhu dan mandi adalah tayamum yang dilakukan dengan cara mengusap dua anggota badan, baik untuk menghilangkan hadats kecil maupun besar sama saja.
Dengan demikian, pendapat yang kuat adalah menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlak, baik dengan syahwat ataupun tanpa syahwat kecuali jika keluar sesuatu karenanya, jika keluar sesuatu maka dia harus mandi. Jika yang keluar adalah mani, dia harus mencuci kemaluannya dan mandi, sedangkan jika yang keluar adalah madzi, dia harus mencuci kemaluannya dan berwudhu.
Sumber: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Fatawa arkaanil Islam atau Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji, terj. Munirul Abidin, M.Ag. (Darul Falah 1426 H.), hlm. 254