Faktor-Faktor Apa Saja yang Dapat Membatalkan Wudhu?

Shalat Khusyu

Jawaban:

Masalah factor-faktor yang dapat membatalkan wudhu ini juga diperselisihkan oleh para ulama’, tetapi di sini kami akan menyebutkannya berdasarkan dalil:

Pertama, segala sesuatu yang keluar dari dua jalan yaitu kubul dan dubur. Segala sesuatu yang keluar dari kubul atau dubur dapat membatalkan wudhu, baik yang berupa air kecil, air besar, madzi, mani, maupun kentut. Segala sesuatu yang keluar dari kubul atau dubur dapat membatalkan wudhu dan jangan dipertanyakan tentangnya. Tetapi jika yang keluar adalah mani dan keluar karena syahwat, maka harus disucikan dengan cara mandi dan jika yang keluar adalah madzi maka wajib mencuci dzakar dan keduanya juga diwajibkan berwudhu.

Kedua, tidur yang lama, sehingga orang yang tidur itu tidak merasakan jika terjadi apa-apa padanya. Tetapi jika tidurnya itu sebentar dan orang yang tidur itu masih sadar dengan dirinya kalau terjadi apa-apa, maka hal itu tidak membatalkan wudhunya. Tidak ada perbedaan dalam hal ini antara tidur dalam keadan berbaring, duduk, bersandar, berdiri dan sebagainya, yang penting adalah kesadaran hatinya. Jika terjadi apa-apa pada diri orang yang tidur itu dia masih bisa merasakan (sadar), maka wudhunya tidak batal, tetapi jika terjadi apa-apa pada dirinya dia tidak merasakan apa-apa maka dia harus berwudhu. Demikian itu karena tidur itu sendiri sebenarnya bukan sesuatu yang membatalkan tetapi hal itu dianggap telah terjadi hadats. Jika hadats itu tidak terjadi karena orang itu masih merasakan jika terjadi apa-apa padanya, maka wudhunya tidak batal. Dalil yang menunjukkan bahwa tidur itu sendiri tidak membatalkan wudhu adalah bahwa tidur yang sebentar tidak membatalkan wudhu, jika tidur itu sendiri membatalkan wudhu tentu baik sedikit ataupun banyak tetap membatalkan wudhu seperti kencing, baik sedikit atau banyak tetap membatalkan wudhu.

Ketiga, memakan daging jazirah, seperti onta, dapat membatalkan wudhu baik yang masih mentah maupun sudah dimasak. Karena dijelaskan oleh Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam dalam hadits Jabir bin Samrah bahwa Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam ditanya, “Apakah kita harus berwudhu setelah memakan daging kambing?” Beliau menjawab, “Terserah kamu.” Dia bertanya lagi, “Apakah kita harus berwudhu setelah makan daging onta?” Beliau menjawab, “Ya.”{Ditakhrij oleh Muslim dalam kitab Al-Haidh, bab “Al-Wudhu’ min Luhum Al-Ibil”}

Jika Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam memberikan kebebasan kepada manusia untuk berwudhu atau tidak berwudhu setelah memakan daging kambing, maka ini menjadi dalil bahwa berwudhu setelah makan daging onta bukanlah kebebasan yang diberikan kepada manusia untuk berwudhu atau tidak berwudhu setelah memakannya, tetapi dia harus berwudhu setelah makan daging onta baik dimakan dalam keadaan mentah atau dimasak. Tidak ada perbedaan antara daging yang berwarna merah atau yang berwarna lain. Begitu juga memakan babat, lambung, limpa, hati, dan usus serta bagian-bagian onta lainnya juga membatalkan wudhu, karena Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam tidak merincinya padahal beliau tahu bahwa manusia akan memakan ini dan itu. Jika hukumnya berbeda, tentu Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam menjelaskan kepada manusia sehingga mereka tahu masalah tersebut.

Disamping itu kami tidak menemukan dalam syariat Islam, hewan yang hukumnya berbeda-beda antara satu bagian dengan bagian lain. Hewan itu dibagi ada yang halal dan ada yang haram; ada yang mengharuskan wudhu dan ada yang tidak mengharuskan. Adapun tentang pembagian hukum hewan menjadi separoh bagian hukumnya begini dan separoh bagian lain hukumnya begitu, maka pembagian semacam ini tidak dikenal dalam syariat Islam walaupun dikenal dalam syariat orang-orang Yahudi, seperti yang difirmankan oleh Allah, “Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku dan dari sapi dan domba, Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya atau yang di perut besar dan usus atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami hukum mereka disebabkan kedurhakaan mereka; dan Sesungguhnya Kami adalah Maha benar.” (Al-An’am:146)

Maka dari itu para ulama sepakat bahwa lemak babi juga haram walaupun Allah tidak menyebutkan di dalam Al-Quran kecuali dagingnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.”(Al-Maidah: 3)

Saya tidak mengetahui adanya khilaf antara ahlul ilmi dalam hal keharaman lemak babi. Dengan demikian menurut kami, kata onta yang dimaksudkan pada hadits di atas masuk di dalamnya lemak, babat, limpa dan sebagainya.

Sumber: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Fatawa arkaanil Islam atau Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji, terj. Munirul Abidin, M.Ag. (Darul Falah 1426 H.), hlm. 252