Dari Jabir bin ‘Abdillah r.a, ia berkata, “Dalam sebuah perjalanan Rasulullah saw, melihat kerumunan orang-orang dan seorang laki-laki yang ditengah dipayungi. Rasul bertanya, ‘Ada apa ini?’ Mereka berkata, ‘Laki-laki ini sedang berpuasa.’ Rasulullah saw. bersabda, “Bukanlah termasuk ketaatan berpuasa ketika safar,” (HR Bukhari [1946] dan Muslim [1115]).
Kandungan Bab:
- Makruh hukumnya berpuasa ketika safar bagi yang lemah dan mendapatkan kesulitan berat karenanya.
- Para ulama berbeda pendapat tentang orang yang tetap berpuasa dan sanggup mengerjakannya, manakah yang lebih afdhal? Berpuasa ataukah berbuka demi mengambil keringanan?
Masalah ini sudah sangat jelas dan tidak ada kesamaran lagi di dalamnya berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri r.a, ia berkata, “Mereka memandang bahwa siapa saja yang mampu dan kuat lalu ia berpuasa, maka itu baik. Dan barangsiapa merasa tidak mampu lalu berbuka, maka itu juga baik,” (Shahih, HR at-Tirmidzi [713] dan al-Baghawi [1763]).
Oleh sebab itu, sebagian ahli ilmu berkata, “Pilihan yang paling baik adalah mana yang paling mudah baginya. Berdasarkan firman Allah SWT, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Al-Baqarah: 185)
Adapun bagi yang mengalami kesulitan berpuasa ketika safar dan ia tidak mampu mengerjakannya, maka yang lebih utama baginya adalah berbuka seperti yang dijelaskan dalam hadits bab sebelumnya.
- Tidak boleh meninggalkan dispensasi berbuka ketika safar ini dengan tujuan berlebih-lebihan dan memberat-beratkan diri. Barangsiapa melakukannya berarti ia jatuh dalam dosa dan maksiat. Dalilnya adalah hadits Jabir bin ‘Abdillah r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. keluar pada hari penaklukan kota Makkah pada bulan Ramadhan. Beliau berpuasa hingga sampai di Kura’ul Ghamim. Saat itu orang-orang berpuasa. Kemudian Rasulullah saw. meminta segelas air lalu mengangkatnya sehingga orang-orang dapat melihatnya kemudian beliau meminumnya. Setelah itu ada yang melaporkan kepada beliau, “Sesungguhnya sebagian orang tetap berpuasa.” Rasul berkata, “Mereka adalah orang-orang durhaka! Mereka adalah orang-orang durhaka,” (HR Muslim (1114).
Imam at-Tirmidzi menukil perkataan Imam asy-Syafi’i (III/90) sebagai berikut, “Makna sabda Nabi, ‘Bukan termasuk ketaatan berpuasa ketika safar’ dan sabda Nabi ketika sampai kepada beliau berita bahwa sebagian orang tetap berpuasa, ‘Mereka adalah orang-orang durhaka’ yaitu jika dalam hati mereka tidak menerima keringanan yang Allah berikan. Adapun bagi yang berkeyakinan boleh berbuka namun ia berpuasa dan mampu mengerjakannya, maka menurutku itu lebih menakjubkan lagi.”
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/172-177.