Macam dan Hukum Prasangka Buruk

Hukum suuzan mencakup dua hal, yaitu suuzan yang akan dipertanggungjawabkan oleh pelakunya dan suuzan yang tidak akan dipertanggungjawabkan. Suuzan yang akan dipertanggungjawabkan adalah segala bentuk prasangka yang tanpa didasari oleh dalil shahih yang diakui secara syar’i, kemudian prasangka itu ditetapkan, dibenarkan, diucapkan, dan ia mencari pembenaran terhadap prasangka tersebut. Suuzan semacam ini memiliki berbagai macam bentuk, dan setiap bentuk memiliki hukum tersendiri. Di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Suuzan yang haram, yaitu bersuuzan kepada Allah dan kepada kaum muslimin.

Suuzan kepada Allah merupakan salah satu dosa yang paling besar. Berkata Imam Ibnul Qayyim,

أعظم الذنوب عند الله إساءة الظن به

“Sebesar-besar dosa di sisi Allah adalah berburuk sangka kepada-Nya.” (Ad-Da’ Wa Ad-Dawa’, 1/138)

Berkata Imam Al-Mawardi,

سوء الظن هو عدم الثقة بمن هو لها أهل، فإن كان بالخالق كان شكًّا يؤول إلى ضلال

“Prasangka buruk adalah tidak percaya kepada ahlinya. Jika keraguan tersebut kepada sang Pencipta, maka hal tersebut akan mengantarkan kepada kesesatan.” (Adabud Dunya wad Din, 1/186)

Sedangkan suuzan kepada kaum muslimin meliputi suuzan kepada para nabi. Berprasangka buruk kepada para nabi hukumnya kufur. Berkata Imam An-Nawawy,

ظن السوء بالأنبياء كفر بالإجماع

“Prasangkan buruk kepada para nabi hukumnya kufur sesuai dengan ijma’ para ulama.” (Syarhu An-Nawawy Ala Muslim¸14/156)

Suuzan ini juga meliputi prasangka buruk kepada kaum muslimin yang nampak adil dan baik. Imam Al-Haitsami mengategorikan suuzan ini dalam dosa-dosa besar. (Az-Zawajir, 1/130)

  1. Suuzan yang diperbolehkan, yaitu meliputi suuzan kepada orang yang telah terkenal dan secara terang-terangan melakukan kemaksiatan. Ia juga meliputi suuzan kepada orang kafir. Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin,

يحرم سوء الظن بمسلم، أما الكافر فلا يحرم سوء الظن فيه؛ لأنه أهل لذلك، وأما من عرف بالفسوق والفجور، فلا حرج أن نسيء الظن به؛ لأنه أهل لذلك، ومع هذا لا ينبغي للإنسان أن يتتبع عورات الناس، ويبحث عنها؛ لأنَّه قد يكون متجسسًا بهذا العمل

Diharamkan berprasangka buruk terhadap seorang muslim. Sedangkan kepada orang kafir tidak diharamkan berprasangka buruk terhadapnya, karena dia memenuhi syarat untuk itu. Adapun orang yang dikenal suka bermaksiat dan melakukan dosa, tidak mengapa berprasangka buruk kepada mereka, karena mereka layak untuk diperlakukan seperti itu. Namun, seseroang tidak selayaknya mencari-cari kesalahan orang lain, karena ia akan menjadi mata-mata jika melakukannya.” (Asy-Syarhu Al-Mumti’, 5/300)

  1. Suuzan yang disunnahkan, yaitu prasangka buruk seseorang terhadap musuhnya. Berkata Abu Hatim,

كمن بينه وبينه عداوة أو شحناء في دين أو دنيا، يخاف على نفسه، مكره، فحينئذ يلزمه سوء الظن بمكائده ومكره؛ لئلا يصادفه على غرة بمكره فيهلكه

“Seolah-olah antara dirinya dan orang lain terdapat permusuhan baik dalam urusan agama maupun dunia. Ia takut (sesuatu) terjadi kepada dirinya, ia takut akan rencana buruk musuhnya, maka tatkala itu ia mengikuti prasangka buruknya terhadap rencana dan makar musuhnya, agar ia tidak bertemu dengannya secara mengejutkan sehingga terkena makarnya yang mengakibatkan kehancurannya.” (Raudhatul Aqala’, 1/127)

  1. Suuzan yang wajib, yaitu suuzan yang dengannya akan mengantarkan mashlahat syar’i seperti men-jarh perawi hadits dan para saksi dalam masalah had-had syar’i. (Al-Adzkar, 1341)

Jarh artinya disebutkannya (keadaan) seorang rawi dengan satu pernyataan yang mengharuskan untuk menolak riwayatnya. Sehingga dengan jarh, seseorang akan lebih selektif dalam menerima hadits nabi dan lebih selektif dalam menentukan shahih tidaknya suatu hadits.

Wallahu A’lam Bish Shawab