Apakah Kesenangan di Dunia Mengurangi Pahala Di Akhirat

Pertama, tidak mengapa bagi seorang muslim untuk bersenang-senang dengan sesuatu yang dibolehkan dan dengan sesuatu yang baik. Namun hal tersebut boleh dilakukan jika ia mendatangkan rasa syukur dan tidak berlebih-lebihan. Allah Ta’ala membolehkan hal-hal yang baik bagi kaum muslimin, dan di akhirat kelak mereka akan ditanya dengan hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحَرِّمُوْا طَيِّبٰتِ مَآ اَحَلَّ اللّٰهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًا وَّاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْٓ اَنْتُمْ بِه مُؤْمِنُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengharamkan apa yang baik yang telah dihalalkan Allah kepadamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (Surah Al-Maedah: 87-88)

Allah Ta’ala juga berfirman,

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِيْنَةَ اللّٰهِ الَّتِيْٓ اَخْرَجَ لِعِبَادِه وَالطَّيِّبٰتِ مِنَ الرِّزْقِۗ قُلْ هِيَ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَّوْمَ الْقِيٰمَةِۗ كَذٰلِكَ نُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ

“Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik? Katakanlah, “Semua itu untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada hari Kiamat.” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk orang-orang yang mengetahui.” (Surah Al-A’raf: 32)

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,

لاَ بَأْسَ باِلْغِنىَ لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى خَيْرَ مِنَ الْغِنَى وَطِيْبُ النَّفْسِ مِنَ النَّعِيْمِ

“Tidak mengapa dengan kekayaan bagi orang yang bertaqwa. Kesehatan bagi orang yang bertaqwa adalah lebih baik daripada kekayaan. Hati yang tentram adalah adalah termasuk dari kenikmatan.” (Hadits riwayat Ahmad, no. 17096. Dishahihkan oleh Al-Albany)

Juga diriwayatkan oleh Amru bin Ash, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengutus seseorang kepadaku agar mengatakan, “Bawalah pakaian dan senjatamu, kemudian temuilah aku.” Maka akupun datang menemui beliau, sementara beliau sedang berwudhu. Beliau kemudian mendatangiku dengan serius dan mengangguk-anggukkan (kepalanya), Beliau lalu bersabda,

إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَبْعَثَكَ عَلَى جَيْشٍ فَيُسَلِّمَكَ اللَّهُ وَيُغْنِمَكَ وَأَزْغَبُ

“Aku ingin mengutusmu berperang bersama sepasukan prajurit. Semoga Allah menyelamatkanmu, memberikan ghanimah dan aku berharap engkau mendapatkan harta yang baik.” Saya berkata, “Wahai Rasulullah, saya tidaklah memeluk Islam lantaran ingin mendapatkan harta, akan tetapi saya memeluk Islam karena kecintaanku terhadap Islam dan berharap bisa bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.” Maka beliau bersabda,

يَا عَمْرُو نِعِمَّ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ

“Wahai Amru, sebaik-baik harta untuk hamba yang baik (shalih).” (Hadits riwayat Ahmad, no. 23158)

Juga terdapat hadits dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,

لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

“Tidak boleh mendengki kecuali terhadap dua hal: (terhadap) seseorang yang Allah berikan harta lalu dia pergunakan harta tersebut di jalan kebenaran dan seseorang yang Allah berikan hikmah lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya (kepada orang lain).” (Hadits riwayat Bukhari, no. 73 dan Muslim, no. 826)

Kedua, terdapat riwayat dari Ibnu Abi Syubaih di dalam Mushannif, dari Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu anhu, ia berkata,

 لا يصيب أحد من الدنيا إلا نقص من درجاته عند الله تعالى، وإن كان عليه كريما

“Tidaklah seseorang mendapatkan bagian dari dunia kecuali akan berkurang derajatnya di sisi Allah. Walaupun dengan dunia tersebut ia menjadi mulia.” (Dihsahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib)

Maksud dari atsar di atas adalah orang-orang yang mendapatkan bagiannya dari dunia dengan cara yang batil atau dunia yang ia dapatkan tidak menjadikannya sebagai orang yang bersyukur. Adapun orang kaya yang bersyukur, maka tidak mengurangi sedikitpun pahalanya di sisi Allah.

Berkata Imam Ibnu Qayyim, “Manusia yang paling sempurna adalah mereka yang menggabungkan antara kenikmatan hati dan ruh dengan kenikmatan jasmani. Ia menikmati sesuatu yang memang dibolehkan tanpa mengurangi sedikitpun bagiannya di akhirat dan tanpa mengurangi keilmuannya terhadap Allah, kecintaan kepada-Nya, dan kedekatan kepada-Nya. Maka ini sesuai dengan firman Allah,

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِيْنَةَ اللّٰهِ الَّتِيْٓ اَخْرَجَ لِعِبَادِه وَالطَّيِّبٰتِ مِنَ الرِّزْقِۗ قُلْ هِيَ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَّوْمَ الْقِيٰمَةِۗ

“Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik? Katakanlah, “Semua itu untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada hari Kiamat.”

Dan seburuk-buruk orang adalah mereka yang menjadikan kenikmatan dunia sebagai penghalang untuk mendapatkan kenikmatan akhirat. Dua kelompok ini sama-sama menikmati dunia, akan tetapi mereka berbeda di hadapan kenikmatan. Yang pertama adalah mereka yang menikmati hal-hal yang diperbolehkan sehingga mereka berhasil menggabungkan kenikmatan dunia dan akhirat. Sedangkan yang kedua adalah mereka yang menikmati sesuatu atas dasar dorongan hawa nafsu, baik hal tersebut memang diperbolehkan ataukah tidak. Hal tersebut akan mengakibatkan kenikmatannya terputus di dunia sehingga mereka akan kehilangan kenikmatan di akhirat. Kenikmatan dunia tidak kekal bagi mereka, sedangkan kenikmatan akhirat tidak mampu mereka raih. Maka barangsiapa yang menginginkan kenikmatan yang abadi, maka jadikanlah kenikmatan dunia sebagai wasilah untuk mendapatkan kenikmatan akhirat.” (Al-fawaid, hal. 150)

Wallahu A’lam Bish Shawab

Diterjemahkan dan diringkas dari

https://islamqa.info/ar/answers/288326/هل-التنعم-في-الدنيا-ينقص-الاجر-في-الاخرة