Mungkinkah Orang Yang Kaya dan Miskin Memiliki Derajat Yang Sama di Surga Jika Mereka Memiliki Amal Yang Seimbang? Tidakkah Hal Tersebut Merupakan Kedzaliman?

Pertama, pokok keutamaan di akhirat adalah ketakwaan dan amal shalih. Apabila terdapat dua orang yang sama persis dalam masalah ini, maka mereka mendapatkan derajat yang sama, tanpa melihat kondisi ekonomi mereka di dunia. Akan tetapi, orang miskin akan terlebih dahulu masuk ke dalam surga daripada orang kaya karena ringanya hisab mereka. Allah Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (Surah Al-Hujarat: 13)

Sebagian ahlul ilmi lebih mengutamakan orang miskin yang bersabar daripada orang kaya yang bersyukur. Namun sebagian yang lain justru lebih mengutamakan orang kaya yang bersyukur.

Berkata Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, “Banyak kaum muslimin akhir-akhir ini mempertentangkan mana yang lebih mulia antara orang miskin yang bersabar dengan orang kaya yang bersyukur? Sebagian ulama berpendapat bahwa yang paling mulia adalah orang miskin. Sebagian yang lain berpendapat bahwa yang paling mulia adalah orang kaya. Bahkan diceritakan dari Imam Ahmad dengan dua riwayat yang berbeda.

“Sedangkan para shahabat dan tabi’in, tidak ada satu nukilan pun dari mereka yang mengutamakan salah satu dari dua kelompok ini.

“Sedangkan sebagian yang lain beranggapan bahwa mereka tidak saling memiliki keutamaan atas yang lain kecuali dengan ketakwaan. Siapapun di antara keduanya yang lebih beriman dan bertakwa, maka dia lah yang paling utama. Jika keduanya sama dalam masalah ketakwaan, maka keduanya memiliki keutamaan yang sama.

“Dan ini adalah pendapat yang paling shahih dikarenakan Al-Qur’an dan hadits menerangkan bahwa yang paling utama adalah iman dan takwa. Allah Ta’ala berfirman,

اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ

“Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya).” (Surah An-Nisa’: 135)

“Sungguh banyak para nabi dan orang-orang terdahulu dari kalangan orang kaya yang lebih utama dari kebanyakan orang miskin. Sebaliknya, terdapat juga dari kalangan orang miskin yang lebih utama dari orang kaya.” (Majmu’ fatawa lis Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, 11/119)

Kedua, Allah berkehendak untuk memilih dan mengutamakan seseorang dengan kenabian, kerasulan, kepemimpinan, dan kesehatan. Allah memilih siapa yang Dia kehendaki untuk menjalankan tugas kenabian dan kerasulan. Allah juga memuliakan sebagian orang dengan kerajaan, sedangkan sebagian yang lain Allah utamakan mereka dengan kesehatan, kekuatan fisik, dan dengan uang. Jika seseorang tidak mendapatkan keutamaan, bukan berarti ia didzalimi. Seseorang tidak boleh mengatakan, “Saya didzalimi!” hanya lantaran ia tidak menjadi seorang nabi dan rasul. Maka orang miskin juga tidak boleh mengatakan, “Saya didzalimi!” hanya lantaran ia tidak memiliki banyak harta.

Sungguh kaum musyrikin menentang Allah lantaran hal tersebut, Allah berfirman,

وَكَذٰلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لِّيَقُوْلُوْٓا اَهٰٓؤُلَاۤءِ مَنَّ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنْۢ بَيْنِنَاۗ اَلَيْسَ اللّٰهُ بِاَعْلَمَ بِالشّٰكِرِيْنَ

“Demikianlah Kami telah menguji sebagian mereka (orang yang kaya) dengan sebagian yang lain (orang yang miskin), agar mereka (orang yang kaya itu) berkata, “Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah oleh Allah?” (Allah berfirman), “Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang mereka yang bersyukur (kepada-Nya)?” (Surah Al-An’am: 53)

Maka dapat disimpulkan bahwa urusan rezeki ada di tangan Allah, tidak ada satu makhluk pun yang memiliki andil dalam pemabagian rezeki. Sedangkan dzalim adalah meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya seperti memberi hadiah kepada orang yang berlaku maksiat atau memberi hukuman kepada orang yang taat. Sedangkan memberikan keutamaan atau tidak memberikan keutamaan bukan merupakan kedzaliman.

Maka perhatikanlah hadits riwayat Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah ia berkata, “Orang-orang fakir Muhajirin menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata; “Orang-orang kaya telah memborong derajat-derajat ketinggian dan kenikmatan yang abadi.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “Maksud kalian?” Mereka menjawab: “Orang-orang kaya shalat sebagaimana kami shalat, dan mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka bersedekah dan kami tidak bisa melakukannya, mereka bisa membebaskan tawanan dan kami tidak bisa melakukannya.” Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,

أَفَلَا أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ، وَلَا يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلَّا مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ؟

“Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu yang karenanya kalian bisa menyusul orang-orang yang mendahului kebaikan kalian, dan kalian bisa mendahului kebaikan orang-orang sesudah kalian, dan tak seorang pun lebih utama daripada kalian selain yang berbuat seperti yang kalian lakukan?” Mereka menjawab; “Baiklah wahai Rasulullah?” Beliau bersabda,

تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ وَتَحْمَدُونَ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ مَرَّةً

“Kalian bertasbih, bertakbir, dan bertahmid setiap habis shalat sebanyak tiga puluh tiga kali.”

Abu shalih berkata; “Tidak lama kemudian para fuqara’ Muhajirin kembali ke Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan berkata; “Ternyata teman-teman kami yang banyak harta telah mendengar yang kami kerjakan, lalu mereka mengerjakan seperti itu!” Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Itu adalah keutamaan Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya!” (Hadits riwayat Bukhari, no. 843 dan Muslim, no. 595)

Maka dapat disimpulkan bahwa orang miskin dapat mendapatkan derajat yang lebih tingi dari orang kayak dengan banyak berdzikir. Namun jika orang kaya juga melakukan hal yang sama, maka hal tersebut adalah keutamaan yang Allah berikan kepadanya tanpa mendzalimi satu makhluk pun.

Wallahu A’lam bish Shawab

https://islamqa.info/ar/answers/329490/ هل-يكون-الفقير-والغني-في-درجة-واحدة-في-الجنة-اذا-استويا-في-العمل-وهل-في-هذا-ظلم-للفقير