Melarang dari Dosa namun Mengerjakannya, Apakah Termasuk Munafik?

Ketahuilah bahwa memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari keburukan adalah adalah salah satu sifat  orang-orang yang beriman. Allah Ta’ala berfirman,

وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَه اُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (Surah At-Taubah: 71)

Akan tetapi diharuskan bagi seseorang yang memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari keburukan untuk tidak menyelisihi apa yang ia katakan. Bahkan dia harus memerintahkan kepada yang baik dan melakukannya, dia juga harus melarang dari yang buruk dan menghindarinya. Allah berfirman,

وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ اُخَالِفَكُمْ اِلٰى مَآ اَنْهٰىكُمْ عَنْهُ

“(Syuaib berkata) Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya.” (Surah Hud: 88)

Berkata Syaikh bin Bazz, “Dan dari akhlak dan sifat yang wajib dimiliki oleh seorang da’i adalah harus mengerjakan apa yang ia dakwahkan, ia harus menjadi contoh dan panutan bagi orang-orang yang ia seru. Dia tidak boleh memerintahkan kepada sesuatu kemudian ia tidak mengerjakannya, dan tidak juga melarang dari sesuatu kemudian ia mengerjakannya.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Bazz, 1/346)

Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin, “Dari adab amar ma’ruf nahi munkar hendaknya orang yang memberikan perintah adalah orang pertama yang melaksankan perintah tersebut, ia juga menjadi orang pertama yang menjauhi larangan yang ia sampaikan.” (Syarh Riyadhus Salihin, hal. 202)

Barangsiapa yang menegur saudaranya tentang suatu dosa yang dirinya sendiri melakukannya, meskipun ini tidak pantas bagi seorang muslim, namun hal tersebut bukanlah termasuk kemunafikan. Dalam Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah 12/286, Tim Lajnah Daimah pernah ditanya, “Jika aku memberikan peringatan kepada saudaraku tentang sebagian maksiat, akan tetapi aku masih melakukan kemaksiatan tersebut, apakah aku termasuk bagian dari orang munafik?”

Maka Tim Lajnah Daimah menjawab, “Wajib bagimu untuk bertaubat kepada Allah dari dosa yang kamu kerjakan dan teruslah memberikan nasehat kepada saudaramu. Engkau tidak boleh mengerjakan kemaksiatan, engkau juga tidak boleh berhenti dari memberikan nasehat. Karena mengerjakan kemaksiatan dan berhenti memberikan nasehat adalah salah satu bentuk menggabungkan antara dua maksiat. Kamu harus bertaubat kepada Allah dari itu sambil tetap menasihati saudara-saudaramu. Itu bukan kemunafikan, tetapi kamu telah jatuh ke dalam sesuatu yang Allah hinakan dan rendahkan. Allah Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?” (Surah As-Saff: 2)

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?” (Surah Al-Baqarah: 44)

Maka selayaknya seseorang tetap mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar. Jangan sampai ia meninggalkannya lantaran dosa yang belum bisa ia tinggalkan. Dan wajib baginya untuk bersungguh-sungguh dalam meninggalkan dosa tersebut, bahkan seluruh dosa.

Wallahu A’lam bish-Shawab

Diringkas dan diterjemahkan dari

https://islamqa.info/ar/answers/175916/هل-يعد-من-يقع-في-الاثم-وينهى-الناس-عنه-منافقا