Bentuk Syukur Paling Utama Atas Nikmat Allah

Teenage girl with praying. Peace, hope, dreams concept.

Pertama, syukur adalah balasan atas kebaikan yang diterima dan sanjungan baik kepada orang yang telah berbuat baik. Dan yang paling berhak untuk mendapatkan rasa syukur dan sanjungan dari hamba adalah Allah ta’ala. Hal ini lantaran besarnya nikmat dan karunia yang telah Allah berikan kepada para hamba-Nya, baik nikmat dunia maupun agama. Dan Allah ta’ala telah memerintahkan kepada seluruh hamba-Nya untuk bersyukur kepada-Nya. Allah berfirman,

فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” (Al-Baqarah 152)

Kedua, orang yang paling bersyukur kepada Allah, sampai menyandang gelar Asy-Syakir dan Asy-Syakur adalah para nabi dan rasul. Allah berfirman,

اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ كَانَ اُمَّةً قَانِتًا لِّلّٰهِ حَنِيْفًاۗ وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَۙ شَاكِرًا لِّاَنْعُمِهِ ۖ اجْتَبٰىهُ وَهَدٰىهُ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ

“Sungguh, Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang mempersekutukan Allah). Dia mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Allah telah memilihnya dan menunjukinya ke jalan yang lurus.” (An-Nahl: 120-121)

Dan Allah juga berfirman,

ذُرِّيَّةَ مَنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوْحٍۗ اِنَّه كَانَ عَبْدًا شَكُوْرًا

“(Wahai) keturunan orang yang Kami bawa bersama Nuh. Sesungguhnya dia (Nuh) adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (Al-Isra’: 3)

Allah telah menyebutkan sebagian nikmat-nikmat-Nya kepada para hamba-Nya dan memerintahkan mereka untuk mensyukurinya. Dan Allah memberitahukan kepada kita bahwa sedikit sekali diantara hamba-hamba-Nya yang menunaikan syukur kepada-Nya. Allah berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 172)

وَلَقَدْ مَكَّنّٰكُمْ فِى الْاَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيْهَا مَعَايِشَۗ قَلِيْلًا مَّا تَشْكُرُوْنَ

“Dan sungguh, Kami telah menempatkan kamu di bumi dan di sana Kami sediakan (sumber) penghidupan untukmu. (Tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.” (Al-A’raf: 10)

Dan masih banyak lagi nikmat yang Allah berikan. Kalaulah disebutkan semuanya, tentu kita tidak akan mampu untuk menghitungnya. Allah berfirman,

وَاٰتٰىكُمْ مِّنْ كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْهُۗ وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ

“Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Ibrahim: 34)

Keempat, cara seorang hamba bersyukur kepada Tuhannya atas nikmat yang agung ini dapat dengan merealisasikan pilar-pilarnya, yaitu syukur hati, syukur lisan dan syukur anggota badan. Imam Ibnu Qayyim berkata,

الشكر يكون : بالقلب : خضوعاً واستكانةً ، وباللسان : ثناءً واعترافاً ، وبالجوارح : طاعةً وانقياداً

“Bersyukur bisa dengan hati dengan cara khudu’ (merendahkan diri) dan menyandarkan kepada-Nya. Secara lisan dengan menyanjung dan mengakuinya. Secara anggota tubuh dengan ketaatan dan pelaksanaan.” (Madarijus salikin 2/246)

  1. Syukur hati.

Yaitu hati merasa begitu berharganya kenikmatan yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Menguatkan dalam hatinya satu buuah pengakuan bahwa pemberi nikmat-nikmat nan agung ini adalah Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya. Allah berfirman,

وَمَا بِكُمْ مِّنْ نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ثُمَّ اِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَاِلَيْهِ تَجْـَٔرُوْنَ

“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah, kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” (An-Nahl: 53)

Pengakuan ini bukan sekedar anjuran akan tetapi merupakan suatu kewajiban. Siapa yang menyandarkan kenikmatan ini kepada selain Allah, maka dia telah kafir. Allah berfirman,

يَعْرِفُوْنَ نِعْمَتَ اللّٰهِ ثُمَّ يُنْكِرُوْنَهَا وَاَكْثَرُهُمُ الْكٰفِرُوْنَ

“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang yang ingkar kepada Allah.” (An-Nahl 83)

  1. Syukur lisan.

Yaitu mengakui dengan kata-kata setelah meyakini dalam hati bahwa Pemberi nikmat yang sebenarnya adalah Allah Ta’ala. Menyibukkan lisan dengan menyanjung kepada Allah Azza Wa jalla. Allah befirman ketika menjelasan kenikmatan yang diberikan kepada hamba-Nya Muhammad sallallahu alaihi wa sallam. Dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah sallallahu alahi wa sallam bersabda,

 إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنْ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا ، أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا

“Sesungguhnya Allah ridho kepada seorang hamba ketika mengkonsumsi suatu makanan, kemudian memuji kepada-Nya. Atau meminum suatu minuman kemudian memuji kepada-Nya.”  (Hadits riwayat Muslim no. 2734)

  1. Syukur anggota badan.

Yaitu mempergunakan anggota tubuhnya untuk ketaatan kepada Allah. dan menghindari agar tidak terjerumus kepada sesuatu yang dilarang oleh Allah dari bentuk kemaksiatan dan dosa. Allah berfirman,

اِعْمَلُوْٓا اٰلَ دَاودَ شُكْرًا ۗوَقَلِيْلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ

“Bekerjalah wahai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (As-saba’: 13)

Dari Siti Aisyah radhiyallahu anha bahawasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berdiri untuk beribadah dari sebahagian waktu malam sehingga pecah-pecahlah kedua tapak kakinya. Saya (Aisyah) lalu berkata padanya,

لمْ تصنعُ هذا يا رسولَ اللَّهِ، وقدْ غفَرَ اللَّه لَكَ مَا تقدَّمَ مِنْ ذَنبِكَ وما تأخَّرَ؟

“Wahai Rasulullah, mengapa engkau sampai demikian? Bukankan dosa-dosamu telah diampuni, baik yang telah lalu maupun yang akan datang?” Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

يا عائشةُ ! أفلا أكونُ عبدًا شكورًا

“Wahai Aisyah, bukankah semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur?” (Hadits riwayat Bukhari no. 1130 dan Muslim no. 2820)

Maka bentuk syukur yang paling utama, bahkan dikatakan sebagai wajib adalah menggunakan kenikmatan dalam rangka melaksankan ketaatan dan tidak mempergunakan kenikmatan tersebut dalam rangka melaksankan kemaksiatan. Berkata Imam Ibnu Rajab Al-Hambali,

الشكر على درجتين : إحداهما واجب ، وهو أن يأتي بالواجبات ، ويتجنب المحرمات ، فهذا لا بد منه ، ويكفي في شكر هذه النعم

“Syukur memiliki dua derajat. Salah satunya adalah wajibm yaitu dengan melaksanakan kewajiban dan menjauhi yang diharamkan. Dan ini hukumunya harus, maka tatkala seseorang sudah melaksankannya, maka dia sudah cukup dikatakan syukur nikmat.”

Wallahu A’lam bish Shawab