Dari Samurah bin Jundab r.a, “Bahwa Rasulullah saw. melarang menjual (membarter) kambing dengan daging,” (Hasan ligharihi, HR al-Hakim [II/35] dan dari jalur al-Baihaqi [V/296]).
Dari Sa’id bin al-Musayyab, bahwa Rasulullah saw. melarang menjual hewan dengan daging, (Hasan lighairihi, HR Malik [II/655], ad-Daraquthni [III/71], al-Hakim [II/35], al-Baihaqi [V/296], al-Baghawi [2066]).
Diriwayatkan pula hadits maushul yang semakna dari Ibnu ‘Umar r.a. namun sanadnya dha’if, dan dari al-Qasim bin Abi Bazzah dengan sanad mursal.
Kandungan Bab:
- Asy-Syaukani berkata dalam Nailul Authaar (V/314), “Jelas sudah hadits ini dapat diangkat sebagai hujjah dengan dukungan beberapa jalur riwayatnya dan menunjukkan tidak bolehnya menjual hewan dengan daging.”
- Al-Baghawi berkata dalam Syarhus Sunnah (VIII/77), “Sejumlah ulama membolehkan menjual daging dengan hewan. Al-Muzani memilih pendapat yang membolehkannya jika ternyata hadits larangan tidak shahih. Dalam masalah ini terdapat pendapat ulama terdahulu yang perkataannya dipertimbangkan dalam masalah khilafiyah. Karena hewan tidak termasuk jenis riba, dalilnya adalah boleh menjual seekor hewan dengan dua ekor hewan, tentunya menjual daging dengan hewan termasuk menjual jenis riba denga yang bukan jenis riba. Maka dibolehkan berdasarkan qiyas tersebut kecuali bila hadits larangan tersebut shahih, maka kita harus mengambil hadits dan meninggalkan qiyas.”
Saya katakan, “Perkataannya itu terbantah dengan beberapa alasan berikut ini:
- Perkataanyya, boleh menjual seekor hewan dengan dua ekor hewan harus dengan syarat tunai (kontan). Adapun dengan penangguhan pelunasan, maka masih diperselisihkan. Menurut pendapat yang terpilih tidak boleh seperti yang telah diterangkan dahulu.
- Hadits di atas shahih dengan berbagai jalur riwayat dan penguatnya, maka kita harus merujuk kepadanya dan mengamalkannya.”
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/282-283.