Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah saw. melarang jual beli mulamasah dan munabadzah,’ (HR Bukhari [2144] dan Muslim [1511]).
Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a, bahwa Rasulullah saw. melarang jual beli munabadzah, yaitu penjual menyerahkan pakaian yang dijualnya kepada pembeli tanpa diperiksa atau dilihat-lihat terlebih dulu oleh si pembeli.
Dan beliau melarang jual beli mulamasah, yaitu si pembeli hanya menyentuh pakaian yang dijual tanpa melihat-lihatnya (tanpa memeriksanya), (HR Bukhari [2144] dan Muslim [1512]).
Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. melarang muhaqalah, mukhadharah, mulamasah, munabadzah dan muzabanah,” (HR Bukhari [2207]).
Kandungan Bab:
- Para ulama berselisih pendapat tentang makna mulamasah, ada beberapa pendapat di antaranya:
- Penjual membawa pakaian yang hendak dijualnya dalam keadaan terlipat atau di tempat yang gelap lalu si penawar menyentuhnya lalu penjual berkata kepadanya, “Aku jual pakaian ini kepadamu dengan syarat engkau tidak perlu melihatnya cukup menyentuhnya saja (menyentuhnya sama dengan melihatnya).”
- Penjual mensyaratkan sentuhan tersebut sebagai batas berakhirnya hak khiyar (pilih) bagi si pembeli.
- Para ulama berselisih pendapat tentang makna munabadzah, ada beberapa pendapat di antaranya:
- Menjadikan lemparan sebagai transaksi jual beli. Misalnya si (A) melempar pakaiannya (barangnya) kepada si (B) dan si (B) juga melempar pakaiannya (barangnya) kepada si (A).
- Menjadikan lemparan sebagai transaksi jual beli tanpa ada kata-kata (tawar menawar harga).
- Menjadikan lemparan sebagai tanda berakhirnya batas waktu hak khiyar.
- Sebagian ahli ilmu mengatakan munabadzah adalah jual beli hashah. Mereka berkata: “Munabadzah mirip dengan jual beli hashah.” Namun, yang benar adalah keduanya berbeda, (Fathul Baari (IV/360).
- Semua bentuk jual beli munabadzah dan mulamasah yang telah dijelaskan di atas hukumnya haram, karena termasuk dalam bab perjudian (untung-untungan). Dan jual beli ini dianggap bathil.
Asy-Syaukani berkata dalam kitab Nailul Authaar (V/247), “‘Illat (alasan) dilarangnya jual beli mulamasah dan munabadzah adalah adanya unsur gharar (tipuan), ketidakjelasan dan batalnya hak khiyar bagi si pembeli.”
- Sebagian ahli ilmu berpendapat, “Jual beli mu’athaah (barter) sama seperti jual beli munabadzah. Lalu mereka mengharamkannya secara mutlak. Namun, yang benar adalah bentuk jual beli yang dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan barter adalah dibolehkan, karena tidak adanya ‘illat (alasan hukum) yang karenanya diharamkan jual beli munabadzah dan mulamasah.
Al-Baghawi berkata dalam Syarhus Sunnah (VIII/130), “Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang hukum barter. Sebagian ulama menggolongkannya sebagai bentuk jual beli menurut pengertian yang berlaku di antara manusia.
Al-Baghawi berkata dalam Syarhus Sunnah (VIII/130), “Larangan jual beli mulamasah merupakan dalil bahwa transaksi jual beli yang dilakukan oleh orang buta adalah bathil (tidak sah), karena ia tidak bisa melihat barang yang diperjual behkan.”
Saya katakan, “Mayoritas ahli ilmu berpendapat apabila orang buta itu dapat mengetahui barang yang dijual dengan merasakannya atau menciumnya atau orang lain menyebutkan karakter barang tersebut kepadanya sehingga dapat disamakan seperti melihatnya, maka transaksi jual belinya dianggap sah, wallaahu a’lam.”
- Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang jual beli barang yang ghaib (tidak hadir di tempat) yang belum dilihat oleh si pembeli. Menurut pendapat yang benar, jika barang itu sudah dimaklumi dan diketahui dengan jelas sifat dan karakternya, maka dibolehkan. Jika ternyata ketahuan ada cacatnya, maka si pembeli memiliki hak untuk menukar barang tersebut, wallaahu a’lam.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/245-247