Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah saw, bahwa beliau melarang dua harga dalam satu penjualan, (Hasan, HR at-Tirmidzi [1231], an-Nasa’i [VII/295-296], Ahmad [II/432, 475 dan 503], Ibnul Jarud [600], Ibnu Hibban [4973], al-Baihaqi [V/3430] dan al-Baghawi [2111]).
Dalam riwayat lain disebutkan, “Barangsiapa menetapkan dua harga dalam satu penjualan, maka hendaklah ia mengambil harga yang terendah atau ia mengambil riba!” (Hasan, HR Abu Dawud [3461], al-Hakim [II/45], Ibnu Hibban [4974], al-Baihaqi [V/343] dan Ibnu Abi Syaibah [VI/120]).
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash r.a, ia berkata, “Bahwasanya Rasulullah saw. melarang jual beli dengan salaf (pinjaman), melarang dua penjualan dalam satu transaksi dan melarang menjual sesuatu yang tidak ada padamu,” (Hasan, HR Ahmad [II/174 dan 205] dan al-Baihaqi [V/343]).
‘Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, “Dua harga penjualan dalam satu transaksi adalah riba,” (Shahih mauquf, HR ‘Abdurrazzaq [14636] dan Ibnu Abi Syaibah [VI/19]).
Kandungan Bab:
- Tafsiran dua harga dalam satu penjualan adalah penjual berkata kepada pembeli, “Kontan harganya sekian, kredit harganya sekian.” Tafsiran ini telah dinukil secara shahih dari:
- Simak bin Harb perawi hadits ini dari ‘Abdurrahman bin ‘Abdillah bin Mas’ud, disebutkan dalam riwayat Ahmad [I/198] dan Ibnu Abi Syaibah [VI/119]).
- Abdul Wahhab bin ‘Atha’, ia berkata, “Aku jual kepadamu kontan dengan harga sepuluh dinar atau kredit dengan harga dua puluh dinar.” Disebutkan dalam riwayat al-Baihaqi [V/343]).
- Ayyub meriwayatkan dari Ibnu Sirin bahwa ia membenci pedagang yang berkata, “Aku jual kepadamu sepuluh dinar kontan atau lima belas dinar kredit.” Disebutkan dalam riwayat ‘Abdurrazzaq dengan sanad yang shahih [14630]).
- Thawus berkata, “Jika penjual berkata barang ini harganya sekian dalam jangka waktu sekian atau harganya sekian dalam jangka waktu sekian. Lalu transaksi jual beli dilakukan, maka yang berlaku adalah harga yang paling rendah dengan jangka waktu yang paling panjang.” Disebutkan dalam riwayat ‘Abdurrazzaq dengan sanad yang shahih [14631]).
- Sufyan ats-Tsauri berkata, “Jika engkau katakan, ‘Aku jual barang ini kontan dengan harga sekian atau kredit dengan harga sekian. Lalu si pembeli jadi mengambil barang tersebut, maka ia bebas memilih salah satu dari harga di atas selama belum ditetapkan salah satu dari dua harga itu. Jika terjadi transaksi dalam bentuk seperti ini, maka hukumnya makruh. Itulah yang disebut dua harga dalam satu penjualan dan hukumnya tertolak. Dan inilah yang dilarang oleh syariat. Jika engkau masih mendapati barangmu itu, maka ambillah kembali. Jika ternyata sudah dipakai, maka hendaklah kamu mengambil harga yang paling rendah dengan jangka waktu yang paling lama.” Riwayat ini disebutkan dalam riwayat ‘Abdurrazzaq (14632).
- Tafsiran ini diikuti oleh sebagian besar ulama hadits dan pakar bahasa Arab:
- Ibnu Qutaibah berkata dalam kitab Ghariibul Hadiits (I/18), “Termasuk bentuk jual beli yang dilarang adalah dua syarat dalam satu transaksi. Bentuknya, Seorang menyicil barang secara kredit dalam jangka waktu dua bulan seharga dua dinar, kalau dalam jangka waktu tiga bulan harganya menjadi tiga dinar. Itulah yang dimaksud dengan dua harga dalam satu penjualan.”
- An-Nasa’i berkata (VII/295), “Dua harga dalam satu penjualan yaitu si penjual berkata, ‘Aku jual barang ini seharga seratus dirham tunai dan dua ratus dirham kredit’,”
Ia juga berkata, “Dua syarat dalam satu transaksi yaitu si penjual berkata, ‘Aku jual barang ini dalam jangka waktu sebulan dengan harga sekian atau dalam jangka waktu dua bulan dengan harga sekian (berbeda dengan harga satu bulan)’.”
Ibnu Hibban menulis bab dalam Shahiihnya (XI/347) untuk hadits Abu Hurairah di atas, Bab: Perihal Larangan Menjual Sesuatu Seharga Seratus Dinar Kredit dan Sembilan Puluh Dinar Tunai.”
- Tafsir inilah yang paling shahih dan paling tepat bagi makna hadits-hadits bab di atas berdasarkan keterangan berikut ini:
- Penafsiran perawi terhadap hadits yang diriwayatkannya lebih didahulukan daripada penafsiran orang lain.
- Itulah penafsiran Jumhur ahli ilmu dari kalangan fuqaha’ muhadditsin.
Al-Baghawi berkata dalam Syarhus Sunnah (VIII/143), “Para ulama menafsirkan dua harga dalam suatu penjualan kepada dua bentuk penafsiran:
Pertama: Penjual berkata, ‘Aku jual baju ini seharga sepuluh dinar tunai atau dua puluh dinar kredit selama sebulan.’ Bentuk jual beli seperti ini dilarang menurut pendapat mayoritas ahli ilmu, karena ia tidak tahu manakah harga yang sebenarnya. Ketidakjelasan harga menyebabkan tidak sahnya akad.”
Kedua: Tafsiran tersebut sesuai dengan pemahaman pakar bahasa Arab dan tokoh Tabi’in. Tafsiran yang lain (selain dari yang disebutkan di atas) tidaklah benar, di antaranya: Pertama: Si penjual berkata, “Aku jual budak laki-lakiku ini seharga dua puluh dinar dengan syarat engkau jual budak wanitamu itu kepadaku.” Ini adalah jual beli dengan syarat, bukan dua harga dalam satu penjualan. Kedua: Si penjual berkata, “Aku jual barang ini kepadamu dengan harga seratus dinar dalam jangka waktu setahun dengan syarat aku membelinya darimu dengan harga delapan puluh dinar kontan.” Ini adalah jual beli ‘inah.
- Inilah yang sekarang ini disebut jual beli kredit. Dalam masalah ini ada beberapa pendapat ulama:
- Bathil secara mutlak.
- Boleh apabila kedua belah pihak (penjual dan pembeli) menyepakati salah satu harganya (yakni harga kredit atau kontan).
- Boleh bila si penjual mengambil harga yang paling rendah.
Adapun pendapat pertama tertolak disebabkan sabda Nabi saw, “Maka hendaklah ia (penjual) memilih harga yang paling rendah atau ia mengambil riba.” Rasulullah saw. membolehkannya mengambil harga yang paling rendah.
Adapun pendapat kedua, alasan bahwa harganya tidak jelas adalah tertolak karena Rasulullah saw. menetapkan harga yang tertinggi sebagai riba.
Adapun pendapat ketiga itulah pendapat yang benar, karena hadits-hadits dalam bab di atas menunjukkan bahwa kenaikan harga (secara kredit) termasuk riba. Jika tidak ada kenaikan harga (yaitu kontan dan kredit harganya sama), maka ‘illat hukumnya pun tiada. Maka si penjual boleh mengambil harga yang paling rendah, wallaahu a’lam.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/241-244