Larangan Jual Beli Gharar

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah saw. melarang jual beli hashah[1] dan jual beli gharar,” (Muslim [1513]).

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. melarang jual beli gharar,” (Shahih, Ahmad [II/144], Ibnu Hibban [4972], al-Baihaqi [V/338]).

Kandungan Bab:

  1. Jual beli gharar yaitu jual beli yang belum jelas barangnya, jual beli mengandung resiko dan membawa mudharat karena mendorong seseorang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya sementara dibalik itu justru membahayakannya. Setiap jual beli yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di luar jangkauan termasuk jual beli gharar. Misalnya membeli burung di udara atau ikan dalam air atau budak yang sedang melarikan diri atau unta yang hilang atau janin yang masih dalam kandungan atau sejenisnya. Semua itu fasid (tidak sah) karena barang yang dibeli belum jelas dan tidak bisa diserahkan kepada si pembeli.

    Termasuk jual beli gharar adalah menjual tanah tambang atau tanah yang mengandung logam mulia. Jual beli seperti ini tidak boleh, karena maksudnya adalah menjual emas atau logam mulia yang terkandung dalam tanah itu, dan itu masih belum jelas, (Syarhus Sunnah [VIII/132]). 

  2. An-Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim (X/156-157), “Mengenai larangan jual beli gharar, maka hal itu merupakan salah satu kaidah yang sangat agung dalam kitab jual beli. Oleh sebab itu Imam Mulsim mendahulukannya dan masuk ke dalamnya banyak permasalahan yang tiada terhingga seperti jual beli budak yang melarikan diri, menjual barang yang tidak ada, menjual barang yang tidak diketahui jenisnya, menjual barang yang tidak dapat diserahkan, menjual barang yang belum secara utuh dimiliki oleh si penjual, menjual ikan dalam air yang luas, menjual susu yang masih belum diperah dari putingnya, menjual janin yang masih berada dalam kandungan, menjual beberapa jenis makanan yang masih belum jelas, menjual seekor kambing yang belum ditentukan dari sekumpulan kambing dan masih banyak lagi yang semisal dengannya. Semua itu termasuk jual beli bathil, karena termasuk gharar tanpa keperluan. Kemudian perlu diketahui bahwa jual beli mulamasah, munabadzah, hablul habalah, hashah, kasbuh fahl dan sejenisnya yang masuk dalam jual beli yang telah disebutkan larangannya dalam nash-nash khusus juga termasuk dalam larangan jual beli gharar. Akan tetapi jenis-jenis jual beli itu disebutkan larangannya secara terpisah karena termasuk jual beli Jahiliyyah yang sudah dikenal luas. Wallaahu a’lam.” 
  3. Termasuk jual beli gharar dan akad yang majhul (tidak diketahui) dan merugikan (tidak jelas) adalah bentuk jual beli yang dikenal dengan sebutan asuransi dengan berbagai bentuk, jenis dan namanya. Para ulama masa kini telah sepakat mengharamkannya dan tidak saya ketahui seorang pun yang menyelisihinya kecuali apa yang ditulis oleh Dr. Mushtafa az-Zarqa yang mana tulisannya tersebut membuat gembir badan-badan asuransi, sehingga mereka mencetaknya, membagi-bagikannya dan mengajak masyarakat kepadanya. Namun, kebenaran berlepas diri dari mereka.

———————————–

[1] Jual beli hashah adalah jual beli dengan lemparan batu. Bentuknya ada tiga macam, yaitu: Pertama: Pembeli berkata kepada si penjual: Jika aku lempar batu ini berarti jual beli jadi. Kedua: Penjual berkata kepada si pembeli: Jual beli berlaku atas barang yang jatuh padanya lemparan batumu. Ketiga: Pembeli atau penjual berkata: Ukuran tanah yang berlaku dalam jual beli ini berlaku sejauh lemparan batumu. Penjelasan lebih lanjut akan disebutkan dalam bab khusus di buku ini insya Allah.-Pent.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/226-228.