Dari ‘Aisyah r.a, ia berkata, “Kami keluar (dari Madinah) dan tidak berniat kecuali untuk mengerjakan ibadah haji. Ketika kami tiba di Sarif, aku mendapati haidh. Rasulullah saw. datang menemuiku sementara aku menangis. Beliau berkata, “Ada apa dengan dirimu? Apakah engkau haidh?” Aku menjawab, “Benar!” Beliau berkata, “Sesungguhnya itu adalah ketetapan yang telah Allah tuliskan atas anak perempuan bani Adam. Lakukanlah apa yang dilakukan oleh jama’ah haji hanya saja janganlah mengerjakan thawaf di Baitullah,” (HR Bukhari [294] dan Muslim [1211]).
Kandungan Bab:
- Hadits ini secara tegas dan jelas melarang wanita haidh mengerjakan thawaf di Baitullah hingga berhenti darah haidhnya dan telah bersuci.
- Thawaf wanita yang sedang haidh bathil (tidak sah) karena sebuah larangan berkonsekuensi tidak sahnya perkara yang dilarang bila dilakukan.
- Hadits ini merupakan dalil bagi orang-orang yang mensyaratkan thaharah dalam thawaf.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.