Larangan Thawaf Tanpa Busana dan Larangan Haji Bagi Kaum Musyrikin

Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrtik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini, maka nanti akan memberi kekayaan kepadamu karunia-Nya, jikaDia menghendaki. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.” (At-Taubah: 28)

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. mengutusnya bersama beberapa orang lainnya pada musim haji yang beliau diangkat sebagai amir haji oleh Rasulullah saw. sebelum haji Wada’ untuk mengumumkan kepada manusia agar jangan ada seorang pun dari kaum musyrikin yang mengerjakan haji setelah tahun ini dan agar jangan ada seorang pun yang mengerjakan thawaf tanpa busana,” (HR Bukhari [1622] dan Muslim [1347]).

Kandungan Bab:

  1. Wajib menutup aurat dalam mengerjakan thawaf. Hal itu merupakan syarat sahnya thawaf. Barangsiapa mengerjakan thawaf tanpa busana (tidak menutup aurat), maka thawafnya tidak sah. Ini merupakan pendapat Jumhur ulama, wallaahu a’lam. 
  2. Bathilnya ada istiadat Jahiliyyah, kaum Jahiliyyah mengerjakan thawaf di Baitullah al-Haram tanpa busana, baik laki-laki maupun para wanitanya. Mereka menganggap tidak layak thawaf mengelilingi Baitullah dengan mengenakan pakaian yang mereka kenakan saat berbuat maksiat. Ini merupakan tipu daya dan penyesata setan atas mereka. 
  3. Imam an-Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim (IX/116), “Kaum musyrikin tidak boleh diberi kesempatan masuk ke tanah haram walau bagaimanapun kondisinya. Hingga meskipun ia datang dengan membawa surat atau untuk suatu urusan penting. Ia tidak boleh diizinkan masuk. Namun, hendaklah orang yang berkepentingan dengan orang musyrik itu keluar menemuinya. Sekiranya seorang musyrik masuk diam-diam ke tanah haram kemudian sakit lalu mati dan dikuburkan, maka harus dibongkar kuburannya dan dipindahkan ke luar tanah haram.”

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.