Dari Jubair bin Muth’im r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Wahai Bani ‘Abdi Manaf, siapa saja di antara kalian yang mengatur urusan manusia, maka janganlah ia melarang orang-orang untuk mengerjakan thawaf atau shalat di Baitullah ini kapanpun mereka ingin mengerjakannya, baik siang maupun malam hari,” (Shahih, HR Abu Dawud [1893], at-Tirmidzi [868), an-Nasa’i [I/284], Ibnu Majah [1254], Ahmad [IV/80, 81 dan 84], ad-Daraquthni [I/423], ad-Darimi [II/70], al-Hakim [I/448], al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah [780]).
Kandungan Bab:
- Tidak boleh melarang orang masuk ke Masjidil Haram untuk mengerjakan thawaf dan shalat di dalamnya kapanpun ia mau, baik siang maupun malam.
- Para ulama berselisih pendapat tentang shalat sunnah di Makkah pada tiga waktu yang dilarang seperti yang dinukil oleh at-Tirmidzi (III/220-221) dan al-Baghawi (III/331-332). Sebagian ulama membolehkannya setelah mengerjakan thawaf pada waktu kapanpun ia mengerjakan thawaf tersebut. Ini merupakan pendapat Imam asy-Syari’i, Ahmad dan Ishaq. Mereka berdalil dengan hadits ini dan hadits Abu Dzar yang di dalamnya disebutkan, “Kecuali di Makkah”. Sebagian ulama lainnya tidak membolehkannya. Mereka berdalil dengan kisah ‘Umar yang mengerjakan thawaf setelah shalat Subuh dan beliau tidak shalat dua rakaat setelahnya. Ini merupakan pendapat Imam Malik dan Sufyan ats-Tsauri.
Saya katakan, “Pendapat yang benar adalah yang kedua (yaitu pendapat yang melarang). Karena hadits Abu Dzarr tersebut dha’if yang diriwayatkan oleh Ahmad (V/165) dan ad-Daraquthni (I/425) dan hadits dalam bab di atas adalah hadits umum yang telah dikhususkan oleh hadits-hadits larangan sebagaimana yang telah kita jelaskan dalam kitab shalat, wallaahu a’lam.”
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.