Larangan Membawa Senjata di Tanah Haram

Dari Jabir bin ‘Abdillah r.a, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidak halal bagi siapapun membawa senjata di Makkah’,” (HR Muslim [1356]).

Kandungan Bab: 

  1. Tidak boleh membawa senjata di dalam tanah haram atau di kota Makkah tanpa ada kepentingan. Dalam kitab al-‘Iidain telah kami sebutkan riwayat yang menyebutkan hal itu dari hadits ‘Abdullah bin ‘Umar ra. 
  2. Jika dikhawatirkan mendapat serangan musuh, maka dibolehkan membawa senjata. Dengan catatan pedang-pedang harus dimasukkah dalam sarungnya seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw. ketika masuk kota Makkah saat melaksanakan umrah qadha’. Imam Bukhari telah menulis sebuah bab: “Bab Hukum Membawa Senjata Bagi Seorang Muhrim.” Kemudian beliau membawakan sebuah mu’allaq dari ‘Ikrimah, “Jika dikhawatirkan mendapat serangan musuh ia boleh membawa senjata dan membayar fidyah (denda).” Kemudian Bukhari mengatakan, “Namun pendapatnya yang mewajibkan membayar fidyah ini tidak dapat diikuti.”

    Asy-Syaukani berkata dalam kitab Nailul Authaar (V/76), “Kedua hadits tersebut merupakan dalil bolehnya membawa senjata di Makkah bila ada kepentingan dan dalam keadaan darurat. Akan tetapi dengan syarat senjata tersimpan dalam sarungnya seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Kedua hadits ini mengkhususkan kandungan umum dari hadits Jabir yang diriwayatkan oleh Muslim. Intinya, larangan tersebut berlaku atas orang-orang yang membawa senjata tanpa kepentingan atau darurat. Itulah pendapat yang dipegang oleh Jumhur ulama, yaitu larangan membawa senjata (dalam tanah haram) tanpa darurat dan kepentingan. Dan dibolehkan apabila ada kepentingan.”

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.