Larangan Meminta-minta dan Haram Hukumnya Bagi yang Berkecukupan

Allah SWT berfirman, “(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di bumi. Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Mahamengatahui,” (Al-Baqarah: 273).

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a, ia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya seseorang terus meminta-minta hingga ia akan datang nanti pada hari Kiamat tanpa ada sepotong daging pun di wajahnya’,” (HR Bukhari [1474] dan Muslim [1040]).

Dari Mu’awiyah r.a, ia berkata, Rasululullah saw. bersabda, “Janganlah banyak meminta-minta, demi Allah tidaklah seseorang meminta sesuatu kepadaku lalu permintaannya itu aku penuhi sementara aku tidak rela memberikannya melainkan apa yang aku berikan itu tidak akan ada berkah baginya,” (HR Muslim [1038]).

Dari ‘Auf bin Malik al-Asyja’i r.a, ia berkata, “Suatu ketika kami berada di dekat Rasulullah saw, kira-kira sembilan, delapan atau tujuh orang. Beliau berkata, ‘Tidakkah kalian membai’at Rasulullah?’ Saat itu kami baru saja berbai’at. Kami menjawab, ‘Kami sudah membai’atmu wahai Rasulullah!’ Kemudian beliau berkata lagi, ‘Tidakkah kalian membai’at Rasulullah?’ Kami menjawab, ‘Kami sudah membai’atmu wahai Rasulullah!’ Belaiu berkata lagi, ‘Tidakkah kalian membai’at Rasulullah?’ Maka kami pun mengulurkan tangan dan berkata, ‘Kami akan membai’atmu wahai Rasulullah, atas apakah kami membai’atmu?’ Rasulullah berkata, ‘Untuk menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain, menegakkan shalat lima waktu, tetap taat dan -beliau melirihkan suara sambil berkata- janganlah kalian meminta-minta kepada manusia.’ Sungguh aku lihat sebagian dari mereka yang jatuh cambuknya namun ia tidak meminta tolong kepada seorang pun untuk mengambilkannya,” (HR Muslim [1043]).

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya ia telah meminta bara api, silahkan ia mau menyedikitkannya atau memperbanyaknya’!” (HR Muslim [1041])

Dari Samurah bin Jundud r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya meminta-minta itu adalah bekas cakaran, seseorang mencakar wajahnya sendiri dengan meminta-minta. Kecuali seseorang meminta kepada sultan sesuatu yang harus ia minta’,” (Shahih, HR Abu Dawud [1639], at-Tirmidzi [681], an-Nasa’i [V/100], Ahmad [V/10], al-Baghawi [1624], Ibnu Abi Syaibah [III/208] dan Ibnu Hibban [3386 dan 3397]).

Dari ‘Imran bin Hushain r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang kaya (berkecukupan) yang meminta-minta akan menjadi cacat di wajahnya pada hari Kiamat nanti,” (Shahih, HR Ahmad [IV/426 dan 436], ath-Thabrani [18/356, 362 dan 400] dan al-Bazzar [922])

Dari Jabir bin ‘Abdillah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang laki-laki datang kepadaku untuk meminta sesuatu lalu aku memberinya kemudian ia pergi. Tidaklah ia memikul di pundaknya kecuali api Neraka,” (Shahih, HR Ibnu Hibban [3392]).

Kandungan Bab:

  1. Haram hukumnya meminta-minta tanpa ada kebutuhan atau hanya untuk memperbanyak harta. 
  2. Meminta-minta kepada orang tanpa ada kebutuhan akan mendatangkan kehinaan di dunia dan adzab di akhirat. 
  3. Para ulama berbeda pendapat tentang batasan kaya yang tidak boleh meminta-minta:
    1. Barangsiapa memiliki lima puluh dirham atau emas seharga itu, maka ia tidak boleh meminta-minta. Para ulama berpendapat seperti ini berdalil dengan hadits ‘Abdullah bin Mas’ud r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa meminta-minta kepada manusia sementara ia memiliki kecukupan, maka ia akan datang pada hari Kiamat dengan bekas cakaran atau bekas garukan di wajahnya.” Ada yang bertanya, “Apakah batasan kecukupan itu wahai Rasulullah?” beliau berkata, “Lima puluh dirham atau emas yang seharga dengan itu,” (Shahih, HR Abu Dawud [1626], at-Tirmidzi [650], an-Nasa’i [V/97], Ibnu Majah [1840], Ahmad [I/388 dan 441], ad-Darimi [I/386], al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah [1600]).

      At-Tirmidzi (III/41), “Inilah pendapat yang dipilih oleh sebagian rekan kami. Dan juga pendapat yang dipilih oleh ats-Tsauri, ‘Abdullah bin al-Mubarak, Ahmad dan Ishaq. Mereka berkata, ‘Jika seseorang memiliki lima puluh dirham, maka tidak halal baginya shadaqah’.” 

    2. Sebagian ulama berpendapat, barangsiapa memiliki uqiyyah seharga empat puluh dirham, maka ia tidak boleh meminta-minta. Mereka berdalil dengan riwayat seorang laki-laki dari Bani Asad, ia bercerita, “Aku dan keluargaku singgah di Baqi’ Gharqad. Keluargaku berkata kepadaku, ‘Pergilah kepada Rasulullah dan mintalah sesuatu kepada beliau untuk dapat kita makan.’ Maka mereka pun menyebutkan beberapa kebutuhan mereka. Aku pun pergi menemui Rasulullah saw. dan aku dapati seorang laki-laki sedang meminta kepada beliau. Rasulullah berkata, ‘Aku tidak punya sesuatu untuk kuberikan padamu!’ Laki-laki itu pun pergi sambil menggerutu dan berkata, ‘Demi Allah, engkau hanya memberi orang yang engkau kehendaki.’ Rasulullah berkata, ‘Dia marah kepadaku karena aku tidak memiliki sesuatu untuk kuberikan padanya. Barangsiapa dari kalian meminta-minta sementara ia memiliki uqiyyah atau yang seharga dengannya berarti ia telah melakukan ilhaf (adalah terus menerus meminta hingga diberi)’.”

      Al-Asadi (yakni laki-laki dari Bani Asad) berkata, ‘Sungguh, seekor unta milik kami lebih baik daripada satu uqiyyah -Imam Malik berkata, ‘Satu uqiyyah sama dengan empat puluh dirham’- Lalu ia berkata, ‘Aku pun kembali dan tidak jadi meminta.’ Kemudian setelah itu Rasulullah saw. kepada kami hingga akhirnya Allah SWT memberi kecukupan kepada kami,” (Shahih, HR Malik [II/999], Abu Dawud [1627], an-Nasa’i [V/98-99], al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah [1601]). 

    3. Sebagian ulama berpendapat bahwa barangsiapa memiliki makanan untuk makan siang atau makan malam, maka ia tidak boleh meminta-minta. Mereka berdalil dengan hadits Sahal bin Hanzhaliyah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa meminta-minta sementara ia memiliki kecukupan, maka sesungguhnya ia sedang memperbanyak bagian dari api Neraka.” Ia bertanya, “Apakah batasan kecukupan itu wahai Rasulullah?” Rasul berkata, “Sekadar kecukupan untuk makan siang dan makan malam,” (Shahih, HR Abu Dawud [1629], Ahmad [IV/180-181]).
  4. Sebagian ahli ilmu berusaha menggabungkan antara hadits-hadits di atas sebagai berikut:
    1. Sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa hadits Sahal bin al-Hanzhaliyah mansukh (telah dihapus hukumnya). 
    2. Sebagian ahli ilmu berpendapat hadits Sahal bin al-Hanzhaliyah berlaku atas orang yang tidak dibolehkan meminta-minta. Barangsiapa memiliki kebutuhan pokok sehari-hari maka ia tidak boleh meminta-minta. Dan mereka membolehkan memberi shadaqah kepada orang yang tidak memiliki harta mencapai nishab, meskipun ia seorang yang sehat dan punya usaha. cSebagian ulama berpendapat, hadits sahal bin al-Hanzhaliyah berlaku atas orang yang secara kontinyu memiliki kebutuhan pokok yang mencukupi.

      Saya katakan, “Klaim hadits Sahal ini mansukh tidaklah benar karena tidak ada indikasi yang menguatkan bagi hadits ini mansukh tidaklah benar karena tidak ada indikasi yang menguatkan bagi hadits ini atas yang lainnya. Sementara proses penggabungan masih bisa dilakukan. Barangsiapa memiliki kebutuhan pokok sehari-hari secara kontinyu, maka ia tidak halal menerima zakat. Barangsiapa tidak punya harta yang mencapai nishab sementara ia memiliki tanggungan keluarga, maka ia boleh diberi shadaqah tanpa memintanya. Karena syari’at memerintahkan agar menerima zakat dari orang-orang kaya untuk diserahkan kepada kaum fakir. Jadi jelaslah, barangsiapa tidak punya harta yang mencapai nishab, maka ia tergolong fakir, wallaahu a’lam.“ 

  5. Tidak boleh meminta-minta kecuali orang yang menanggung hutang atau orang yang tertimpa musibah yang meludeskan hartanya atau orang yang ditimpa kemelaratan yang sangat. Berdasarkan hadits Qabishah bin al-Mukhariq al-Hilali r.a, ia berkata, “Aku menanggung hamaalah lalu aku menemui Rasulullah saw. meminta bantuan kepada belaiu. Rasulullah saw. bersabda, “Tunggulah di sini, apabila datang harta zakat, kami akan memberikan bagian untukmu.” Kemudian beliau bersabda, “Hai Qabishah, meminta-minta tidaklah dihalalkan kecuali bagi tiga orang: Pertama, seorang yang memikul tanggungan hutang (hamalah), maka ia boleh meminta bantuan hingga ia dapat menutupi hutangnya kemudian berhenti meminta. Kedua, seorang yang tertimpa musibah yang meludeskan seluruh hartanya, maka ia boleh meminta bantuan hingga ia memperoleh apa yang dapat menutupi kebutuhan pokoknya. Atau hingga ia dapat mencukupi kebutuhan pokoknya. Ketiga, seorang yang ditimpa melaratan hingga tiga orang yang berakal dari kaumnya membuat persaksian: ‘Si fulan telah ditimpa kemelaratan’, maka ia boleh meminta bantuan hingga ia memperoleh apa yang dapat menutupi kebutuhannya. Selain dari tiga macam itu hai Qabishah, hanyalah merupakan barang haram yang dimakan oleh si peminta-minta sebagai barang haram,” (HR Muslim [1044]).

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.