Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada kewajiban bagi seorang Muslim untuk mengeluarkan zakat kuda atau budaknya,” (HR Bukhari [1463] dan Muslim [982]).
Kandungan Bab:
- Tidak ada kewajiban bagi seorang Muslim mengeluarkan zakat budak dan kuda. Hal itu termasuk keringanan. Berdasarkan hadits ‘Ali bin Abi Thalib r.a. dari Rasulullah saw, “Aku telah memberi keringanan tidak mengeluarkan zakan kuda dan budak. Keluarkanlah zakat hartamu, setiap empat puluh dirham keluarkanlah satu dirham,” (Hasan, HR Abu Dawud [1574], at-Tirmidzi [620], an-Nasa’i [V/37], Ibnu Majah [790], Ibnu Khuzaimah [2284]).
- Barangsiapa memiliki budak, ia wajib mengeluarkan zakat Fitrahnya, berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Tidak ada kewajiban mengeluarkan zakat budak kecuali zakat Fitrahnya,” (HR Muslim (982).
Ibnu Hibban berkata dalam Shahihnya (VIII/66), “Hadits ini merupakan dalil bahwa budak tidak punya hak memiliki. Sebab Rasulullah saw mewajibkan zakat Fitrah seorang budak atas tuannya.”
- Boleh mengambil shadaqah Tathawwu’ dari budak dan kuda jika pemiliknya suka rela menshadaqahkannya. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Haritsah bin Mudharrib, ia berkata, “Beberapa orang dari negeri Syam datang menemui ‘Umar r.a, mereka berkata, ‘Kami baru saja memperoleh harta, yakni kuda dan budak. Kami ingin mengeluarkan zakat untuk membersihkannya.’ ‘Umar berkata: ‘Hal itu tidak dilakukan oleh kedua Sahabatku (yakni Rasulullah dan Abu Bakar) lantas apakah aku akan melakukannya.’ Kemudian ‘Umar bermusyawarah dengan para Sahabat lainnya termasuk di antaranya ‘Ali bin Abi Thalib. ‘Ali berkata: ‘Itu perbuatan yang baik, jika bukan termasuk jizyah yang wajib diambil’,” (Hasan, HR Ibnu Khuzaimah [2290], ‘Abdurrazzaq [6887]).
Ibnu Khuzaimah berkata (IV/30-31), ‘Sunnah Nabi saw. menetapkan bahwa tidak ada kewajiban zakat pada empat ekor unta kecuali bila pemiliknya dengan suka rela mau bershadaqah. Dan juga sabda Nabi berkenaan dengan kambing piaraan, jika kambing piaraan seseorang jumlahnya empat puluh ekor kurang seekor (yakni tiga puluh sembilan ekor), maka tidak ada kewajiban zakat padanya kecuali bila pemiliknya dengan suka rela mau bershadaqah. Dan pada perak seperempat dari sepersepuluh (2,5%), jika tidak ada melainkan seratus sembilan puluh, maka tidak ada kewajiban zakat padanya kecuali bila pemiliknya dengan suka rela mau bershadaqah. Semua itu merupakan bukti bahwa apabila pemilik harta secara sukarela bershadaqah dari hartanya walaupun sebenar-nya tidak wajib atasnya, maka imam/waliyul amri boleh mengambilnya jika si pemberi senang hati memberikannya.
Demikian pula halnya al-Faruq, ketika menyebutkan bahwa Rasulullah saw. dan Abu Bakar ash-Shiddiq sebelum beliau tidak menerima shadaqah dari kuda dan budak, mereka dengan senang hati menyerahkan shadaqah Tathawwu’ dari kuda dan budak, maka ‘Umar al-Faruq boleh mengambil shadaqah itu dari mereka. Sebagaimana halnya Rasulullah saw. menerima shadaqah unta yang jumlahnya kurang dari lima ekor, kambing yang kurang jumlahnya dan empat puluh ekor dan perak yang jumlahnya kurang dari dua ratus dirham.”
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.