Dari Abu Rafi’ r.a. bahwa Rasulullah saw. mengutus seorang laki-laki dari Bani Makhzum untuk mengumpulkan zakat. Laki-laki itu berkata kepada Abu Rafi’, “Ikutlah bersamaku agar engkau juga mendapat bagian daripadanya.” Abu Rafi’ berkata, “Tidak, aku akan tanyakan dulu kepada Rasulullah saw.” Maka ia pun menemui Rasulullah dan bertanya kepada beliau. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya harta shadaqah tidak halal bagi kami, dan budak-budak suatu kaum termasuk golongan mereka juga,” (Shahih, HR Abu Dawud [1650], at-Tirmidzi [657], an-Nasa’i [V/107], Ahmad [VI/8 dan 10], Ibnu Khuzaimah [2344], al-Baghawi [1607], al-Hakim [I/404], al-Baihaqi [VII/32], ath-Thahawi dalam Syarh Ma’aani al-Aatsaar [II/8], Ibnu Hibban [3293], ath-Thayalisi [972], Ibnu Abi Syaibah [III/214]).
Kandungan Bab:
- Asy-Syaukani berkata dalam kitab Nailul Authaar (IV/243), “Hadits ini menunjukkan haramnya harta zakat atas Nabi saw dan keluarga beliau. Dan juga menunjukkan keharamannya atas budak-budak milik bani Hasyim meskipun ia mengambil sebagai amil zakat.
- Budak-budak milik isteri-isteri bani Hasyim hukumnya tidak sama seperti hukum budak-budak milik bani Hasyim. Mereka boleh menerima zakat dan shadaqah. Ada beberapa hadits yang menunjukkan hal tersebut, di antaranya hadits ‘Aisyah r.a. bahwa ia ingin membeli Barirah untuk dimerdekakan. Namun tuannya mensyaratkan agar tetap memiliki hak wala’nya (penisbatan dan hak warisnya-pent). Lalu ‘Aisyah menanyakannya kepada Rasulullah saw, maka beliau pun berkata, “Belilah budak itu sesungguhnya hak wala’ milik orang yang memerdekakannya.” ‘Aisyah berkata, “Kemudian Rasulullah saw. dihadiahi sepotong daging. Maka aku berkata, ‘Daging ini dishadaqahkan buat Barirah.'” Rasul berkata, “Daging ini adalah shadaqah baginya dan hadiah bagi kita,” (HR Bukhari [1493]).
Asy-Syaukani berkata dalam Nailul Authaar (IV/244), “Hadits ini menunjukkan bahwa budak-budak milik isteri-isteri Bani Hasyim hukumnya tidak sama seperti budak-budak milik Bani Hasyim, mereka boleh menerima shadaqah/zakat.”
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.