Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, “Saat aku pulang ke rumah aku dapati sebutir kurma jatuh di atas tempat tidurku. Kemudian kurma itu kuambil untuk kumakan. Namun aku khawatir kurma itu adalah kurma shadaqah (zakat), maka aku pun membuangnya,” (HR Bukhari [2431] dan Muslim [1070]).
Masih dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Al-Hasan bin ‘Ali r.a. mengambil sebiji kurma dari harta zakat lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasulullah saw. berkata, ‘Cih, cih!’ yaitu mengeluarkan dan membuangnya. Kemudian beliau berkata, ‘Tidakkah engkau tahu bahwa kita tidak boleh memakan harta zakat’?” (HR Bukhari [1491] dan Muslim [1069]).
Dari Abul Haura’ bahwa ia bertanya kepada al-Hasan r.a, “Adakah sesuatu yang engkau ingat dari Rasulullah saw?” Al-Hasan berkata, “Aku masih ingat ketika aku mengambil sebiji kurma dari harta zakat lalu aku masukkan ke dalam mulutku. Rasulullah saw. mengeluarkan kurma itu beserta saripatinya lalu mengembalikannya ke tempat semula. Ada yang berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidaklah mengapa kurma itu dimakan oleh bocah kecil ini?’ Rasulullah saw. berkata, ‘Sesungguhnya keluarga Muhammad tidak halal memakan harta zakat.’ Beliau juga berkata, “Tinggalkanlah apa-apa yang meragukanmu kepada apa-apa yang tidak meragukanmu. Karena kebaikan itu adalah thuma’ninah sementara kebohongan itu adalah keraguan,” (Shahih, HR Ahmad [I/200] dan Ibnu Khuzaimah [2348]).
Dari Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Pada tiap-tiap unta yang cari merumput sendiri, yaitu tiap empat puluh ekor zakatnya seekor bintu labun. Tidak boleh dipisahkan dari perhitungan zakatnya. Barangsiapa mengeluarkan zakat itu karena mengharap pahala maka ia akan mendapatkan pahalanya. Barangsiapa menahannya, maka kami akan mengambil zakat itu darinya beserta separoh dari unta yang dimilikinya (dalam riwayat lain: hartanya yang dimilikinya) sebagai salah satu perintah keras dari Allah. Tidak halal (harta zakat) bagi keluarga Muhammad walaupun sedikit.”
Ada beberapa hadits lainnya dalam bab ini dari ‘Aisyah, Mu’awiyah bin Haidah, al-Fadhl bin ‘Abbas, Juwairiyah, Buraidah, Salman, ‘Abdullah bin ‘Abbas dan Sahabat lainnya r.a.
Kandungan Bab:
- Haramnya harta shadaqah dengan segala macam jenisnya atas Nabi Muhammad saw. dan keluarga beliau, baik shadaqah wajib (zakat) ataupun shadaqah tathawwu’ (sunnat). Imam ath-Thahaawi berkata dalam Syarh Ma’aani al-Aatsaar [II/11], “Hadits ini menunjukkan bahwa segala jenis shadaqah, baik yang tathawwu’ maupun wajib hukumnya haram atas Rasulullah saw dan seluruh Bani Hasyim.
Penelitian juga menunjukkan bahwa shadaqah wajib hukumnya sama dengan shadaqah sunnat. Karena kita lihat orang-orang kaya atau orang miskin diluar Bani Hasyim -dalam masalah shadaqah yang wajib maupun sunnat- hukumnya sama, bagi yang haram menerima shadaqah wajib (zakat) haram pula baginya menerima shadaqah yang tidak wajib (shadaqah tathawwu’).
Bani Hasyim diharamkan mengambil shadaqah yang wajib (harta zakat), maka haram pula bagi mereka mengambil shadaqah yang tidak wajib. Itulah kesimpulan dalam bab ini dan juga merupakan pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad rahimahullah.”
Ibnu Hazm berkata dalam kitab al-Muhallaa (VI/147), “Tidak halal zakat ataupun shadaqah bagi dua suku ini. Berdasarkan sabda Rasulullah saw, ‘Tidak halal shadaqah bagi dua, atas Muhammad dan keluarga Muhammad.’ Rasulullah menyamakan diri beliau dengan mereka (keluarga beliau) dalam masalah ini.”
Asy-Syaukani berkata dalam Nailul Authaar (V/242), “Ketahuilah bahwa zhahir sabda Rasulullah, ‘Tidak halal shadaqah bagi kami’ maknanya tidak halal atas beliau shadaqah wajib (zakat) maupun shadaqah sunnat.”
Saya katakan, “Itulah pendapat yang benar yang didukung oleh dalil dan penelitian. Sebab Rasulullah saw. berkata, “Sesungguhnya shadaqah itu adalah sisa-sisa harta manusia. Dan itu tidak halal bagi Muhammad maupun bagi keluarga Muhammad.”
- Para ulama berbeda pendapat tentang pengertian keluarga Muhammad, siapakah keluarga Muhammad yang diharamkan menerima shadaqah? Pendapat mereka yang benar adalah Bani Hasyim dan Bani ‘Abdul Muththalib. Dan telah disebutkan bahwa tidak ada yang melanjutkan keturunan Hasyim kecuali Bani ‘Abdul Muththalib. Keturunan Bani ‘Abdul Muththalib yang tersisa sudah pasti mereka adalah keluarga Muhammad, mereka yaitu: anak keturunan al-‘Abbas dan Abu Thalib. Dalilnya adalah hadits Zaid bin Arqam r.a, disebutkan di dalamnya, “Hushain bin Sabrah berkata, ‘Siapakah ahli bait Rasulullah saw. wahai Zaid? Bukankah isteri-isteri beliau juga termasuk ahli bait beliau?’ Zaid menjawab, ‘Isteri-isteri beliau termasuk ahli bait, namun ahli bait adalah orang-orang yang diharamkan menerima zakat sepeninggal beliau.’ ‘Siapakah mereka?’ tanya Hushain. Zaid menjawab, ‘Mereka adalah keluarga ‘Ali, keluarga ‘Aqil, keluarga Ja’far dan keluarga ‘Abbas.’ ‘Apakah mereka tidak boleh menerima shadaqah?’ tanya Hushain lagi. ‘Benar!’ jawab Zaid singkat,” (HR Muslim [2408]).
- Akan tetapi masih tersisa perbedaan pendapat tentang status isteri-isteri Nabi, zhahirnya mereka juga termasuk ahli bait. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan (II/214) bahwa Khalid bin Sa’id mengirim seekor sapi shadaqah kepada ‘Aisyah r.a. namun ‘Aisyah menolaknya. Beliau berkata: “Sesungguhnya kami, keluarga Muhammad, tidak halal menerima shadaqah.”
- Sebagian ahli berpendapat bahwa zakat dri seorang bani Hasyim kepada bani Hasyim lainnya adalah dibolehkan. Asy-Syaukani berkata dalam Nailul Authaar (IV/242), “Pada akhirnya, pengharaman zakat atas bani Hasyim sudah dimaklumi tanpa ada perbedaan apakah yang memberi zakat bani Hasyim atau selainnya. Alasan-alasan apapun selain yang telah shahih dari syariat tidaklah dapat merobah hukum haram ini. Tidak pula fiqih orang-orang yang terlibat dalam perkara ini yang melontarkan alasan-alasan yang lemah dan tidak murni. Tidak pula riwayat-riwayat yang tidak shahih yang mengkhususkannya. Disebabkan banyaknya pemakan zakat dari kalangan bani Hasyim di Yaman, khususnya para pemimpin. Bahkan sebagian ulama menulis buku tentang masalah ini. Pada hakikatnya buku itu ibarat fatamorgana yang dikira air oleh orang-orang yang melihatnya. Namun tatkala didekati ia tidak menemukan apa-apa. Lalu orang-orang yang merasa terpandang dari mereka mencoba menghibur diri dengan buku tersebut. Sebagian orang berusaha mengemukakan alasan yang sering disampaikan oleh sebagian lainnya, ‘Negeri Yaman adalah tanah pajak.’ Ia tidak sadar, selain sebuah kebathilan yang keji perkataan tersebut juga tidak boleh diikuti berdasarkan tuntutan kaidah mereka sendiri. Hanya kepada Allah sajalah kita memohon pertolongan, betapa cepat manusia mengikuti hawa nafsu meskipun jelas-jelas bertentangan dengan syariat yang suci.”
- Tidak boleh mengangkat ahli bait Nabi saw. sebagai pengumpul zakat dan infak berdasarkan hadits al-‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib dan Rabi’ah bin al-Harits ra ketika keduanya meminta kepada Rasulullah agar mengangkat al-Fadhl bin al-‘Abbas dan ‘Abdul Muththalib bin Rabi’ah sebagai pengumpul shadaqah. Rasulullah saw. menolaknya dan berkata, “Sesungguhnya shadaqah tidak halal bagi keluarga Muhammad, karena harta shadaqah adalah sisa-sisa manusia,” (HR Muslim [1072]).
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.