Larangan Bagi Kaum Wanita Membantu Kaum Wanita Lainnya untuk Meratapi Mayit

Dari Ummu Salamah r.a, ketika Abu Salamah wafat aku berkata, “la orang asing di negeri asing. Aku akan menangisinya hingga akan menjadi bahan pembicaraan. Ketika aku telah bersiap menangisinya tiba-tiba datanglah seorang wanita dari ash-Sha’id ingin membantuku untuk meratapinya. Rasulullah saw. menyambutnya dan berkata, ‘Apakah engkau ingin memasukkan syaitan ke dalam rumah yang Allah SWT telah mengeluarkannya dari rumah itu?’ Beliau mengatakannya dua kali. la menahan isak tangisnya dan aku pun tidak jadi menangis’,” (HR Muslim (922).

Dari Ummu ‘Athiyyah r.a, ia berkata, “Ketika turun ayat, ‘Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik…’. (Al-Mumtahanah: 12) Termasuk di antaranya adalah. larangan meratap.”

Ummu ‘Athiyyah berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, kecuali keluarga fulan, sesungguhnya pada masa Jahiliyyah dahulu mereka meminta kepadaku untuk membantu mereka (menangisi jenazah mereka) dan aku terpaksa membantu mereka’.” Rasulullah saw. berkata, “Kecuali keluarga fulan,” (HR Muslim (937).

Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. mengambil bai’at dari kaum wanita, di antara isi bai’at adalah janganlah mereka meratap. Kaum wanita itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya perempuan-perempuan pada masa Jahiliyyah dulu meminta kami untuk menangisi jenazah, bolehkah kami membantu mereka pada masa Islam sekarang?’ Rasulullah saw. berkata, ‘Tidak ada is’aad (bantu membantu menangisi jenazah) dalam Islam, tidak ada nikah syighar [1] dalam Islam, tidak ada ‘aqra[2] dalam Islam, tidak ada jalab[3] dan janab[4]. Barangsiapa merampas harta tanpa hak, maka ia bukan dari golongan kami’,” (Shahih, HR an-Nasa’i [IV/16], ‘Abdurrazzaq [6690], Ahmad [III/197], Ibnu Hibban [3146] dan al-Baihaqi [IV/62]).

Kandungan Bab:

  1. Haram hukumnya saling menolong dalam perbuatan dosa dan pelang-garan. Barangsiapa yang mengajak orang lain kepada keburukan niscaya ia mendapat dosa seperti orang yang mengikutinya. Keduanya berhak mendapat dosa yang sama.
  2. Haram hukumnya membantu kaum wanita meratapi jenazah, yaitu wanita-wanita yang hadir turut meratap ketika wanita yang kemalangan mulai meratapi jenazah. Ini merupakan adat dan tradisi Jahiliyyah yang telah dihapus oleh syari’at dan secara tegas telah diharamkan.

    Kebiasaan yang buruk ini masih dilakukan oleh banyak kaum wanita. Sebagai contoh, karena jahil mereka sering mendengung-dengungkan: “Segala sesuatu adalah ajaran agama, termasuk juga linangan air mata.”

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.

————————————–

[1] Yaitu nikah barter, seseorang menikahkan orang lain dengan saudara perempuannya atau puterinya dengan syarat orang itu juga menikahkannya dengan saudara perempuan atau puterinya tanpa ada mihar antara keduanya.

[2] Yaitu menyembelih unta di pekuburan dengan cara menebas lehernya dengan pedang sedang unta tersebut dalam keadaan berdiri.

[3] Para pembayar zakat mendatangi amil zakat, mereka mengambil pos yang jauh kemudian mengutus seseorang untuk membawa harta zakat ke pos mereka. Lalu cara seperti itu dilarang dan amil zakat diperintahkan agar mengambil harta zakat dari para pembayar zakat di tempat-tempat mereka. Atzujalab maksudnya adalah pemilik kuda mengutus se-seorang untuk menggiring kudanya dan mengalaunya kepada kandang. Orang itu berteriak-teriak supaya kuda-kuda itu berlari.

[4] Yaitu membawa kuda cadangan untuk menyertai kuda yang dipakainya berlomba. Apabila kuda yang ditungganginya lemas, maka ia pindah ke kuda cadangan tersebut. Atau dalam masalah zakat, yaitu amil zakat mengambil pos yang jauh dari tempat para pembayar zakat kemudian ia memerintahkan agar harta-harta zakat dibawa kepada mereka.