Larangan Bagi Wanita Saat Berkabung

Dari Ummu ‘Athiyyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah seorang wanita berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga hari. Kecuali atas kematian suaminya, ia berkabung selama empat bulan sepuluh hari. Janganlah ia mengenakan pakaian yang dicelup kecuali pakaian ‘ashab (kain berasal dari Yaman yang dipintal kemudian dicelup), janganlah ia memakai celak, jangan memakai parfum kecuali ia suci dari haidh, hendaklah ia mengambil sepotong qusth atau azhfaar (jenis tumbuhan yang diolah untuk parfum ),” (HR Bukhari [313] dan Muslim [938]).

Dari Ummu Salamah r.a. dari Rasulullah saw. beliau bersabda, “Wanita yang suaminya meninggal janganlah memakai pakaian y;ing dicelup dengan mu’ashfar, jangan pula mengenakan mumasysyaqah (Pakaian yang dicelup dengan warna merah atau kuning), janganlah ia memakai perhiasan, jangan mencat kukunya (kutek) dan jangan pula memakai celak,” (Shahih, HR Abu Dawud [2304], an-Nasa’i [VI/203-204], Ahmad [VI/ 302], al-Baihaqi [VII/440] dan Ibnu Hibban [4306]).

Masih dari Ummu Salamah r.a. seorang wanita datang menemui Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya puteriku, suaminya meninggal. Kemudian ia mengeluhkan matanya sakit, bolehkah aku mencelaknya?” Rasulullah menjawab, “Tidak boleh!” Beliau ulangi dua atau tiga kali, beliau tetap mengatakan tidak boleh. Kemudian beliau saw. berkata, “Sesungguhnya masa berkabung baginya adalah empat bulan sepuluh hari. Sesungguhnya dahulu kaum wanita pada masa Jahiliyyah membuang kotoran unta sesudah melewati masa berkabung satu tahun.”

Humaid berkata, “Aku bertanya kepada Zainab, ‘Apa maksudnya membuang kotoran unta sesudah melewati masa berkabung satu tahun?’ Zainab berkata, ‘Dahulu kaum wanita apabila suaminya meninggal, maka ia memasuki gubuk kecil dan mengenakan pakaiannya yang paling jelek. la tidak memakai parfum atau apapun sampai setahun. Lalu dibawakanlah kepadanya seekor binatang, kadangkala keledai atau kambing atau burung. Lalu ia mengusap seluruh tubuhnya dengan binatang itu. Jarang sekali binatang yang dipakai untuk mengusap tubuhnya itu dapat hidup (yakni pasti mati). Kemudian ia keluar dari gubuknya lalu diberikan kepadanya kotoran unta untuk dilemparkannya. Kemudian ia kembali seperti biasanya memakai parfum atau yang lain-nya’,” (HR Bukhari [5334] dan Muslim [1488 dan 1489]).

Kandungan Bab:

  1. Haram hukumnya atas wanita yang suaminya meninggal mengenakan pakaian-pakaian yang indah, memakai inai, bercelak mengenakan per-hiasan dan memakai parfum,.
  2. Syari’at memberi keringanan menggunakan wewangian saat mandi dari haidh untuk menghilangkan bau busuk dan membersihkan bekas-bekas darah, bukan untuk berhias.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.