
Allah ta’alaa berfirman.
“Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya), dan naungan yang terbentang luas dan air yang tercurah, dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya, dan kasur-kasur yang tebal empuk.” (Al-Waqi’ah: 27-34).
Abu Bakar bin Abid-Dunya meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radliyallahu ‘anhu, dia berkata, “Pohon kurma di surga, pokoknya dari zamrud hijau, dahan-dahannya dari emas merah, dan pelepahnya merupakan pakaian bagi penghuni surga. Dari pelepah itu dibuat pakaian-pakaian pendek dan perhiasan-perhiasan mereka. Buah-buahnya sebesar wadah-wadah yang besar dan ember-ember, (warnanya) lebih putih dari susu, (rasanya) lebih manis dari madu, dan dalamnya tidak berbiji.”
Ibnu Abbas berkata, “Mereka yang ada di taman-taman surga maupun yang ada di kamar-kamar keluar menuju pohon itu dan bercakap-cakap di bawah naungannya.”
Di dalam surga ada sebatang pohon yang kalaupun bayangannya di kelilingi oleh seorang pengendara kuda yang berlari kencang sampai kurus selama seratus tahun, namun dia takkan sanggup menyelesaikannya. Hal ini sebagaimana dalam Shahihain dari Sahl bin Sa’ad Radliyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya di surga ada sebatang pohon, yang andaikan bayangannya dikelilingi oleh seorang pengendara kuda selama seratus tahun, niscaya dia takkan sanggup menempuhnya.”
Sedang menurut Imam Ahmad dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Di surga ada sebatang pohon, yang bayangannya dikitari oleh pengendara (kuda) selama seratus tahun.”
Bacalah jika kamu mau, ‘…..Dan naungan yang terbentang luas.’” (Al-Waqi’ah: 30).
Pohon Thuba
Imam Ahmad meriwayatkan dari Amir bin Zaid al-Bakali, bahwa dia mendengar Uthbah bin Ubaidillah as-Sulami berkata,
“Ada seorang badui datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya tentang telaga dan cerita mengenai surga, Badui itu berkata, “Di surga ada buah-buahan?”
“Ya.” Jawab Nabi, “Di sana ada sebatang pohon yang bernama Thuba.”Kemudian beliau menyebut sesuatu yang saya tidak tahu, entah apa.
Badui bertanya lagi, “Seperti pohon apa di kebun kami pohon Thuba itu?”
Nabi menjawab, “Tidak seperti pohon apa pun di kebunmu.” Tetapi kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Pernahkah kami pergi ke Syam?”
“Tidak.” Jawab si Badui. Maka Nabi menerangkan, “Seperti sebatang pohon di Syam yang bernama pohon Jauzah. Pohon itu tumbuh dengan satu batang saja, tapi atasnya terbentang luas.”
“Sebesar apakah pangkalnya?” Tanya Badui. Maka Nabi menjawab, “Jika seekor anak unta keluargamu berjalan, niscaya dia tidak akan selesai mengitarinya sampai hancur urat ketingnya karena tua.”
Badui itu menanyakan pula, “Apakah di surga ada anggur?”
“Ya.” Jawab Nabi.
“Seberapa besar satu tandannya?” Tanya si Badui. Maka Nabi menjawab, “Perjalanan sebulan tanpa henti bagi seekor gagak hitam.”
“Seberapa besar butirnya, dapatkah kita samakan dengan ember?” tanyanya pula, dan beliau menjawab, “Ya.”
“Jika begitu.” Badui itu menyimpulkan, “Surga itu muat untukku sekeluarga?” Maka Nabi menegaskan, “Bahkan seluruh sanak familimu.”
Dan dari Abu Sa’id, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa seorang laki-laki berkata, “Ya, Rasulullah, Thuba bagi orang yang melihatmu dan beriman kepadamu.”
Maka beliau bersabda, “Thuba bagi orang yang melihatku dan beriman kepadaku. Thuba tsumma Thuba bagi orang yang beriman kepadaku walaupun tidak pernah melihatku.”
Seseorang yang lain bertanya, “Ya Rasulullah, apa itu Thuba?”
Beliau menjawab, “Sebatang pohon di surga, (besarnya selebar) perjalanan seratus tahun, mengeluarkan pakaian para penghuni surga dari kelopak-kelopaknya.”
Adapun Sidratul Muntaha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sidratul Muntaha diliputi warna-warna, aku tidak tahu warna apa itu, tidak seorang pun bisa mensifatinya.”
Dan dalam Shahihain terdapat riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda dalam hadits Mi’raj,
“Kemudian aku diangkat ke Sidratul Muntaha di langit ke tujuh. Ternyata buahnya sebesar quilah (wadah) negeri Hajar, dan daunnya seperti telinga gajah. Dan ternyata pula dari batangnya keluar dua sungai yang tampak nyata dan dua sungai lainnya yang tidak tampak nyata. Aku bertanya, ‘Ya Jibril, apa ini?’ Jibril menerangkan, ‘Adapun dua sungai yang tidak tampak nyata berada di surga. Adapun yang tampak nyata adalah Nil dan Eufrat.”
Sumber: Ibnu Katsir. Huru-Hara Hari Kiamat “An-Nihayah: Fitan wa Ahwaalu Akhiruz-Zamaan”. Terj. Anshari Umar Sitanggal, H. Imron Hasan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2002.