Diriwayatkan dari Abu Mijlaz, ia berkata, “Muawiyah r.a, masuk ke dalam rumahyang di dalamnya terdapat Abdullah bin az-Zubair dan Abdullah bin Amir. Maka Ibnu Amir bangkit berdiri sementara Abdullah bin Zubair tetap duduk dan ia orang yagn lebih teguh daripada Ibnu Amir. Muwiyah berkata, ‘Duduklah wahai Ibnu Amir, sebab aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Barangsiapa yang suka jika hamba-hamba ALlah berdiri untuknya maka tempatnya di neraka’,” (HR Bukhari dalam Adabul Mufrad [977]).
Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a, ia berkata, “Tidak ada di dunia ini yang lebih suka orang melihatnya selain melihat Nabi saw. Namun jika mereka melihat beliau, mereka tidak berdiri. Sebab mereka tahu bahwa beliau tidak suka diperlakukan seperti itu,” (Shahih, HR Bukhari dalam Adabul Mufrad [946]).
Kandungan Bab:
- Haram hukumnya jika seseorang suka kalau orang lain berdiri untuknya.
- Makruh hukumnya bagi orang-orang yang duduk, bangkit berdiri untuk seorang yang sedang masuk walaupun orang tersebut tidak suka diperlakukan seperti itu. Sebab jika ditinjau dari beberapa sisi, berdirinya mereka berarti saling membantu untuk berbuat dosa dan permusuhan:
- Penginkaran Muawiyah terhadap Abdullah bin Amir yang berdiri untuknya dan berdalil dengan hadits.
- Hadits kedua menunjukkan larangan yang jelas, karena para sahabat tahu Rasulullah saw. tidak suka diperlakukan seperti itu. Di antara etika memuliakan Nabi saw. adalah tidak bangkit berdiri untuk menghormati beliau demi melaksanakan sesuatu yang beliau sukai dan menjauhkan sesuatu yang beliau benci. Rasulullah saw. sosok manusia yang sangat diagungkan di mata para sahabatnya dan mereka tahu apa yang beliau sukai. Mereka juga melakukan apa yang beliau sukai dan menjauhkan apa yang beliau benci. Inilah yang disebut sebagai bentuk memuliakan, bukan dengan cara berdiri.
- Jika Rasulullah saw. tidak suka, jiak ada yang berdiri untuk beliau maka sebagian seorang muslim seharusnya juga membenci perkara tersebut sebagai bentuk meniti jejek Rasulullah saw.
- Jika seorang muslim tidak suka diperlakukan seperti ini maka seharusnya ia juga benci untuk melakukan hal itu kepada saudaranya.
Catatan:
Sebagian ulama memahami hadits-hadits bab dalam bentuk orang-orang berdiri sementara ia duduk. Pemahaman seperti ini sangat jauh dan tidak sesuai dengan makna hadits sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya Tahdzibus Sunnan (VIII/93), “Tidak cocok mengartikan hadits-hadits larangan dengna berdiri seperti ini, sebab kontek hadits menunjukkan perkara sebaliknya. Bahwasanya Nabi saw. melarang orang-orang berdiri jika beliau keluar dari rumahnya dan orang Arab juga tidak mengetahui kebiasaan seperti itu. Sebab ini merupakan kebiasaan orang-orang Rumawi dan Persia. berdiri seperti yagn dilakukan orang Romawi dan Persia tidak disebut qiyaamu lahu, tetapi disebut qiyamua ‘alaihi, jadi berbeda antara qiyamu lahu dan qiyamu ‘alaihi yang dilakukan oleh orang Persia dan Romawi. Adapun qyaamu ilaihi dilakukan untuk menyambut kedatangan seseorang dan jenis ini yang biasa dilakukan orang Arab. Hadits-hadits yang membolehkan hanya menunjukkan berdiri jenis yang terakhir ini saja (yakni qiyaamu ilaihi).
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/378-379.