Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi ALlah tidak beriman.” Ditanyakan, “Siapa yang tidak beriman wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.” (HR Bukhari [6016] dan Muslim [46]).
Masih diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bawhasanya Rasulullah saw. pernah bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat maka hendaklah ia memuliakan tamunya dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat maka hendaklah berkata baik atau diam,” (HR BUkhari [6016] dan Muslim [47]).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Bukanlah seorang mukmin yang measa kenyang sementara tetangga sebelahnya alam keadaan lapar”, (Hasan, Bukhari dalam Adabul Munfrad [112]).
Diriwayatkan dari Ibnu Umr r.a, ia berkata,”Telah datang kepada kami suatu masa tidak seorangpun merasa lebih berhak terhadap orang yang ia miliki daripada saudaranya muslim. Dan sekarang salah seorang dari kami lebih menyukai lebih menyukai uangnya daripada saudaranya. Aku pernah mendengar Rsulullah saw. bersabda, ‘Berapa banyak orang yang terkait dengan tetangganya di hari kiamat kelak. Ia berkata, ‘ Ya Rabb, dia ini selalu mengunci pintunhya dan tidak mau memberikan kebaikannya’,” (Hasan lighairihi, HR Bukhari dalam Adabul Mufrad [111]).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah saw. pernah bersabda, “Berlindunglah kepada ALlah dari kejahatan tetangga yang sudah menetap, sebab tetangga yang musafir jika ia akan pergi,” (Shahih, HR Ahmad [II/346]).
Masih dari bu Hurairah r.a, ia berkata, “Dikatakan, Wahai Rasulullah, sesungguhnya si fulanah melaksanakan shalat malam, berpuasa, beramal, bersedekah tetapi ia sering menyakiti tetangganya dengan lisannya. Lantas Rasulullah saw. bersabda, ‘Kalau demikian tidak ada kebaikan pada dirinya, sebab ia termasuk penduduk neraka.’ Sahabat bertanya lagi, ‘Si fulanah melaksanakan shalat wajib, bersedekah dengan yagurt kering dan tidak pernah menyakiti tetangganya.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Ia termasuk penduduk surga’,” (Shahih, HR Bukhari dalam Adabul Mufrad [119] dan Ibnu Hibban [5764]).
Kandungan Bab:
- Tetangga memiliki hak yang sangat besar. Oleh kaerena itu hendaklah senantiasa berusaha menjaga hubungan baik dengan tetangga menurut kemampuan yang ada.
- Sangat diharamkan berbuat jelek dan mengganggu tetangga.
- Diantara hak tetangga: Tidak melarang menancapkan kayu di dindingnya, jangan meninggikan bangunannya sehingga dapat menghalangi angin masuk ke rumah tetangga kecuali dengan seizinnya, tidak mengganggu tetangga dengan aroma masakan kecuali jika mereka diberi dan jangan kamu biarkan mereka dalam kesulitan sementara kamu mengetahuinya.
Catatan: Sebagian hak-hak tetangga yang telah kita sebutkan tadi tercantum dalam hadits-hadits dengan sanad yang lemah, hanyasaja al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Baari (X/446) memberikan komentarnya, “Hadits-hadits ini diriwayaktan dalam buku yang berlainan. Ini menandakan bahwa hadits tersebut ada sumbernya.”
- Siapa yang mendapat gangguan dari tetangganya ia berhak untuk melaporkannya dan menjelaskan kezhaliman tetangganya tersebut.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Seorang laki-laki berkata, ‘Ya Rasulullah, tetanggaku telah menyakitiku.’ Beliau bersabda, ‘Keluarkan perabot rumahmu ke tengah jalan!’ Lalu iapun mengeluarkan perabotnya ke tengah jalan sehingga orang berkumpul dan bertanya, ‘Kamu ini kenapa?’ Ia menjawab, ‘Tetanggaku telah menyakitiku, lalu aku laporkan kepada Rasulullah saw. dan beliau bersabda, ‘Keluarkan perabot rumahmu ke jalan!’ Mendengar hal itu, orang-orang mengatakan, ‘Ya Allah, kutuk dan hinakanlah orang itu.’ Sampailah kejadian ini ke telinga tetangga tersebut lalu ia mendatangi laki-laki tadi seraya berkata, ‘Kembalilah ke rumahmu dan demi Allah aku tidak akan menyakitimu lagi’,” (Shahih lighairihi, HR Abu Dawud [5153] dan Ibnu HIbban [520]).
Dalam riwayat lain, “Tetangganya itu datang kepada Nabi saw., dan beliau berkata kepadanya, ‘Apa yang kamu dapati dari reaksi orang-orang?’ Kemudian Nabi saw. bersabda, ‘Sesunggunya laknat Allah lebih keras daripada laknat mereka.’ Kemudian beliau bersabda kepada laki-laki yang melapor, ‘Itu sudah cukup untukmu’.”
Diriwayatkan dari Abu Amir al-Himshi, ia berkata, “Tsauban pernah berkata, ‘Tidaklah ada dua orang yang saling memboikot lebih dari tiga hari hingga salah seorang dari mereka meninggal sementara mereka masih dalam keadaan seperti itu kecuali keduanya akan celaka. Tidaklah seseorang menzhalimi dan berbuat jelek terhadap tetangganya hingga tetangganya itu pergi meninggalkan rumahnya, kecuali ia akan celaka’,” (Shahih, HR Bukhari dalam Adabul Mufrad [127]).
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/320-323.