Larangan Tinggal di Pedesaan

Diriwayatkan dari Tsauban r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. pernah bersabda kepadaku, ‘Janganlah kamu tinggal di pedesaan’,” (Shahih, HR Bukhari dalam Adabul Mufrad [579]).

Ahmad berkata, “Kufuur adalah pedesaan.”

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa tinggal di daerah badui maka ia akan menjadi kasar. Barangsiapa menyibukkan diri dengan perburuan maka ia akan lalai dan barangsiapa yang mendatangi pintu penguasa maka ia akan terfitnah,” (Shahih, HR Abu Dawud [2859]).

Kandungan Bab:

  1. Daerah pedesaan disebut kufuur karena mayoritas penduduknya adalah tani. Mereka menutupi bibit yang mereka semai dengan tanah. Para pekebun atau petani disebut juga kaafir, sebagaimana firman Allah SWT, “Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kunig,” (Al-Hadid: 20).

    Istilah ini banyak dipergunakan oleh penduduk negeri Syam.

  2. Larangan mengambil tempat tinggal di daerah badui dan pedesaan yang terpencil, sebab daerah seperti ini banyak tersebar kejahilan, membuat lupa, dan melalaikan.

    Fadhlullah al-Jailani berkata dalam kitabnya Fadhlullahish Shamad (IV/38), “Daerah terpencil yang tidak pernah dilintasi oleh seorangpun. Yaitu jauh dari kota dan tempat tinggal ulama. Dalam kondisi seperti ini kejahilan lebih banyak dan bid’ah lebih cepat berkembang. Daerah ini seumpama mayat yang tidak pernah melihat kota dan masyarakat serta tidak ada yang membimbing dan mendidik mereka.

    Al-Manawi berkata dalam kitab Faidhul Qadhir (IV/401), “Hadits ini menunjukkan larangan tinggal di tempat terpencil dan yang semisalnya karena itu merupakan perbuatan tercela sebagaimana yang telah disebutkan tadi. Hal itu juga disebutkan dalam al-Qur’an. Allah berfirman tentang kisah Nabi Yusuf, “Dan sesunggunya Rabb-ku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun,” (Yusuf: 100).

    Nabi Yusuf menjadikan kedatangan saudara-saudaranya dari daerah terpencil merupakan sebuah kebaikan untuk dirinya dan kepada saudara-saudaranya dengan hukum tab’iyah yaitu pujian atas kebenaran apa yang telah dilakukan terhadap dirinya dan saudara-saudaranya. Kemudian sebagian dari mereka mengkatagorikan pindah dari daerah perdesaan ke kota merupakan sebuah nikmat yang pantas disyukuri, dimana ia berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memindahkan aku dari daerah yang masyarakatnya kasar dan jahil ke daerah yang masyarakatnya lembut dan memiliki ilmu.”

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/291-292.