Larangan Mengadu Domba

Allah berfirman, “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah, yang sangat anggun berbuat baik, yang melampui batas lagi banyak dosa,” (Al-Qalam: 10-12).

Firman Allah, “Kecelakaan bagi setiap pengumpat lagi pencela,” (Al-Humazah: 1).

Diriwayatkan dari Hammam, ia berkata, “Ketika kami bersama Hudzaifah, dikatakan kepadanya bahwa seseorang suka membawa-bawa berita kepada Utsman. Lantas Hudzaifah berkata, ‘Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidak akan masuk surga seorang pengadu domba’,” (HR Bukhari [6056] dan Muslim [105]).

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. melintas di salah satu kebun Madinah atau Makkah, lalu beliau mendengar suaru dua orang manusia yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Lantas beliau bersabda, ‘Mereka berdua sedang disiksa dan tidaklah mereka disiksa karena dosa besar. Tentu! Adapun salah seorang diantara mereka tidak bersuci dari kencing dan yang satu lagi suka menghasut’,” (HR BUkhari [216] dan Muslim [292]).

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud r.a, ia berkata, “Sesungguhnya Nabi Muhammad saw. pernah bersabda, ‘Maukah kalian aku beritahu apa itu al-Adhhu? yaitu banyak bicara dan suka mengadu domba diantara manusia’,” (HR Muslim [2606]).

Kandungan Bab:

  1. Namimah adalah membawa berita dari suatu kaum ke kaum lain dan dibubuhi kedustaan agar terjadi pertengkaran diantara mereka. 
  2. Pengharaman yang keras terhadap perbuatan namimah dan penjelasan bahwa hal itu adalah dosa besar. Adapun sabda Rasulullah saw. yang isinya, “Tidaklah mereka disiksa karena dosa besar,” artinya adalah mereka mengira perbuatan tersebut bukan dosa besar atau bukan dosa besar bila ditinggalkan. Jadi bukanlah maksudnya bahwa perbuatan tersebut bukan dosa besar. Sebab setelah itu beliau mejelaskan dalam riwayat lain, “Tentu hal itu termasuk dosa besar.”
  3. Sudah sepantasnya bagi mereka yang diadu domba agar jangan mempercayai orang yang membawa berita tersebut dan jangan berburuk sangka terhadap orang yang mengeluarkan pernyataan itu serta jangan menyelidiki kebenaran berita tersebut. Dan hendaknya ia melarang dan mencela si pembawa berita, karena Rasulullah saw. telah melarang perbuatan tersebut.

    Contoh namimah, “Engkau adalah seorang yang aku percayai tetapi kamu berkhianat, atau engkau berkata sesuatu yang tidak engkau ketahui. Perkara yang terjadi antara aku dan engkau, seperti antara perbuatan khianat dan dosa.”

  4. Barangsiapa menghalalkan namimah padahal ia mengetahui keharamannya maka Allah mengharamkan untuknya surga. Namun apabila ia tidak menganggapnya halal maka urusannya diserahkan kepada Allah, jika Allah kehendaki ia akan disiksa atau akan diampuni dosanya.
  5. Wajib membenci penghasut, sebab Allah membenci penghasut. Oleh karena itu, sifat orang tersebut harus dijelaskan kepada masyarakat agar mereka berhati-hati terhadap orang itu.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/291-292.