Hukum Aborsi Dalam Islam

Abortion

ولا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.” (Q.S. Al Isra’: 33)

Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan di luar pernikahaan, terutama para pelajar dan mahasiswa hari ini sudah sampai batas yang sangat mengkhawatirkan. Ini akibat hilangnya nilai-nilai agama dalam kehidupan masyarakat, ditambah dengan gencarnya media masa yang menawarkan kehidupan glamor, bebas dan serba hedonis yang menyebabkan generasi muda terseret dalam jurang kehancuran.

Data statistis BKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) menunjukkan bahwa sekitar 2.000.000 kasus aborsi terjadi setiap tahun di Indonesia. Untuk kasus aborsi di luar negeri khususnya di Amerika data-datanya telah dikumpulkan oleh dua badan utama, yaitu Federal Centers for Disease Control (CDC) dan Alan Guttmacher Institute (AGI) yang menunjukkan hampir 2 juta jiwa terbunuh akibat aborsi. Jumlah ini jauh lebih banyak dari jumlah nyawa manusia yang dibunuh dalam perang manapun dalam sejarah negara itu. Begitu juga lebih banyak dari kematian akibat kecelakaan, maupun akibat penyakit.

Dengan demikian, aborsi secara umum merupakan perbuatan keji, tidak berperikemanusiaan dan bertentangan hukum dan ajaran agama.

Walaupun demikian, hukum Aborsi secara khusus perlu dikaji secara lebih mendalam, karena Aborsi bukanlah dalam satu bentuk, tetapi mempunyai berbagai macam. Sementara itu Islam bukanlah agama yang kaku, tetapi agama yang memandang kehidupan manusia ini dari berbagai sudut, sehingga ditemukan di dalamnya solusi atas segala problematika yang dihadapi oleh manusia.

Pengertian Aborsi dan Pembagiannya

Aborsi menurut pengertian medis adalah mengeluarkan hasil konsepsi atau pembuahan, sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibunya.

Sedang menurut bahasa Arab disebut dengan “al-Ijhadh” yang berasal dari kata “ajhadha – yujhidhu” yang berarti wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya. Atau juga bisa berarti bayi yang lahir karena dipaksa atau bayi yang lahir dengan sendirinya. Aborsi di dalam istilah fikih juga sering disebut dengan “isqhoth” (menggugurkan) atau “ilqaa” (melempar) atau “tharhu “ (membuang) (al Misbah al Munir, hlm: 72)

Aborsi tidak terbatas pada satu bentuk, tetapi aborsi mempunyai banyak macam dan bentuk, sehingga untuk menghukuminya tidak bisa disamakan dan dipukul rata. Diantara pembagiaan Aborsi adalah sebagai berikut:

Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa makna Aborsi adalah pengguguran. Aborsi ini dibagi menjadi dua:

Pertama: Aborsi Kriminalitas adalah aborsi yang dilakukan dengan sengaja karena suatu alasan dan bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.

Kedua: Aborsi Legal, yaitu Aborsi yang dilaksanakan dengan sepengetahuan pihak yang berwenang.

Menurut medis Aborsi dibagi menjadi dua juga:

  1. Aborsi spontan (Abortus Spontaneus), yaitu aborsi secara secara tidak sengaja dan berlangsung alami tanpa ada kehendak dari pihak-pihak tertentu. Masyarakat mengenalnya dengan istilah keguguran.
  2. Aborsi buatan (Aborsi Provocatus), yaitu aborsi yang dilakukan secara sengaja dengan tujuan tertentu. Aborsi Provocatus ini dibagi menjadi dua:
    1. Jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan, maka disebut dengan Abortus Profocatus Therapeuticum
    2. Jika dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku, maka disebut Abortus Profocatus Criminalis

Yang dimaksud dengan Aborsi dalam pembahasan ini adalah menggugurkan secara paksa janin yang belum sempurna penciptaannya atas permintaan atau kerelaan ibu yang mengandungnya.

Pandangan Islam Terhadap Nyawa, Janin dan Pembunuhan

Sebelum menjelaskan secara mendetail tentang hukum aborsi, lebih dahulu perlu dijelaskan tentang pandangan umum ajaran Islam tentang nyawa, janin dan pembunuhan, yaitu sebagai berikut:

Pertama: Manusia adalah ciptaan Allah yang mulia, tidak boleh dihinakan baik dengan merubah ciptaan tersebut, maupun menguranginya dengan cara memotong sebagian anggota tubuhnya, maupun dengan cara memperjual belikannya, maupun dengan cara menghilangkannya sama sekali yaitu dengan membunuhnya, sebagaimana firman Allah swt,

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ

“Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia” (Qs. Al-Isra’:70)

Kedua: Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang. Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang

مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيل أنه من قتل نفسا بغير نفس أو فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا

“Barang siapa yang membunuh seorang manusia, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (Qs. Al Maidah:32)

Ketiga: Dilarang membunuh anak (termasuk di dalamnya janin yang masih dalam kandungan), hanya karena takut miskin. Sebagaimana firman Allah swt,

ولا تقتلوا أولادكم خشية إملاق نحن نرزقهم وإيَّاكُم إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْءا كَبِيرًا

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (QS al Isra’: 31)

Keempat: Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan kehendak Allah swt, sebagaimana firman Allah swt,

وَنُقِرُ فِي الْأَرْحَامِ ما نشاء إلى أَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا

“Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS al Hajj: 5)

Kelima: Larangan membunuh jiwa tanpa hak, sebagaimana firman Allah swt,

ولا تقتلوا النفس التي حرم الله إلا بالحق

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan alasan yang benar.” (QS. al Isra’: 33)

Di dalam teks-teks al Qur’an dan Hadist tidak didapati secara khusus hukum aborsi, tetapi yang ada adalah larangan untuk membunuh jiwa orang tanpa hak, sebagaimana firman Allah swt,

ومن يقتل مؤمنا متعمدا فجزاؤه جهنم خالدا فيها وغضب الله عليه ولعنه وأعد له عذابًا عظيمًا

“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang besar.” (QS. An Nisa:93)

Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwasanya Rosulullah saw bersabda,

إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خلقه في بطن أمه أربعين يوما ثم يكون في ذلك علقة مثل ذلك ثم يَكُونُ في ذلك مُصْعَة مثل ذلك ثُم يُرسل الملك فينفخ فيه الروح ويُؤمر بأربع كلمات بكتب رزقه وأجله وعمله وشقي أو سعيد

“Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah segumlah darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang bahagia.” (Bukhari dan Muslim)

Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut:

Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh

Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga pendapat:

Pendapat Pertama:

Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. (Hasyiat Al Qalyubi: 3/159)

Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, Syafi’i, dan Hambali. Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya. (Syarah Fathul Qadir: 2/495)

Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Mas’ud di atas yang menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.

Pendapat kedua:

Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram.

Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh, demi untuk kehati-hatian Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang ulama dari madzhab Syafi’l (Hasyiyah Ibnu Abidin: 6/591, Nihayatul Muhtaj: 7/416)

Pendapat ketiga:

Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa air mani sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan. Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir, Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi (Syareh Kabir: 2/267, Ihya Ulumuddin: 2/53, Inshof: 1/386)

Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan), telah dianggap benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.

Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

 

Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh

Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di atas. Janin yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia telah menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.

Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:

Pendapat Pertama:

Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap haram, walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas Ulama.

Dalilnya adalah firman Allah swt,

ولا تقتلوا النفس الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.” (Q.S. Al Israa’: 33)

Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang keberadaan janin merupakan sesuatu yang pasti dan yakin, maka sesuai dengan kaidah fiqhiyah: “Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh dihilangkan dengan sesuatu yang masih ragu.”, yaitu tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup rohnya yang merupakan sesuatu yang pasti, hanya karena kawatir dengan kematian ibunya yang merupakan sesuatu yang masih diragukan. (Hasyiyah Ibnu Abidin: 1/602).

Selain itu, mereka memberikan permisalan bahwa jika sebuah perahu akan tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika sebagian penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.

Pendapat Kedua:

Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal itu merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin, karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum yakin dan keberadaannya terakhir. (Mausu’ah Fiqhiyah: 2/57)

Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak benarnya. Wallahu A’lam.

Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syar’i hukumnya adalah haram dan termasuk katagori membunuh jiwa yang diharamkan Allah swt.

Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu aborsi yang bertujuan untuk penyelamatan jiwa, khususnya janin yang belum ditiupkan roh di dalamnya. (Halal dan Haram dalam Pengobatan)

Sumber: Kumpulan Makalah dan Ringkasan Fiqih, Ayub Subekti, Ma’had Aly Al Islam, Hal 120-125