Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Apa saja yang memabukkan hukumnya haram, baik banyak maupun sedikit,” (Shahih, HR Abu Dawud [3681]).
Diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Setiap yang memabukkan itu hukumnya haram. Jika satu farraq dapat memabukkan maka sepenuh telapak tanganpun juga haram,” (Shahih, HR Abu Dawud [2687]).
Dari Sa’id bin Abi Waqash r.a, dari Nabi saw. bersabda, “Aku melarang kalian dari setiap minuman sedikit yang banyaknya dapat memabukkan.” Ada beberapa hadits lain dalam bab ini yakni dari Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr, Ali bin Thalib, Khawat bin Jubair dan Zaid bin Tsabit r.a.
Kandungan Bab:
- An-Nasa’i dalam kitab Sunannya (VII/301) berkata, “Hadits ini merupakan dalil diharamkannya minuman memabukkan baik sedikit maupun banyak. Tidak seperti yang dikatakan oleh para penipu diri sendiri yang mengharamkan tergukan terakhir dan menghalalkan tegukan-tegukan sebelumnya yang sudah diminum. Para ulama tidak berselisih pendapat bahwa mabuk total tidak harus muncul pada tegukan terakhir walaupun tegukan pertama, kedua dan seterusnya tidak memabukkan. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita.”
Az-Zaila’i menukil ucapan ini dalam kitabnya Nisbu Raayah (IV/302) dan menyetujui hal ini.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata dalam kitab Tahdzibus Sunnan (V/263), “Kemudian sesungguhnya tujuan qiyas jaly itu adalah untuk menyamakan hukum antara dua perkara. Sebab haramnya meminum sedikit anggur sudah menjadi kesepakatan para ulama walaupun belum memabukkan. Sebab nafsu seseorang tidak akan puas hanya pada batas tidak yang memabukkan. Minum sedikit akan menjurus kepada yang banyak. Itulah makna sebenarnya untuk semua jenis minuman memabukkan. Pembedaan antara yang sedikit dan banyak berarti membedakan dua hal yang sama dan ini adalah perbedaan yang bathil. Kalau sekiranya dalam masalah ini tidak ada cara lain dalam pengambilan hukum selain qiyas, niscaya itu saja sudah cukup untuk mengharamkannya. Apalagi dalam masalah ini terdapat nash-nash yang telah kita sebutkan yang tidak ada cacat dalam sanadnya, tidak ada kesamaran dalam maknanya. Bahkan nash-nash tersebut shahih dan jelas. Semoga Allah memberikan taufiqnya kepada kita.”
As-Sindi dalam catatan kaki terhadap Sunnan an-Nasa’i (VIII/300) berkata, “Apa saja yang dapat mengakibatkan mabuk ketika diminum banyak maka hukumnya haram baik sedikit maupun banyak, walaupun jika diminum sedikit tidak memabukkan. Demikian pendapat jumhur ulama dan dipegang oleh ulama kita madzhab Hanafi. Adapun yang berpegang dengan pendapat bahwa hukumnya haram ketika membuat si peminum mabuk, namun sebelum itu hukumnya halal, pendapat ini telah dibantah oleh muhaqqiq sebagaimana bantahan yang telah diutarakan oleh penulis.”
- Al-Baghawi dalam kitabnya Syarah Sunnah (XI/353) berkata, “Pada sabda beliau, ‘Apa yang memabukkan banyaknya, maka sedikitnya pun haram hukumnya,” merupakan bukti haramnya jenis minuman yang memabukkan, bukan tergantung pada sifat memabukkan. Bahkan tegukan pertama sudah dikatakan haram dan harus diberi sangsi hukum seperti sangsi tegukan terakhir yang mengakibatkan mabuk. Sebab semua bagian minuman tersebut memiliki kadar memabukkan yang sama.
Contohnya, apabila kadar za’faran sedikit, tidak dapat dipakai untuk mewarnai pakaian kecuali bila ditambahkan sebagian lagi. Apabila kadarnya semakin banyak maka mulailah nampak warnanya. Jadi dzat pewarna itu ada di setiap bagiannya, tidak hanya pada bagian akhir saja. Demikianlah pendapat mayoritas ulama ahli hadits.”
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata dalam Tahdzibus Sunnan (V/264), “Sudah sangat jelas bahwa minuman yang memabukkan jika diminum saja faraq maka sepenuh telapak tanganpun hukumnya juga haram walaupun tidak sampai memabukkan. Bagi siapa yang mengira bahwa pengharaman yang pada tegukan terakhir berarti ia keliru. Sebab mabuk pada tegukan akhir merupakan efek dari gabungan tegukan awal hingga akhir. Jika keduanya dipisah pasti tidak akan berpengaruh. Peristiwa ini seperti suapan akhir yang menimbulkan kenyang dan tegukan terakhir yang menimbulkan hilangnya dahaga dan penyebab-penyebab lainnya yang dapat terjadi setelah sebab-sebab itu sempurna secara bertahap sedikit demi sedikit.”
Apabila minuman itu dapat memabukkan pada kadar tertentu, berarti kadar yang sedikitpun juga berhukum haram. Sebab sedikit merupakan bagian dari yang banyak, walaupun dapat dipastikan jika diminum sedikit tidak akan memabukkan. Tentunya masalah ini sudah sangat jelas.
Syaikh kami berkata dalam kitab ash-Shahihah (I/190), “Dan juga pembolehan minum sedikit yang tidak menimbulkan mabuk dari yang banyak dan dapat memabukkan adalah kaidah yang tidak dapat diamalkan. Sebab hal itu tidak mungkin diketahui, karena berkaitan dengan sedikit banyaknya kadar unsur alkohol yang terdapat dalam minuman itu. Boleh jadi dengan meneguk sedikit saja sudah memabukkan, karena kadar alkohol yang ada dalam minuman terlalu tinggi dan boleh jadi setelah diminum banyak tidak menimbulkan reaksi mabuk. Hal ini juga berkaitan dengan perbedaan kondisi dan kesehatan orang yang minum itu sendiri, sebagaimana yang sudah dimaklumi.”
Hikmah syar’iyah bertentangan dengan pendapat yang membolehkan minuman seperti itu. Syari’at mengatakan, “Tingkalkan perkara yang meragukanmu kepada hal yang tidak meragukanmu” dan “Barangsiapa berada di dekat tempat terlarang dikhawatirkan akan terprosok ke dalamnya.”
Ketahuilah bahwa adanya pendapat-pendapat madzhab yang menyelisihi sunnah dan qiyas, mengharuskan seorang muslim yang mengetahui agamanya yang kasih sayang pada dirinya, agar ia tidak menyerahkan kepemimpinan akal fikiran dan akidahnya kepada orang yang tidak ma’shum, bagaimanapun tinggi tingkat keilmuan, ketaqwaan dan keshalihan orang tersebut. Bahkan apabila ia memiliki kemampuan, hendaklah ia mengambil langsung dari tempat pengambilan mereka, yakni dari Al-Qur’an dan Sunnah. Jika tidak, maka hendaklah ia bertanya kepada orang yang ahli dalam perkara tersebut. Allah SWT berfirman, “Maka tanyakan kepada ahli ilmu jika kamu tidak mengetahui,” (An-Nahl: 43).
Disamping itu kami juga meyakini, mereka yang berpendapat seperti ini dari kalangan ulama yang telah kita isyaratkan tadi mereka mendapatkan pahal berdasarkan sebuah hadits terkenal. Sebab mereka bermaksud mencari kebenaran dan tetapi mereka dalam masalah ini keliru. Adapun bagi pengikut-pengikut mereka yang telah mengetahui hadits-hadits yang telah kami singgung, kemudian bersikeras untuk mengikuti kekeliruan mereka serta enggan mengikut hadits-hadits yang telah disebutkan diatas, maka tidak diragukan lagi bahwa mereka ini berada dalam kesesatan yang nyata dan termasuk dalam ancaman hadits yang telah kita cantumkan.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/182-188.