Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu),” (Al-Maadiah: 90-91).
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa minum khamr semasa di dunia dan belum sempat bertaubat maka diharamkan untuknya minum di akhirat kelak,” (HR Bukhari [5575] dan Muslim [2003]).
Dalam riwayat lain tercantum, “Setiap yang memabukkan itu khamr dan setiap yang memabukkan itu haram. Barangsiapa minum khamr di dunia kemudian meninggal sementara ia pecandu khamr serta tidak bertaubat maka ia tidak akan meminumnya nanti di akhirat,” (HR Muslim [2003]).
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a, bahwasanya seorang lelaki datang dari Jaisyan (negeri Yaman) lalu ia bertanya kepada Nabi saw. tentang hukum minuman dari jagung yang sering mereka minum di negeri mereka. Minuman tersebut bernama mirz. Lalu Nabi saw. bertanya, “Apakah minuman itu memabukkan?” Lelaki itu menjawab, “Benar.” Lalu Rasulullah saw. bersabda, “Setiap yang memabukkan itu haram hukumnya dan sesungguhnya Allah SWT telah berjanji bahwa orang yang minum minuman memabukkan akan diberi minuman thinah al-khahal.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan thinah al-khahal?” Beliau menjawab, “Keringat penghuni neraka atau air kotoran penghuni neraka,” (HR Muslim [2002]).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Barangsiapa minum khamr, maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama empat puluh hari. Namun jika ia bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Apabila mengulanginya kembali maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama empat puluh hari. Jika ia kembali bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Apabila mengulanginya kembali maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama empat puluh hari. Jika ia kembali bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Apabila untuk yang keempat kalinya ia ulangi lagi maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama empat puluh hari dan jika ia bertaubat Allah tidak akan menerima lagi taubatnya dan akan memberinya minuman dari sungai al-khahal’.” Ditanyakan, “Wahai Abu Abdurrahman apa yang dimaksud dengan sungai al-khahal?” Ia menjawab, “Sungai yang berasal dari nanah penghuni neraka,” (Shahih, HR at-Tirmidzi [1862]).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Jibril mendatangiku dan berkata, ‘Ya Muhammad, sesungguhnya Allah SWT melaknat khamr, orang yang memerasnya, yang meminta peras, peminumnya, pembawanya, orang yang menerimanya, penjualnya, pembelinya, yang memberi minum dan yang diberi minum’,” (Shahih lighairihi, HR Ahmad [I/316] dan Ibnu Hibban [5356]).
Masih diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Apabila pecandu khamr meninggal maka akan menemui Allah seperti penyembelih berhala,” (Shahih, lihat kitab ash-Shahihah [677]).
Masih diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Khamr itu adalah induk dari segala kekejian dan dosa besar yang terbesar. Barangsiapa yang meminumnya berarti ia telah berbuat zina terhadap ibu dan bibinya,” (Hasan, lihat dalam kitab ash-Shahihah [1853]).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Khamr itu induk segala kotoran, barangsiapa yang meminumnya Allah tidak akan menerima shalatnya selama empat puluh hari dan apabila ia meninggal sementara di dalam perutnya terdapat khamr berarti ia mati jahiliyyah,” (Hasan, lihat dalam kitab ash-Shahihah [1854]).
Diriwayatkan dari Abu Darda’ r.a, ia berkata, “Kekasihku telah berwasiat kepadaku, ‘Jangan kamu minum khamr sebab khamr adalah kunci dari segala keburukan,” (Shahih, HR Ibnu Majah [3371]).
Hadits yang berkaitan dengan bab ini sangat banyak dan sampai pada deraja mutawatir.
Kandungan Bab:
- Pengharaman keras terhadap khamr. Yang demikian itu berdasarkan al-Qur’an, Sunnah, ijma’ dan termasuk hal-hal yang diketahui dalam agama Islam secara pasti.
- Sebagian orang yang sekarang yang tidak memiliki ilmu berusaha untuk memutar balikkan ayat al-Qur’an yang mengharamkan khamr, sementara pengharaman yang ada dalam al-Qur’an dapat ditinjau dari beberapa sisi:
- Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Baari (X/31) menukil, Abu al-Laits as-Samarqandi berkata, “Ketika ayat tentang khamr turun menyatakan, bahwa khamr itu najis termasuk perbuatan syaitan dan diperintahkan untuk menjauhinya, memiliki makna yang sama dengan firman Allah, ‘Maka jauhilah olehmu berhala-berhala najis itu’,” (Al-Hajj: 30]).
Abu Ja’far an-Nuhaisi menyebutkan bahwasanya sebagian mereka mengharamkan khamr berdalil dengan firman Allah SWT, “Katakanlah, ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar’,” (Al-A’raf: 33).
Dan Allah juga berfirman tentang khamr dan judi, “Di dalamnya terdapat dosa besar dan manfaat bagi manusia,” (Al-Baqarah: 219]).
Ketika Allah mengabarkan bahwa di dalam khamr itu terdapat dosa besar lalu dijelaskan lagi dengan pengharaman dosa tersebut maka jelaslah bahwa hukum khamr itu haram.
Ia berkata, “Adapun orang yang berpendapat bahwa penamaan khamr dengan kata dosa tidak kami dapati asalnya dari hadits, bahasa Arab dan tidak juga dari perkataan sya’ir, ‘Ku minum khamr hingga akalku hilang, demikian juga dosa dapat membuat akal hilang’.”
Sesungguhnya dia menggunakan kata “itsm” sebagai ganti kata khamr secara kiasan yang artinya bahwa khamr itu bisa menimbulkan perbuatan dosa.
- Syaikh Muhammad Rasyid Ridha telah membahas masalah ini dengan pembahasan yang bagus dalam kitab Tafsiir al-Manaar (VII/63). Ia berkata, “Kami akan jelaskan penguat-penguat yang lebih jelas daripada apa yang telah mereka jelaskan. Kami katakan:
Pertama: Bahwasanya Allah mengatakan khamr dan judi itu adalah najis. Dalam kata najis sendiri menunjukkan sesuatu yang paling buruk dan kotor. Oleh karena itu, kata ini disebutkan juga untuk berhala yang merupakan makna dari kata kotor.
Sebagaimana yang diketahui dari beberapa ayat, bahwa Allah telah menghalalkan benda-benda yang baik dan mengharamkan yang kotor. Dan Nabi saw. sendiri telah bersabda, ‘Khamr itu induk dari segala kotoran.’
Beliau juga bersabda, ‘Khamr itu adalah induk dari segala kekejian dan dosa besar yang terbesar. Barangsiapa yang meminumnya berarti ia telah menzinahi ibu dan bibinya.’
Kedua: Kata “Innama” di awal kalimat yang berarti “hanyalah”, menunjukkan celaan yang keras terhadap khamr. Seakan-akan beliau bersabda, ‘Tidaklah khamr dan judi itu melainkan najis yang tidak mengandung kebaikan sedikitpun’.
Ketiga: Penyebutan khamr dan judi disertakan dengan kata anshab (berkurban untuk berhala) dan azlam (mengundi nasib dengan anak panah) yang merupakan perbuatan penyembah berhala dan kesyirikan, khurafat. Oleh karena itu, dalam menafsirkan ayat ini para ahli tafsir mencantumkan hadits, ‘Apabila pecandu khamr meninggal maka ia akan menemui Allah seperti penyembah berhala.’
Keempat: Allah menetapkan perbuatan minum khamr dan judi termasu salah satu perbuatan syaitan, sebab dapat menimbulkan berbagai kejahatan dan perbuatan yang melampui batas. Bukankah perbuatan syaitan merupakan penyebab kemarahan Dzat Yang Mahapengasih?
Kelima: Allah menyebutkan perintah untuk meninggalkan khamr dan judi dengan kata al-ijtinaab (jauhi) yang merupakan kata perintah terkeras. Sebab kata ini mengandung makna meninggalkan sekaligus menjauhkan diri dari benda tersebut. Dengan demikian orang-orang yang meninggalkannya berada di satu sisi yang letaknya jauh dari benda yang ditinggalkan. Oleh karena itu kita dapat melihat bahwa al-Qur’an tidak menggunakan kata ijtinaab kecuali untuk perkara syirik, segala sesuatu yang disembah selain Allah dan ridha dengan penyembahan itu yang mencakup perbuatan syirik, penyembahan berhala dan seluruh perbuatan melanggar batas, meninggalkan semua dosa-dosa besar dan perkataan dusta yang merupakan dosa-dosa besar. Allah SWT berfirman, “Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta,” (Al-Hajj: 30).
“Dan jauhkanlah thaghut itu,” (An-Nahl: 36).
Demikian juga seperti firman Allah, “Dan orang-orang yang menjauhi thaghut yaitu tidak menyembahnya,” (Az-Zumar: 17).
Dan Allah juga berfirman, “Yaitu orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan kecil,” (An-Njam: 3]).
Keenam: Allah menetapkan bahwa dengan menjauhi khamr dan judi akan membawanya kepada keselamatan dan kesuksesan. Berarti bagi yang melaksanakannya dapat menyebabkan kerugian dan kegagalan di dunia dan akhirat.
Ketujuh dan Kedelapan: Allah menjadikan khamr dan judi sebagai sumber permusuhan dan kebencian yang merupakan pokok kerusakan dunia terjelek yang menjurus ke berbagai pelanggaran hukum yang berkaitan dengan harta, kehormatan dan jiwa. Oleh karena itula khamr dinamakan dengan penghalang shalat.
Kesebelas: Perintah untuk menghentikan keduanya dalam bentuk pertanyaan dan disertai huruf fa’ sababiyyah. Dan apakah benar pemisahan antara sebab dan musabab? Pada ayat berikutnya terdapat tiga penegas lainnya yang akan kita cantumkan satu persatu dengan penegas sebelumnya.
Kedua belas: Firman Allah, “Dan taatilah Allah dan taatilah Rasul…” (Al-Maadiah: 92).
Artinya taatilah Allah Ta’ala yang telah memerinahkan kamu untuk menjauhi khamr, judi dan lain-lain sebagaimana kamu menjauhi anshab dan azlam atau lebih menjauhinya dari segala sesuatu. Dan taatilah Rasul yang telah menjelaskan kepadamu apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Diantaranya sabda belialu, “Setiap yagn memabukkan itu khamr dan setiap yang memabukkan itu haram.”
Ketiga belas, “Firman Allah, “Dan berhati-hatilah…” (Al-Maaidah: 92).
Yakni berhati-hatilah jangan sampai mendurhakai Allah dan Rasul-Nya. Atau berhati-hati terhadap fitnah dunia dan siksa akhirat yang akan menimpa kalian jika kalian menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya. Karena sesungguhnya tidak diharamkan bagi kalian kecuali apa yang akan membahayakan kalian baik di dunia dan akhirat kalian.
Firman Allah, “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih,” (An-Nuur: 63).
Keempat belas: Peringatan dan ancaman. Allah berfirman, “Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang,” (Al-Maaidah: 92).
Yakni jika kalian berpaling dan enggan untuk taat maka ketahuilah bahwasanya kewajiban Rasul Kami hanyalah menjelaskan agama dan syari’at Kami kepada kalian. Dan ia telah menyampaikan dan menjelaskannya kepada kalian dan menjelaskan hikmah hukum-hukumnya. Adapun tugas Kami menghisab amalan dan memberi siksaan yang nantinya akan kalian saksikan sendiri, sebagiamana Allah berfirman juga, “Tugasmu hanya menyampaikan dan Kami bertugas untuk menghukum,” (Ar-Ra’d: 40).
Dan sesungguhnya perhitungan amal itu bertujuan untuk pemberian balasan.
Tidak ada sesuatu pun yang diharamkan dalam al-Qur’an yang ditegaskan dengan berbagai penegas seperti ini atau yang mirip seperti ini. Hikmahnya adalah karena minum khamr dan judi dapat menimbulkan fitnah yang sangat besar di tengah masyarakat, dan untuk menghindari takwil yang mereka lakukan terhadap hukum-hukum agama yang menyelisihi hawa nafsu mereka kepada makna-makna lain. Dan juga sebagaimana yang dilakukan kaum muslimin yang fasik yang menghalalkan beberapa jenis khamr dan memakannya dengan nama lain. Mereka katakan, ini minuman dari kurma, atau minuman ini tidak memabukkan kecuali diminum banyak, si fulan dan si fulan mengatakan halal jika ukurannya tidak memabukkan. Mereka katakan ucapan ini terhadap minuman khamr. Padahal apabila mereka minum, pasti minuman itu akan membuat mereka mabuk.
Bahkan ada orang yang melampui batas kefasikannya nekat mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut tidak menunjukkan keharaman khamr sebab Allah berfirman, “Jauhilah!” Allah tidak mengatakan Aku telah mengharamkannya maka tinggalkanlah. Allah berfirman, “Apakah kalian berhenti?” Allah tidak mengatakan berhentilah meminumnya. Sebagian ada yang mengatakan, “Allah menanyakan, apakah kalian mau berhenti?” Kami menjawab, “Tidak.” Kemudian ALlah diam maka kami pun ikut diam.”
Benarlah apa yang disebutkan ayat tentang mereka, “Mereka membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan…” (Al-Maaidah: 57).
Mungkin juga dapat dikatakan, “Sesungguhnya bermain-main seperti ini tidak akan dilakukan oleh orang yang memiliki keimanan yang shahih. Wal’iyaa-dzubillah Ta’ala.
- Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Baari (X/31) menukil, Abu al-Laits as-Samarqandi berkata, “Ketika ayat tentang khamr turun menyatakan, bahwa khamr itu najis termasuk perbuatan syaitan dan diperintahkan untuk menjauhinya, memiliki makna yang sama dengan firman Allah, ‘Maka jauhilah olehmu berhala-berhala najis itu’,” (Al-Hajj: 30]).
- Khamr merupakan induk segala kekejian dan kotoran yang dapat menimbulkan berbagai kemaksiatan, kehancuran dan dosa besar yang membinasakan. Seperti pembunuhan, perampokan dan melanggar kehormatan yang semuanya itu merupakan kunci segala kejahatan. ‘Iyadz billah.
- Pengharaman segala bentuk muamalah yang berkaitan dengan khamr, baik yang meminum, membawa, menjual, menghadiahkan, atau menjadikannya obat, mereka semua mendapat laknat melalui lisan Muhammad saw.
- Hadits-hadits yang menjelaskan bahwa peminum khamr seperti penyembah Laata, Uzza dan pecandunya seperti penyembah berhala, ditujukan kepada orang-orang yang menghalalkannya, dan berkeyakinan khamr itu halal.
Ibnu Hibban berkata dalam kitab Shahihnya (XII/167), “Sepertinya makna hadits tersebut ialah, barangsiapa menemui Allah sementara ia pecandu khamr dan menghalalkannya berarti ia menemui-Nya sebagaimana penyembah berhala karena posisinya sama-sama kafir.”
Saya katakan, “Dan ini berlaku dalam ushul ahli sunnah dan hadits dari kalangan salafus shalih bahwa mereka tidak mengkafirkan pelaku maksiat kecuali jika ia menghalalkan perbuatan tersebut. Kepada makna inilah dibawa hadits Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidaklah seorang pezina itu dikatakan mukmin ketika ia sedang berzina, tidak seorang peminum khamr dikatakan mukmin ketika ia sedang minum khamr dan tidaklah pencui itu dikatakan mukmin ketika ia sedang mencuri,” (HR Bukhari [2475]).
Masalah ini telah saya bahas secara terperinci pada mukaddimah kitab Tahdzir Ahlil Iman ‘Anil Bighairi Maa Anzalar Rahmaan halaman 22-52 bagi yang berminat silahkan lihat.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/172-182.