Diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata, pernah ditanyakan kepada Rasulullah saw. tentang bit’u (minuman keras yang terbuat dari madu dan biasa dikonsumsi penduduk Yaman).” Lantas Rasulullah saw. bersabda, “Semua minuman yang memabukkan hukumnya haram,” (HR Bukhari [5575]).
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, ia berkata, “Umar pernah khutbah di atas mimbar Rasulullah saw., ia berkata, ‘Sesungguhnya telah diturunkan hukum pengharaman khamr yang terbuat dari lima bahan: anggur, kurma, gandum hinthah, gandum sya’ir dan madu. Khamr adalah apa saja yagn dapat menghilangkan akal’,” (HR Bukhari [5588] dan Muslim [3032]).
Diriwayatkan dari Sa’id bin Abi Burdah dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata, “Ketika dari Mu’adz diutus Rasulullah saw. ke negeri Yaman, beliau bersabda, “Permudahlah dan jangan kalian persulit! Gembirakan dan jangan kalian membuat orang lari! Hendaklah kalian berdua saling bahu membahu.”
Abu Musa bertanya, “Ya Rasulullah, kami berada di daerah pembuat minuman dari madu yang disebut bit’u dan dari gandum sya’ir yang disebut mizr.” Lalu beliau menjawab, “Semua yang memabukkan itu hukumnya haram,” (HR Bukhari [6124] dan Muslim [1733]).
Diriwayatkan dari an-Nu’man bin Basyir r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya ada jenis khamr yang terbuat dari anggur, khamr yang terbuat dari madu, khamr yang terbuat dari gandum dan khamr yang terbuat dari gandum sya’ir,” (Shahih lighairihi, Abu Dawud [3676], at-Tirmidzi [1872] dan ibnu Majah [3379]).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Khamr terbuat dari dua pohon ini, kurma dan anggur,” (HR Muslim [1989]).
Kandungan Bab:
- Khamr ialah apa saja yang dapat menghilangkan akal, itulah yang disebut minuman yang memabukkan. Oleh karena itu, memabukkan adalah sebab diharamkannya khamr dan riwayat yang mencantumkan bahwa pengharaman khamr itu karena benda (subtansi) khamr itu sendiri tidak shahih.
- Al-Baghawi berkata dalam kitab Syarah Sunnah (II/352), “Hadits-hadits ini merupakan bukti jelas atas kebathilan pendapat yang mengatakan bahwa khamr hanya juice anggur atau kurma mentah yang masih keras. Juga menunjukkan bathilnya perkataan yang mengatakan bahwa tidak dikatakan khamr kecuali yang terbuat dari anggur, kismis, kurma segar atau kurma kering. Yang benar semua yang memabukkan disebut khamr dan khamr adalah segala yang dapat menghilangkan akal. (kemudian ia menyebutkan hadits An-Nu’man). Hadits ini secara gamblang bahwa khamr itu bisa terbuat dari selain anggur dan kurma. Dan pengkhususan beberapa jenis buah, bukan berarti kalau dibuat dari selain lima jenis buah itu tidak dikataka khamr. Tetapi semua yang bermakna khamr seperti gandum hitam, jagung dan air nira memiliki hukum yang sama. Penyebutan lima jenis buah saja karena pada waktu itu khamr hanya diolah dari lima jenis buah itu. (Lalu ia menyebutkan h adits Abu Hurairah). Hadits ini tidak bertentangan dengan hadits an-Nu’man bin Basyir. Arti hadits Abu Hurairag: Kebanyakan khamr terbuat dari anggur dan kurma, yaitu kebanyakan orang biasanya membuat khamr dari anggur dan madu.”
Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata dalam kitab Tahdzibus Sunnan (V/263) selah ia mencantumkan beberapa hadits yang merupakan dilil dalam permasalahan bab ini, “Nash-nash shahih ini dengan jelas mengkategorikan minuman khamr walaupun dibuat dari selain anggur, sebagai khamr dalam istilah bahasa diturunkan dalam al-Qur’an. Dengan bahasa ini juga al-Qur’an berbicara kepada para sahabat tapi sibuk melakukan kias dalam menetapkan nama khamr, pada khamr itu banyak macamnya.”
Apabila secara nash telah ditetapkan nama minuman tersebut adalah khamr, maka pemberlakukan lafadz nash terhadap khamr sama persis dengan permberlakuan terhadap minuman anggur.
- Cara memahami yang lebih dekat dan sesuai dengan nash dan lebih mudah ini dapat menghindarkan dari kiayas yang dipaksakan untuk sebuah nama serta terhindar dari pengambilan secara analogi.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/182-185.