Syarat-syarat Hewan Kurban
Para ulama sepakat bahwa jenis hewan yang sah untuk dijadikan kurban adalah unta, sapi, kerbau, kambing (yang berbuluh tipis/ma’z) dan domba (kambing yang berbulu tebal/dha’n).
Menurut jenisnya hewan yang lebih utama dijadikan kurban secara urut adalah unta, sapi/ kerbau, domba, lalu kambing. Keutamaan tersebut karena mempertimbangkan fisik unta lebih besar dibanding sapi dan satu ekor sapi lebih utama dibanding satu ekor kambing karena satu ekor sapi setara dengan tujuh ekor kambing.
Dalam hal menyembelih hewan kurban, maka yang utama secara urut adalah satu kambing lebih utama dari pada sepertujuh unta, sapi atau kerbau. Tujuh kambing lebih utama daripada satu ekor onta, sapi atau kerbau. hewan Jantan lebih utama daripada hewan betina. Hewan gemuk lebih utama daripada lainnya.
Syarat Hewan Kurban
Jenis-jenis hewan kurban sebagaimana di atas harus memenuhi syarat sebagai berikut :
- Umur atau tanggal gigi depan.
Jenis hewan yang syaratnya ditentukan umur adalah:
- Unta harus sudah berumur genap 5 tahun dan memasuki tahun keenam.
- Sapi dan kerbau harus sudah berumur genap 2 tahun dan memasuki tahun ketiga.
- Kambing (bulu tipis/ma’z) harus sudah berumur genap 2 tahun dan memasuki tahun ketiga.
- Domba (berbulu tebal/dho’n) harus sudah berumur genap 1 tahun dan memasuki tahun kedua, atau belum genap umur 1 tahun namun sudah lebih enam bulan dan sudah tanggal gigi depannya (powel)
- Tidak sakit atau cacat yang mengurangi daging
Cacat yang mengurangi daging adalah :
- pincang (‘arja), termasuk pincang yang disebabkan penyakit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
- Buta salah satu mata (‘aura) atau keduanya (‘amya)
- terlalu kurus sehingga sumsum dagingnya mengering (ajfa’)
- kudisan yang tampak jelas (jarba’)
- telinga putus,
- ekor putus sebagian atau keseluruhan, namun jika tidak puya ekor dari lahir maka sah dibuat kurban.
- gila
Cacat-cacat yang yang tidak mempengaruhi berkurangnya daging, dapat digunakan untuk berkurban, seperti:
- sekedar lemah penglihatan (‘amsya’).
- ada cap kayy atau cos dengan besi panas (makwiyah)
- rabun malam (‘asywa’)
- telinga robek yang tidak sampai terputus, jika terputus walaupun hanya sebagian atau bahkan tidak punya telinga maka tidak sah dijadikan hewan kurban.
- tidak memiliki kantong susu, pantat, atau ekor sejak lahir.
- dikebiri (khashiyy) atau otot kedua pelirnya memar (mauju’).
- tidak memiliki tanduk atau tanduknya pecah yang tidak sampai menyebabkan rusak atau berkurangnya daging.
Distribusi Daging Kurban
Kurban Sunnah dan Ketentuan Pembagiannya
Terdapat tiga jenis tasharruf atau pembagian daging kurban yaitu memakan/akl, sedekah dan hadiah /ihda’. Ketentuan tasharruf daging kurban berdasar pada status wajib dan sunahnya kurban.Dalam pembagian daging kurban sunnah, berlaku tiga istilah tersebut di atas, yaitu:
- Memakan
Pengkurban memakan sebagian dari daging kurban sunnah hukumnya sunnah bahkan sangat dianjurkan mengingat ada ulama yang mewajibkan. Yang paling utama, kadar yang dimakan pekurban adalah satu atau dua luqmah, menurut Qaul Qadim Imam Syafi’i sunnah memakan separuhnya, dan sunah sepertiganya menurut Qaul Jadid Imam Syafi’i. Utamanya lagi yang dimakan adalah hatinya (kabid)
- Sedekah
Pengkurban wajib menyedekahkan sebagian daging kurban kepada orang miskin. Bagian yang disedekahkan harus berupa daging murni (bukan kulit, tulang, hati, jeroan atau lemak), segar (bukan yang sudah dimasak atau didendeng). Kadar minimal daging yang disedekahkan adalah ukuran dari daging yang menurut uruf disebut daging, bukan secuil daging yang tidak pantas. Orang fakir yang telah menerima bagian dari hewan kurban tersebut mempunyai hak milik penuh untuk tasharruf termasuk menjualnya.
- Menghadiahkan (ihdā’).
Pengkurban boleh memberikan sebagian daging kurban sebagai hadiah untuk orang yang kaya baik dalam bentuk mentah atau sudah dimasak. Menghadiahkan bisa dengan cara mengirim atau mengundang dan menjamunya makan. Pemberian ini bukan sebagai tamlik, sehingga apa yang diterima hanya terbatas untuk dimakan atau untuk diberikan kepada orang lain sebagai hadiah misalnya diberikan kepada keluarganya, atau orang kaya yang lain atau diberikan kepada orang fakir miskin sebagai sedekah. Orang kaya yang menerima daging kurban sebagai hadiah tidak diperbolehkan menjualnya. Demikian pula memberikannya kepada hewan seperti kucing.
Pembagian daging kurban sunnah memiliki tiga tingkatan keutaman sebagai berikut:
- Afdlal 1 (Utama I), yaitu mudlahhi (orang yang berkurban) hanya mengambil satu, dua atau tiga dari daging kurbannya, utamanya yang dimakan kabid (hatinya) dan sisanya disedekahkan kepada fakir miskin.
- Afdlal 2 (utama II), yaitu mudlahhi mengambil dan memakan sepertiga dari daging kurbannya, kemudian sisanya (dua pertiga) disedekahkan semua kepada fakir miskin.
- Afdlal 3 (Utama III), yaitu mudlahhi (orang yang berkurban) mengambil sepertiga daging kurbannya untuk dirinya dan keluarganya, kemudian membagikan sepertiganya sebagai sedekah kepada fakir miskin, dan sepertiganya sebagai hadiah kepada orang kaya atau mampu.
Adapun kurban wajib, maka semuanya harus diberikan kepada fakir miskin, si pekurban tidak boleh memakannya atau menghadiahkannya kepada orang kaya.
Hukum Menjual Kulit Hewan Kurban
pengkurban diharamkan menjual apapun dari bagian hewan kurban termasuk kulit, kepala dan tulang baik kurban wajib maupun sunnah. Yang dimaksud menjual bukan hanya dengan menukarnya dengan uang namun termasuk pula menukarkannya dengan jasa atau dengan meyewakannya. Larangan ini bukan hanya untuk pengkurban, namun juga panitia kurban atau wakil. Bahkan orang-orang yang menerima bagian daging kurban yang tidak termasuk orang miskin juga diharamkan menjual bagiannya, karena mereka ini tidak mempunyai hak milik yang sempurna atas daging yang telah ia terima.
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِّيَتِهِ فَلاَ أُضْحِيَةَ لَهُ (سنن البيهقي : ج9 –ص294)
“Siapa yang menjual kulit hewan qurbannya, maka dia tidak dianggap berkurban.” (HR. Baihaqi).
Hanya orang-orang miskin saja yang bisa menerima bagian hewan kurban dan boleh menjualnya, karena kepemilikan mereka atas hewan kurban adalah kepemilikan yang sempurna.
Agar tidak terjadi praktik penjualan kulit kurban, baik oleh panitia, orang yang berkurban, dengan alasan biaya operasional, biaya perawatan atau biaya penyembelihan pembagian daging kurban, maka semua biaya tersebut dibebankan kepada orang yang berkurban (mudhohhi)
Kurban atas nama orang lain
Kurban atas nama orang lain, baik yang masih hidup atau meninggal dunia hukumnya sah dengan catatan mendapat izin dari orang tersebut. Adapun atas nama orang yang sudah meninggal, maka ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa sah jika diwasiatkan oleh orang tersebut sebelum dia meninggal.
Pendapat kedua menyatakan sah tanpa syarat apapun. Pendapat kedua beralasan bahwa kurban itu seperti sedekah, sebagaimana ulama sepakat akan sedekah atas nama mayit, meskipun tanpa seizin mayit maka begitu pula kurban.
Waktu dan Cara Penyemblihan Kurban
Untuk waktu kurban, maka dimulai dari tanggal 10 Dzulhijjah setelah masuk waktu dhuha dan sudah melewati kadar waktu yang cukup untuk melaksanakan shalat dua rekaat dan dua kali khutbah sampai dengan tenggelamnya matahari di tanggal 13 Dzulhijjah.
Adapun syarat penyemblihan adalah :
- Dilakukan oleh seorang muslim atau ahli kitab yang halal sembelihannya.
- Pada hewan yang maqduur alaih (mudah dikendalikan) Memotong hulqum (tenggorokan/saluran nafas) dan marii’ (saluran makanan) dalam satu penyembelihan.
- Pada hewan yang tidak maqdur alaih (kabur atau mengamuk) maka diperbolehkan melemparkan benda tajam (panah atau pistol) dengan niat menyembelih, namun jika setelah lumpuh dan hewan masih memungkinkan untuk disembelih normal, maka lakukan penyemblihan secara normal.
Beberapa adab menyembelih :
- Dilakukan oleh pekurban jika mampu, jika tidak mampu, maka bisa diwakilkan kepada yang lain.
- Pekurban dan keluarganya menyaksikan prosesi penyemblihan.
- Menajamkan alat sembelih.
- Tidak menampakkan alat sembelih di hadapan hewan kurban.
- Tidak melakukan sembelihan di hadapan hewan kurban lainya.
- Membaringkan hewan kurban di atas lambung kiri dan menghadapkannya ke arah kiblat dan penyembelihpun menghadap arah kiblat.
- Saat menyembelih membaca takbir, basmalah, lalu takbir, shalawat atas Nabi dan membaca “Allahumma hadzihi minka wa ilaika fataqabbal minni” (Ya Allah hewan ini dari-Mu dan aku persembahkan untuk-Mu, maka terimalah ibadahku ini.” jika dilakukan oleh pekurban sendiri, jika menyembelih untuk orang lain, maka pada lafadz “Taqabbal min (menyebutkan nama pekurban)”
Hukum menggabungkan Niat Kurban dan Aqiqah
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini :
- Menurut Ibnu Hajar Al-Haitami, jika hal ini terjadi maka hewan kurbannya tiak sah sebagai kurban dan juga tidak sah sebagai aqiqah, dia hanya menjadi sedekah biasa. Karena menurut beliau ibadah kurban dan aqiqah adalah dua hal yang berbeda dan tidak bisa digabungkan.
- Sedangkan menurut Imam Syamsuddin Ar-Ramli, kedua-duanya sah sebagai kurban dan aqiqah.
Kurban iuran siswa sekolah
Di beberapa sekolah biasanya para santri dianjurkan untuk iuran lalu hasil iuran tersebut dibelikan kambing dan dipotong sebagai ajang latihan kurban.
Praktek seperti ini tidak sah sebagai kurban dan hanya menjadi sedekah. Namun apabila para siswa sepakat menghadiahkan kambing tadi kepada salah seorang teman atau gurunya, lalu guru atau temannya tadi berkurban dan meniatkan menyertakan pahala kurban bagi teman-temannya maka ini sah sebagai kurban dan pahalanya sampai kepada yang disertakan.