Diriwayatkan dari Miqdam bin Ma’di Karib r.a, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidak ada kantung yang lebih buruk yang diisi oleh bani Adam selain perutnya sendiri. Cukuplah baginya beberapa suapan untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika terpaksa maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk bernafas’,” (HR Tirmidzi [2380]).
Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqash r.a, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Akan muncul nanti suatu kaum yang makan dengan lidah-lidah mereka sebagaimana sapi makan rumput’,” (Shahih, HR Ahmad [I/175]).
Kandungan Bab:
- Bab ini, khususnya hadits Miqdam di atas merupakan kaidah umum dalam ilmu kesehatan. Kalaulah manusia mau mengamalkannya niscaya mereka akan terhindar dari segala jenis penyakit dengan izin Allah. Karena kenyang merupakan segala sumber dari segala penyakit. Perut adalah sarang penyakit sedang pencegahannya merupakan modal penyembuhan.
- Petunjuk Rasulullah saw. dan para sahabat beliau adalah menyedikitkan makan dan minum. Oleh sebab itulah Rasulullah saw. mengabarkan bahwa kegemukan akan muncul setelah kurun yang utama yang telah dipersaksikan kebaikannya. Dalam sabda Nabi disebutkan, “Sebaik-baik manusia adalah pada kurunku, kemudian manusia pada kurun sesudahnya, kemudian manusia pada kurun sesudahnya. Kemudian akan datang satu kaum yang bersaksi tetapi tidak dapat diminta menjadi saksi, bernadzar tapi tidak pernah ditunaikan dan akan tampak pada mereka ciri-ciri kegemukan,” (Lihat Ibnu Hajar dalam kitab al-Ishabah [I/12]).
Tidak syak lagi keadaan Nabi dan para sahabat beliau adalah keadaan yang paling sempurna dan paling utama.
- Hadits Sa’ad saya cantumkan dalam bab ini karena dicantumkan oleh para u lama dalam bab berlebih-lebihan dalam berbicara. Itulah yang terkesan dari konteks hadits tersebut.
Diriwayatkan dari Mujamma’, ia berkata, “Pada suatu ketika Umar bin Sa’ad punya keperluan dengan ayahnya. Sebelum mengutarakan keperluannya itu ia memulainya dengan pembicaraan panjang lebar seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang. Akan tetapi Sa’ad tidak mau mendengarkannya. Setelah selesai ia berkata, ‘Hai anakku, sudah selesaikan pembicaraanmu?’ ‘Sudah!’ jawabnya. Maka Sa’ad berkata, ‘Sebenarnya aku tidaklah pelit untuk memenuhi hajatmu dan aku tidaklah kikir untuk mengabulkannya sebelum aku mendengar perkataanmu tadi.”
Aku cantumkan hadits tersebut dalam bab ini karena beberapa alasan sebagai berikut:
- Zhahir hadits tidak mendukungnya.
- Yang menjadi patokan adalah kandungan umum lafadzhnya bukan sebab khususnya.
- Keterkaitan antara sifat rakus dalam hal makanan dengan berlebih-lebihan dalam bicara dijelaskan dalam hadits Fathimah bin al-Husein dan Urwah bin Ruwaim secara mursal, “Sesungguhnya seburuk-buruk umatku adalah yang disuapi dengan berbagai kemewahan, yaitu orang-orang yang menuntut beraneka ragam makanan, beraneka ragam model pakaian dan banyak omong.”
Dalam hadits Umamah yang marfu’ disebutkan, “Akan muncul beberapa orang dari umatku yang menyantap beraneka ragam makanan, beraneka ragam minuman, mengenakan beraneka model pakaian lagi banyak omongnya. Mereka adalah sejelek-jelek umatku.”
Sejauh yang kuketahui belum ada seorang pun yang mendahuluiku dalam hal ini. Jika benar, maka itu adalah karunia Allah dan rahmat-Nya, bergembiralah dengan karunia itu sesungguhnya ia lebih baik dari pada harta kekayaan yang engkau kumpulkan. Dan jika salah maka itu berasal dari diriku dan dari syaitan. Aku berlindung kepada Allah dari terhalang dari karunia dan berkah dan terhalang dari inayah dan taufiq.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/114-116.