Larangan Memberat-beratkan Diri dalam Menjamu Tamu

Diriwayatkan dari Syaqiq, ia berkata, “Aku dan temanku datang menemui Salman al-Farisi r.a. Beliau menghidangkan kepada kami roti dan garam. Ia berkata, ‘Kalau bukan karena Rasulullah saw. melarang kami memberat-beratkan diri niscaya aku akan menjamu kalian berdua lebih banyak lagi.’

Temanku itu berkata, ‘Alangkah nikmat kalau garam ini dicampur sayur!’ Maka Salmna pun pergi membawa bejananya ke penjual sayur lalu menggadaikannya untuk mengambil sayur. Lalu ia pun membawa sayur itu dan dibubuhinya dengan garam. Ketika kami makan temanku itu berseru, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kami qonaah menerima apa yang telah diizinkan kepada kami.’ Maka Salman pun menimpalinya, ‘Kalaulah kamu qona’ah menerima apa yang dirizkikan kepadamu tentunya bejanaku tidak akan tergadai di tangan penjual sayur’,” (Hasan, HR al-Hakim [IV/123]).

Kandungan Bab:

  1. Larangan memberat-beratkan diri dalam menjamu tamu dengan sesuatu yang tidak disanggupinya. Karena hal itu tidak akan terlepas dari dua hal, mendapat kesulitan atau riya’. Dan kedua-duanya buruk, wal iyadz billah
  2. Seorang tamu hendaklah menerima apa yang dihidangkan oleh tuan rumah, janganla ia menyusahkan tuan rumah. 
  3. Seorang tamu tidak boleh berlama-lama di rumah orang yang dikunjunginya sehingga memberatkannya. Dalilnya adalah hadits Abu Syuraih al-Ka’bi r.a, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan tetangganya. Barangsiapa berimana kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan tamunya, batas waktu jamuannya adalah satu hari satu malam. Kewajiban menjamu tamu adalah tiga hari. Adapun lebih dari itu adalah sedekah. Tidak halal baginya berlama-lama di rumah orang yang dikunjunginya sehingga menyusahkannya,” (HR Bukhari [6135] dan Muslim [III/1353]).

    Dalam riwayat Muslim berbunyi, “Tidak halal bagi seorang muslm bermukim di rumah saudaranya seagama sehingga membuatnya berdosa.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah bisa membuatnya berdosa?” Rasul menjawab, “Ia berlama-lama di rumahnya sehingga ia tidak memiliki apapun untuk dihidangkan.”

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/108-109.