Larangan Makan dengan Menggunakan Bejana Orang-Orang Musyrik

Diriwayatkan dari Abu Tsa’labah al-Khasyani r.a, ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah saw. dan kukatakan kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah saw, sesungguhnya kami berada di negeri ahli kitab, kami makan dengan menggunakan bejana mereka. Dan kami berada di wilayah berburu, aku berburu dengan panahku dan dengan anjingku yang tidak terlatih. Beritahulah aku apa-apa saja yang dihalalkan bagi kami?’

Rasulullah saw. bersabda, ‘Adapun yang engkau sebutkan bahwa kalian berada di negeri ahli kitab dan kalian makan dengan bejana mereka maka jika kalian dapat bejana lain janganlah makan dengan bejana mereka. Jika tidak kalian temukan bejana lain maka cucilah bejana mereka dan gunakanlah. Adapun yang engkau sebutkan bahwa kalian berada di wilayah berburu maka hewan yang terkena panahmu sebutlah nama Allah sebelum memanahnya kemudian makanlah. Adapun hewan yang diterkam oleh anjingmu yang terlatih maka sebutlah nama Allah ketika melepasnya kemudian makanlah. Adapun hewan yang diterkam oleh anjingmu yang tidak terlatih dan engkau sempat menyembelih hewan itu maka makanlah’,” (HR Bukhari [5478] dan Muslim [1930]).

Dalam riwayat lain, “Janganlah kalian memasak dengan periuk kaum musyrikin. Apabila kalian tidak menemukan selain itu maka cucilah dengan bersih, kemudian silahkan menggunakannya dan makanlah masakan yang engkau masak itu,” (HR Ibnu Majah [2831]).

Kandungan Bab:

  1. Hadits-hadits bab di atas menunjukkan najisnya bejana orang-orang musyrik dari kalangan ahli kitab, Majusi, para penyembah berhala dan lainnya. Karena mereka sering memasak benda-benda najis seperti babi dan lainnya. Bahkan diantara mereka ada yang sengaja mengusap-usapnya dan menjadikannya sebagai ajaran agama mereka. 
  2. Haram hukumnya menggunakan bejana orang musyrik untuk makan dan memasak apabila masih bisa menggunakan bejana lainnya. 
  3. Jika terpaksa menggunakannya maka cucilah dengan baik sampai bersih.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/111-113.