Pertama, menikah adalah sunnah dari para rasul. Bahkan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam sangat menganjurkan agar umatnya melaksanakan pernikahan. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ اَزْوَاجًا وَّذُرِّيَّةً
“Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad) dan Kami berikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (Surah Ar-Ra’du: 39)
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Tidak menginginkan keluarga dan keturunan bukanlah sesuatu yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, dan hal tersebut bukan merupakan ajaran agama para nabi. Allah Ta’ala berfirman, “Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad) dan Kami berikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” Memberikan infak dan menafkahi keluarga terkadang hukumnya wajib, terkadang hukumnya sunnah. Bagiamana bisa meninggalkan kewajiban atau sesuatu yang sunnah merupakan bagian dari agama?” (Majmu’ Fatawa, 10/643)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (Hadits riwayat Bukhari, no. 1905 dan Muslim, no. 1400)
Bahkan ada beberapa sahabat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam yang ingin untuk membujang, namun tidak diizinkan oleh Nabi Muhammad. Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqash ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam melarang Utsman bin Mazh’un untuk membujang. Andaikan membujang dibolehkan, sungguh kami akan melakukan kebiri” (HR. Bukhari no. 5073 dan Muslim no. 1402).
Maka barangsiapa yang meninggalkan pernikahan karena tidak ingin melaksanakan sunnah, maka ia berada dalam bahaya yang besar dan ancaman yang keras. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, “Suatu saat ada tiga orang datang mengunjungi keluarga Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Mereka bertanya mengenai ibadah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Ketika diperoleh jawaban, mereka menganggap kecil ibadah mereka sendiri dan berkata, “Bagaimana dengan kami, (Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sangat rajin ibadah), padahal sudah dimaafkan segala dosa-dosanya”. Salah satu dari mereka kemudian berjanji, “Saya akan selalu shalat sepanjang malam.” Yang lain berikrar, “Saya akan berpuasa sepanjang tahun.” Dan yang lain menimpali, “Saya akan menjauh dari perempuan, saya tidak akan menikah seumur hidup.” Mendadak Rasululllah Shallallahu alaihi wa sallam datang dan bersabda,
أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
“Kamu yang berkata ini dan itu, demi Allah saya orang yang paling takut terhadap Allah dan paling dekat di antara kalian kepada-Nya, tetapi saya berpuasa di hari tertentu dan tidak berpuasa di hari yang lain, saya shalat dan saya juga tidur, begitupun saya menikahi perempuan. Barangsiapa yang menjauh dari sunnahku, maka ia bukan bagian dariku.” (Hadits riwayat Bukhari, no. 5063 dan Muslim, no. 1401)
Kedua, adapun perkataan yang menyatakan bahwa imam empat madzhab tidak menikah adalah perkataan yang salah, mereka berempat rahimahullah telah menikah dan dikaruniai dengan keturunan. Adapun Imam Abu Hanifah telah memiliki anak bernama Hammad bin Abi Hanifah. (Tarikhul Islam, 3/990)
Sedangkan Imam Malik telah disebutkan oleh Qadhi Iyadh dalam kitab Tartibul Madarik, “Imam malik memiliki empat orang anak; Yahya, Muhammad, Hammad, dan Ummul Baha’.” (Tartibul Madarik, 1/116)
Sedangkan Imam Asy-Syafi’i, beliau sendiri yang menyebutkan tentang anak-anak beliau dalam kitabnya yaitu Al-Umm. Beliau berwasiat, “Seluruh harta peninggalan Muhammad bin Idris di Mesir, baik itu adalah tanah atau selainnya, maka Muhammad bin Idris memberikannya kepada anaknya di Makkah. Memberikan kepada Utsman, Zainab, dan Fatimah yang ketiganya adalah anak keturunan Muhammad bin Idris.” (Al-Umm, 4/130)
Dan Imam Ahmad menikah dua kali, yang pertama dengan Ummu Shalih. Saat Ummu Shalih meninggal, beliau menikah lagi dengan Ummu Abdillah. Bahkan diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdady dari Al-Marrudi, beliau berkata, “Aku mendengar Ahmad bin Hanbal berkata,
أقامت أم صالِح معي ثلاثين سنة، فما اختلفتُ أنا وهي فِي كلمة
“Ummu Shalih membersamaiku selama tiga puluh tahun, dan tidaklahaku berselisih dengannya walaupun dalam satu kata saja.” (Tarikh Baghdadi, 16/626)
Maka terjawablah syubhat bahwa empat imam madzhab tidak menikah. Sungguh menikah adalah syariat yang agung. Maka barangsiapa yang sudah mampu untuk menikah, bersegeralah!
Wallahu A’lam Bish Shawab
Diterjemahkan dan diringkas dari https://islamqa.info/ar/answers/263339 /هل-تزوج-الاىمة-الاربعة-وهل-ترك-الزواج-اولى