Pertama, pada dasarnya diperbolehkan untuk menerima hadiah dari orang kafir. Hal tersebut dilakukan agar melunakkan hati mereka dan membuat mereka cinta kepada Islam. Hal tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Imam Bukhari dalam kitabnya membuat satu pembahasan dengan judul “Bab Menerima Hadiah Dari Orang Kafir”. Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
هَاجَرَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام بِسَارَةَ فَدَخَلَ قَرْيَةً فِيهَا مَلِكٌ أَوْ جَبَّارٌ فَقَالَ أَعْطُوهَا آجَرَ
“Nabi Ibrahim hijrah bersama Sarah, lalu dia masuk ke sebuah perkampungan yang di dalamnya terdapat raja lalim, lalu sang raja berkata, ‘Berikan dia (Sarah) hadiah’.”
Nabi Muhammad juga pernah menerima hadiah berupa kambing yang beracun. Abu Humain berkata, “Nabi Muhammad pernah diberi hadiah oleh raja Ailah dengan baglah (anak dari perkawinan kuda dan keledai).
Kedua, diperbolehkan bagi kaum muslimin untuk memberikan hadiah kepada kepada orang kafir dan musyrik dalam rangka untuk melembutkan hati mereka dan agar mereka menaruh cinta kepada Islam. Apalagi jika mereka adalah tetangga dan orang dekat. Umar bin Khattab pernah memberikan hadiah kepada saudaranya yang masih berstatus musyrik di Mekkah. (Hadits Riwayat Bukhari 2619)
Akan tetapi, tidak diperbolehkan memberikan hadiah pada hari kebesaran mereka. Atau memberikan hadiah yang akan dimanfaatkan untuk merayakan hari besar mereka, seperti makanan, lilin dan semacamnya. Hal itu merupakan perkara yang sangat besar keharamannya, bahkan sebagian ulama menganggap perbuatan tersebut sebagai kekufuran.
Abu Hafs Al-Kabir rahimahullah berkata, “Walaupun seseorang beribadah kepada Allah selama lima puluh tahun, kemudian ketika datang hari Nairuz, lalu dia memberi hadiah berupa telor kepada sebagian kaum musyrik dengan tujuan untuk mengagungkan hari tersebut, maka sungguh dia telah kafir dan amalnya gugur.”
Dikatakan dalam Al-Iqna (kitab mazhab Hanbali), “Diharamkan menyaksikan hari raya orang Yahudi dan Nashrani serta berjualan kepada mereka pada hari tesebut atau memberi hadiah karena hari raya mereka.”
Diharamkan juga untuk memberikan hadiah kepada sesama muslim untuk merayakan hari raya mereka. Imam Ibnu Taimiyah berkata, “Barangsiapa yang memberikan hadiah kepada kaum muslimin pada hari raya Yahudi dan Nashrani, maka hadianya tidak diterima, khususnya jika hadiahnya digunakan untuk menyerupai mereka (orang kafir), seperti hadiah berupa lilin dan semacamnya dalam hari Natal, atau hadiah berupa telor, laban, kambing pada hari Kamis di akhir puasa mereka.” (Iqtidha Ash-Shiraatal Mustaqim, 1/227)
Adapun menerima hadiah dari orang kafir pada hari raya mereka tidak mengapa, dan tidak dianggap berpartisipasi atau mengakui perayaan tersebut. Hadiah tersebut boleh diambil dengan tujuan melunakkan hati mereka dan medakwahkan mereka kepada Islam. Allah telah memerintahkan perbuatan baik dan sikap adil kepada orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin.
Akan tetapi berbuat baik dan bersikap adil, tidak berarti mencintai dan berkasih sayang, karena mencintai dan berkasih sayang kepada orang kafir tidak dibolehkan, begitu pula hendaknya tidak menjadikannya sebagai kawan dekat, berdasarkan firman Allah Ta’ala,
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُّؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ يُوَاۤدُّوْنَ مَنْ حَاۤدَّ اللّٰهَ وَرَسُوْلَه وَلَوْ كَانُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ اَوْ اَبْنَاۤءَهُمْ اَوْ اِخْوَانَهُمْ اَوْ عَشِيْرَتَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ كَتَبَ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْاِيْمَانَ وَاَيَّدَهُمْ بِرُوْحٍ مِّنْهُ ۗوَيُدْخِلُهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُۗ اُولٰۤىِٕكَ حِزْبُ اللّٰهِ ۗ اَلَآ اِنَّ حِزْبَ اللّٰهِ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari Dia. Lalu dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.” (Al-Mujadalah: 22)
Dan dari Abi Barzah, bahwa di tengah masyarakatnya terdapat orang-orang Majusi, mereka suka memberi hadiah pada hari Nairuz dan hari festival mereka. Maka beliau berkata kepada keluarganya, ‘Jika berbentuk buah-buahan, maka makanlah, adapun selain itu, maka tolaklah.’
Ini semua menunjukkan bahwa hari raya tidak menyebabkan dilarangnya menerima hadiah dari mereka, akan tetapi hukumnya (menerima hadiah) sama, baik pada hari raya mereka atau tidak. Karena hal itu bukan termasuk membantu mereka atas syiar kekufuran mereka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah mengingatkan bahwa sembelihan Ahli Kitab pada hari raya mereka, meskipun halal, namun jika disembelih karena hari raya, maka tidak boleh dimakan. Beliau berkata, “Memakan makanan Ahli Kitab dibolehkan pada hari raya mereka, apakah dengan membelinya atau berasal dari pemberian atau semacamnya, asalkan bukan sembelihan yang disembelih karena hari raya mereka. Adapun sembelihan orang Majusi hukumnya telah diketahui yaitu haram secara mutlak.” (Iqtidha Ash-Shiraatal Mustaqim 1/251)
Kesimpulannya adalah, dibolehkan untuk menerima hadiah dari tetangga yang Nashrani pada hari raya mereka, dengan syarat;
- Hadiah tersebut bukan berupa sembelihan yang disembelih karena hari raya mereka.
- Hadiah tersebut tidak untuk perkara yang menyerupai mereka pada hari raya mereka, seperti lilin, telor, pelepah dan semacamnya.
- Hendaknya hal tersebut diiringi dengan penjelasan tentang aqidah Al-Wala’ wal Bara’ (cinta dan taat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang beriman serta memutuskan hubungan kepada orang kafir) kepada anak-anak anda, agar tidak tertanam dalam hati mereka cinta terhadap hari raya mereka atau hatinya terpaut dengan orang yang memberi.
- Tujuan menerima hadiah adalah untuk melunakkan hatinya dan mengajaknya masuk Islam, bukan sekedar basa basi, apalagi mencintai dan berkasih sayang kepadanya.
Wallahu A’lam Bish-Shawab
Diterjemahkan dan diringkas dari
https://islamqa.info/ar/answers/85108/قبول-هدية-الكافر-في-يوم-عيده