Larangan Berjabat Tangan dengan Wanita yang Bukan Mahram

Diriwayatkan dari Ma’qil bin Yasar r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Lebih baik kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya,” (Hasan, HR ath-Thabrani dalam al-Kabir (174).

Diriwayatkan dari Umaimah binti Ruqaiqah r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya aku tidak akan menjabat tangan wanita. Sesungguhnya ucapanku untuk seratus wanita sama seperti ucapanku untuk satu orang wanita (yakni dalam membaiat mereka),” (Shahih, HR Malik [II/982], at-Tirmidzi [1597], Ibnu Majah [2874] dan Ibnu Hibban [4553]).

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru r.a, bahwasanya Rasulullah saw. tidak pernah menjabat tangan wanita ketika mengambil baiat wanita (dari para wanita),” (Shahih lighairihi, HR Ahmad [II/213]) dan al-Humaidi [368]).

Diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah saw. tidak pernah menyentuh tangan wanita ketika membaiat. Beliau membaiat mereka hanya dengan ucapan, “Aku telah membaiatmu untuk ini dan ini,” (HR Bukhari [4891]).

Kandungan Bab:

  1. Haram hukumnya menyentuh wanita yang tidak halal bagi seorang laki-laki. Tidak diragukan lagi ancaman yang berat tersebut menunjukkan pengharamannya. 
  2. Haram hukumnya berjabat tangan dengan wanita (yang bukan mahram) karena termasuk menyentuh. Telah diriwayatkan secara shahih bahwa Rasulullah saw. tidak pernah menjabat tangan wanita dalam membaiat apalagi ketika bertemu. 
  3. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. menjabat tangan wanita dengan alas tangan. Namun riwayat-riwayat tersebut adalah riwayat mursal yang tidak bisa dijadikan hujjah, apalagi riwayat tersebut bertentangan dengan hadits yang shahih dan jelas dari perkataan dan perbuatan Rasulullah. 
  4. Jumhur kaum muslimin telah jatuh dalam kemungkinan ini, khususnya setelah mereka melihat sebagian orang yang memakai sorban melakukan hal tersebut. Dan muncul pula sebagian kelompok yang mengajak kepadanya dan mewajibkan kepada pengikutnya untuk melakukannya.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/58-59.