Diriwayatkan dari Abdullah bin Zam’ah r.a, dari Rasulullah saw. beliau bersabda, “Janganlah salah seorang dari kamu memukul isterinya seperti memukul budak kemudian ia menyetubuhinya di akhir siang (malam hari),” (HR Bukhari [5204] dan Muslim [2855]).
Diriwayatka dari ‘Amru bin al-Ahwash r.a, bahwa ia menyaksikan haji wada’ bersama Rasulullah saw., Rasul mengucapkan puja dan puji kepada Allah, memberi peringatan dan nasihat. Lalu Amru menyebutkan kisahnya bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Ingatlah, aku berpesan agar kalian berbuat baik terhadap kaum wanita karena mereka ibarat tawanan di tanganmu. Kalian tidak berhak menguasai apapun dari mereka selain itu. Kecuali mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Jika mereka melakukannya maka pisah ranjanglah kalian dengan mereka dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan (pukulan yang tidak kuat). Jika mereka patuh maka janganlah mencari-cari alasan untuk menyakiti mereka. Ketahuilah bahwa mereka mempunyai hak yang wajib dipenuhi oleh isteri kalian dan mereka juga punya hak yang wajib kalian penuhi. Adapun hak kalian yang wajib mereka penuhi adalah tidak membiarkan siapapun yang kamu benci masuk ke dalam rumahmu. Dan ketahuilah bahwa hak mereka yang wajib kalian tunaikan adalah berbuat baik kepada mereka dalam hal pemberian pakaian dan makanan mereka,” (Hasan ligharihi, HR at-Tirmidzi [1163] dan Ibnu Majah [1851]).
Diriwayatkan dari Muawiyyah bin Haidah r.a, ia berkata, aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah hak isteri yang wajib dipenuhi oleh suami?”
Rasulullah menjawab, “Memberinya makan apabila kalian makan, memberinya makan apabila engkau berpakaian, jangan memukul wajahnya, jangan mencaci makinya dan janganlah pisah ranjang dengannya kecuali di dalam rumah,” (Shahih, HR Abu Dawud [2142] dan Ibnu Majah [1850]).
Diriwayatkan dari Iyaas bin Abdullah bin Abi Dzubab r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian pukul kaum wanita!”
Lalu datanglah Umar r.a, menemui Rasulullah saw. dan berkata, “Kaum wanita sekarang sudah berani melawan suami mereka.”
Lalu Rasulullah saw. membolehkan para suami memukul isteri-isteri mereka. Keesokan harinya serombongan kaum wanita dalam jumlah besar mengelilingi rumah keluarga Rasulullah sembari mengadukan perbuatan suami mereka. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh para wanita dalam jumlah besar telah mengelilingi rumah keluarga Muhammad mengadukan suami mereka. Bukanlah suami mereka orang-orang yang terbaik dari kalian,” (Shahih, HR Abu Dawud [2146], Ibnu Majah [1985], Abdurrazaq [17945], ath-Thabrani [784] dan Ibnu Hibban [4189]).
Dalam hadits Jabir yang panjang disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Bertakwalah kamu kepada Allah dalam memperlakukan kaum wanita. Karena sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanat Allah dan kalian halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. Hak kalian yang wajib mereka penuhi adalah tidak membiarkan masuk ke rumahmu orang yang kamu benci dan jika mereka melakukannya (membiarkannya masuk) makak pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Dan hak mereka yang wajib kalian penuhi adalah memberi nafkah dan pakaian dengan cara yang ma’ruf,” (HR Muslim [1218]).
Kandungan Bab:
- Apabila melihat kedurhakaan seorang isteri maka suami harus memberikan pelajaran kepadanya dengan mengikuti ketentuan berikut ini:
- Memberikan nasihat dan peringatan, sugesti dan ultimatum.
- Pisah ranjang.
- Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan.
Allah berfirman, “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar,” (An-Nisa’: 34).
Al-Baghawi berkata dalam Syarh Sunnah (IX/185), “Jika seorang isteri durhaka maka suami harus menasehatinya. Jika tidak sadar maka pisah ranjang dengannya dan jangan meninggalkannya ke luar rumah. Jika ia masih durhaka maka pukullah dengan pukulan yang tidak menyakitkan dan hindarilah memukul wajah.”
- Pukulan merupakan wasilah bimbingan dan tarbiyah bagi isteri yang durhaka. Pada dasarnya hal itu dilarang namun dilarang dibolehkan dengan syarat-syarat berikut ini:
- Pukulan itu tidak menyakitkan.
- Jangan memukul wajah dan jangan mencederai.
- Setelah memberikan nasehat dan pisah ranjang.
- Tujuannya adalah membimbing bukan untuk menimpakan mudharat atau menganiaya.
- Hikmah dilarangnya pukulan yang menyakitkan hal yang disyaratkan oleh Rasulullah saw. dalam hadits yang pertama, yaitu janganlah ia kelewat batas memukul isterinya kemudian ia menyetubuhinya diwaktu lain. Karena bersetubuh atau berhubungan intin hanya dapat dilakukan dengan baik apabila dibarengi dengan kecondongan hati dan keinginan. Seorang yang dipukul tentu membenci orang yang telah memukulnya. Tidak syak lagi pukalan yang menyakitkan mustahil dilakukan oleh orang mukmin yang berakal. Karena seorang suami pasti menjaga keutuhan keluarganya. Maka semestinya ia membimbing mereka pelan-pelan, mendidik dan mentarbiyah mereka dengan hikmah dibarengi dengan nasihat yang baik.
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Baari (IX/304), “Maksudnya adalah memukulnya dalam rangka mendidik jika ia melihat sesuatu yang ia benci darinya terutama dalam perkara yang mana seorang isteri harus mentaati suami. Jika cukup dengan ancaman maka itu lebih baik. Apabila mungkin dilakukan dengan kata-kata untuk tujuan tersebut maka tidak perlu lagi dengan pukulan. Karena bisa menimbulkan kebencian yang jelas bertentangan dengan keharmoniasan rumah tangga yang diharapkan. Kecuali dalam perkara berkaitan dengan perbuatan maksiat.”
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/54-58.