Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir r.a, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian masuk menemui wanita yang bukan mahram!” Seorang laki-laki Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan ipar?” Rasulullah saw. bersabda, “Ipar adalah maut!” (HR Bukhari [5232] dan Muslim [2172]).
Diriwayatkan dari Abdullan bin Abbas r.a, Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya.” Lalu bangkitlah seorang laki-laki dan berkata, “Wahai Rasulullah, isteriku hendak berangkat menunaikan haji sedangkan aku telah mendaftarkan diri ikut peperangan ini dan ini!” Rasulullah berkata kepadanya, “Batalkanlah dan berhajilah bersama isterimu!” (HR Bukhari [3006] dan Muslim [1341]).
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah r.a, ia berakata, Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah seorang laki-laki bermalam di rumah seorang janda kecuali ia telah menikahinya atau ia adalah mahramnya,” (HR Muslim [2171]).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin al-Ash r.a, bahwa beberapa orang dari bani Hasyim datang menemui Asma’ binti Umeis r.a, lalu datanglah Abu Bakar Shidiq r.a, ketika itu Asma berstatus sebagai isterinya. Abu Bakar melihat mereka dan beliau tidak menyukahi hal itu. Kemudian beliau melaporkan hal itu kepada Rasulullah saw., beliau berkata,”Aku tidak melihatnya kecuali kebaikan.”
Rasulullah saw. berkata, “Sesungguhnya Allah telah menghindarkannya dari hal itu.” Kemudian Rasulullah saw. berkhutbah di atas mimbar, “Sesudah hari ini, janganlah seorang laki-laki menemui wanita yang sedang ditinggal suaminya kecuali ia bersama seorang laki-laki atau dua orang laki-laki,” (HR Muslim [2173]).
Diriwayatkan dari Jabir bin Samirah r.a, ia berkata, “Umar bin al-Khattab berkhutbah di hadapan kami di al-Jabiyah, ia berkata, ‘Rasulullah saw. berdiri di tempat aku berdiri di hadapan kamu pada hari ini dan beliau bersabda, “Berbuat baiklah kepada sahabat-sahabatku, kemudian kepada orang yang datang sesudah mereka, kemudian kepada orang yang datang sesudah mereka. Kemudian akan tersebar kebohongan sehingga seorang bersaksi sebelum ia diminta untuk bersumpah. Barangsiapa yang meninginkan tempat di bagian tengah surga hendaklah ia mengikuti jama’ah. Karena syaitan bersama orang yang sendirian, terhadap dua orang ia agak menjauh. Janganlah salah seorang diantara kamu berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita karena syaitan adalah yang ketiga. Barangsiapa yang kebaikannya membuatkan gembira dan keburukannya membuatnya sedih, maka dia adalah mukmin,” (Shahih, HR at-Tirmidzi [2165], Ibnu Majah [2363] dan Ibnu Hibban [4576]).
Kandungan Bab:
- Haram hukumnya masuk menemui wanita yang sedang ditinggal suaminya dan berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahram. Tidaklah seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahram melainkan syaitan adalah yang ketiga.
- Masuknya kerabat suami kecuali mahramnya seperti ayah dan anaknya diibaratkan sebagai maut dari sisi kejelekan dan kerusakan yang ditimbulkannya. Rasulullah saw. telah memperingatkan dengan keras dan menyamakannya dengan maut. Karena biasanya orang-orang menganggap remeh hal ini, baik pihak isteri maupun suami. Rasulullah memperingatkan bahwa hal itu haram dan sudah dimaklumi keharamannya.
- Mahram seorang wanita adalah yang diharamkan atas mereka menikahinya selama-lamanya.
- Khalwat (berdua-duaan) yang diharamkan yaitu ihtijab (berhijab/terlindung atau tersembunyi) sosok keduanya dari pandangan manusia atau keduanya menjauh dari orang ramai sehingga mereka tidak mendengar perkataan mereka berdua.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/45-48.