Rasulullah telah mengabarkan kepada kita bahwa kedudukan tertinggi dari seseorang dilihat dari tingkat kesabarannya. Barang siapa yang mengucapkan laa ilaha illa Allah pada saat terkena ujian, kemudian ia bermuhasabah, maka dia akan mendapat kedudukan tertinggi di hari kiamat. Dan sungguh hidup di dunia ini tidak akan pernah lepas dari musibah, ujian, dan bencana. Di dunia, sehat hanya menunggu untuk datangnya sakit, muda hanya menunggu untuk datangnya tua, dan keberadaan hanya akan menunggu datangnya ketiadaan. Sungguh Allah telah menuliskan takdir seluruh makhluk lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Amru bin Al-Ash, ia mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
كتب اللهُ تعالى مقاديرَ الخلائقِ قبلَ أنْ يخلُقَ السماواتِ والأرضَ بخمسينَ ألفَ سنةٍ وعرشُهُ على الماءِ
“Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (Hadits Riwayat Muslim 2653)
Kenapa kita harus resah dan gelisah, padahal Allah telah mengatur semua hal dan keadaan. Sungguh kesusahan di dunia, kehilangan orang yang kita cintai memang hal yang menyakitkan. Namun bagi orang yang selalu merenungi ayat-ayat Allah dan hadits yang mulia, dia akan mendapatkan di dalam musibah tersebut sesuatu yang akan menghiburnya, keridhoan dengan apa yang telah ditakdirkan untuknya, dan keinginan akan pahala yang Allah siapkan dari musibah yang menimpanya.
Kalaulah seseorang merenung dan mendapatkan bahwa musibah yang menimpa dirinya bukan musibah yang menimpa urusan agamanya, dan mendapatkan bahwa musibah tersebut tidak sebesar musibah yang lain, tentu sesuatu yang menunggunya adalah pahala yang begitu besar dan surga yang di janjikan oleh Allah ta’ala. Alla berfirman,
مَآ اَصَابَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ نَّبْرَاَهَا ۗاِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌۖ
“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.” (Al-Hadid: 22)
Allah ta’ala juga berfirman,
وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30)
Diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Abbas, ia berkata,
كُنْتُ خَلْفَ رَسُوْلَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلّم فَقَالَ: (يَا غُلاَمُ إِنّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: احْفَظِ اللهَ يَحفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَاَ سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَاَ اسْتَعَنتَ فَاسْتَعِن بِاللهِ، وَاعْلَم أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَت عَلَى أن يَنفَعُوكَ بِشيءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلا بِشيءٍ قَد كَتَبَهُ اللهُ لَك، ولَوِ اِجْتَمَعوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشيءٍ لَمْ يَضروك إلا بشيءٍ قَد كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفعَت الأَقْلامُ، وَجَفّتِ الصُّحُفُ) رَوَاهُ التِّرْمِذِيّ وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ. وَفِي رِوَايَةِ غَيْرِ التِّرْمِذِيّ: (اِحفظِ اللهَ تَجٍدْهُ أَمَامَكَ، تَعَرَّفْ إلى اللهِ في الرَّخاءِ يَعرِفْكَ في الشّدةِ، وَاعْلَم أن مَا أَخطأكَ لَمْ يَكُن لِيُصيبكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُن لِيُخطِئكَ، وَاعْلَمْ أنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الفَرَجَ مَعَ الكَربِ، وَأَنَّ مَعَ العُسرِ يُسراً.
Suatu hari aku pernah berboncengan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda, “Wahai anak kecil, sungguh aku akan mengajarimu beberapa kalimat: ‘Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu. Apabila kamu meminta sesuatu mintalah kepada Allah, apabila engkau memohon pertolongan maka mintalah kepada Allah. Ketahuilah, kalau seandainya umat manusia bersatu untuk memberikan kemanfaatan kepadamu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan mampu memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tentukan untukmu, dan kalau seandainya mereka bersatu untuk menimpakan bahaya kepadamu dengan sesuatu, niscaya tidak akan membahayakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan akan menimpamu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” (HR. at Tirmidzi, dan dia berkata hadits ini hasan shahih)
Dalam riwayat selain riwayat at Tirmidzi, dengan lafadz,“Jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu, ingatlah Allah dalam keadaan engkau lapang, niscaya Dia akan mengingatmu dalam keadaan engkau sulit. Dan ketahuilah, bahwa segala sesuatu yang Allah tetapkan luput darimu, niscaya tidak akan pernah menimpamu. Dan segala sesuatu yang telah ditetapkan menimpamu, maka tidak akan luput darimu. Ketahuilah, bahwa pertolongan itu bersama kesabaran dan kelapangan itu bersama kesulitan dan bersama kesukaran itu ada kemudahan.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi 2516)
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ
“Sesungguhnya besarnya pahala itu sesuai dengan besarnya cobaan. Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai sebuah kaum niscaya Allah akan memberikan cobaan kepada mereka. Maka barangsiapa yang ridha (dengan ketetapan Allah –pent), maka Allah akan ridha kepadanya. Dan barangsiapa yang tidak ridha, maka Allahpun tidak akan ridha kepadanya.” (Hadits riwayat At-Turmudzi, no. 2320 dan Ibnu Majah, no. 4021)
Diriwayatkan dari Shuhaib radhiyallahu ’anhu berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh urusannya itu baik, dan hal itu tidak dimiliki kecuali oleh seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan nikmat dia bersyukur dan itu baik baginya. Dan apabila dia mendapatkan musibah dia sabar dan itu baik baginya.” (Hadits riwayat Muslim no. 5318)
Berkata Umar Ibnu Khattab,
فإن الخير كله في الرضا، فإن استطعت أن ترضى وإلا فاصبر
“Sungguh kebaikan terletak pada keridhoan. Maka jika kamu bisa, maka ridholah (terhadap takdir Allah), jika tidak mampu maka bersabarlah.” (Al-Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq 2/329)
Berkata Ali Ibnu Abi Thalib,
الصَّبْرُ مِنَ الْإِيمَانِ، بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ ولا إيمان لمن لا صبر له
“Sabar adalah bagian dari iman, sebagaimana kepala merupakan bagian dari tubuh. Maka tidak sempurna keimanan bagi siapa saja yang tidak mampu bersabar.” (Syu’abul Iman 1/146)
Maka perhatikanlah wahai ayah dan ibu, suami dan istri. Sungguh kesusahan dan musibah adalah cara Allah untuk membedakan antara suami-istri yang shalih dan yang tidak. Dan Allah hendak menunjukkan bahwa mereka yang bersabar adalah mereka yang mendapatkan cinta-Nya. Derajat kesabaran adalah derajat yang tinggi yang tidak akan mampu diraih oleh seseorang kecuali ia mendapatkan taufik dari-Nya. Sungguh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam pernah melewati seorang perempuan yang menangisi anaknya yang telah dikubur, maka Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
اتقي الله واصبري
“Bertaqwakalah kepada Allah dan bersabarlah!” (Hadits riwayat Al-Bukhari no. 1203 dan Muslim no. 1535)
Maka seorang ayah dan ibu, suami dan istri harus menghubungkan antara sabar dan ridho, dengan cara menyerahkan seluruh urusan kepada Allah ta’ala. Lihatlah kepada hadits tatkala Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda kepada seorang perempuan yang anaknya telah meninggal dunia. Beliau bersabda,
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَ
“Sesungguhnya yang dinamakan sabar adalah menahan diri ketika di awal musibah.” (Hadits riwayat Bukhari no. 1283)
Sungguh yang dimaksud dengan sabar pada awal musibah adalah keridhoan. Keridhoan ini akan menjadikan sesuatu yang sedikit terasa banyak, sesuatu yang sukar akan terasa mudah, sehingga ketika semakin berat kesusahan yang menimpanya, ia akan tetap menghadapinya dengan hati yang penuh keridhoan. Imam Asy-Syafi’i berkata,
من استغضب فلم يغضب فهو حمار ومن استرضي فلم يرضى فهو شيطان
“Siapa yang dibuat marah tapi dia tidak marah, maka dia adalah keledai. Dan siapa yang diminta keridhoannya dan dia tidak mau ridho, maka dia adalah setan.” (Hilyatul Auliya 4/112)
Sungguh dengan keridhoan di saat ujian dan musibah, barulah seseorang dapat merasakan manisnya keimanan. Kita semua meminta kepada Allah agar diberikan hati yang penuh dengan rasa sabar, penuh dengan rasa ridho kepada takdir dan ketentuan-Nya.