Keluarga dan Ujian Kematian

Kematian dapat memisahkan antara orang-orang yang saling mencintai dan mengasihi. Ia dapat menjauhkan yang dekat, dan menghilangkan rasa nikmat, dan memutus persaudaraan yang erat. Ia dapat menjadikan anak-anak menyandang gelar yatim, ia juga mampu mencerai-beraikan jama’ah. Allah berfirman,

كُلُّ نَفۡسٍ ذَآٮِٕقَةُ الۡمَوۡتِ‌ وَنَبۡلُوۡكُمۡ بِالشَّرِّ وَالۡخَيۡرِ فِتۡنَةً‌ وَاِلَيۡنَا تُرۡجَعُوۡنَ

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (Al-Anbiya’: 35)

Kematian adalah salah satu musibah terbesar yang menimpa manusia. Allah ta’ala telah memberikan nama kepada kematian dengan sebutan musibah. Allah berfirman,

اِنْ اَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِى الْاَرْضِ فَاَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةُ الْمَوْتِۗ

“Jika kamu dalam perjalanan di bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian…” (Al-Ma’idah: 106)

Dinamakan musibah karena ia merubah dari suatu keadaan ke keadaan yang lain, memindahkan dari suatu kehidupan ke kehidupan yang lain. Sungguh dia adalah musibah dan bencana paling besar yang menimpa manusia. Dan sesuatu yang lebih besar lagi adalah ketika seseorang menemui kematian dalam keadaan lalai dan tanpa persiapan apapun. Itu adalah musibah terbesar bahkan lebih besar dari kematian itu sendiri.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata,

أَتَتْ امْرَأَةٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصَبِيٍّ لَهَا فَقَالَتْ يَا نَبِيَّ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ لَهُ فَلَقَدْ دَفَنْتُ ثَلَاثَةً قَالَ دَفَنْتِ ثَلَاثَةً قَالَتْ نَعَمْ قَالَ لَقَدْ احْتَظَرْتِ بِحِظَارٍ شَدِيدٍ مِنْ النَّارِ

“Seorang wanita datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa anaknya yang sedang sakit seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, do’akanlah kepada Allah kesembuhan untuknya, karena sungguh tiga anakku telah meninggal’. Beliau bertanya, ‘Benarkah sudah tiga anak?’ Wanita itu menjawab, ‘Ya.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sungguh engkau telah terhalang dengan tabir yang kuat dari api neraka.’ (Hadits riwayat Muslim no. 4770)

Sungguh orang yang telah diuji dengan musibah kematian dan mampu untuk bersabar, ia mendapatkan perlindungan dari api neraka.

Dari Mu’awiyah bin Qurrah dari Ayahnya ia berkata,

إِنَّ رَجُلًا كَانَ يَأْتِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهُ ابْنٌ لَهُ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتُحِبُّهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَحَبَّكَ اللَّهُ كَمَا أُحِبُّهُ فَفَقَدَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا فَعَلَ ابْنُ فُلَانٍ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَاتَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِيهِ أَمَا تُحِبُّ أَنْ لَا تَأْتِيَ بَابًا مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ إِلَّا وَجَدْتَهُ يَنْتَظِرُكَ فَقَالَ الرَّجُلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَهُ خَاصَّةً أَوْ لِكُلِّنَا قَالَ بَلْ لِكُلِّكُمْ.

Seseorang mendatangi Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam sambil membawa anaknya, lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya padanya, “Apakah engkau mencintainya?” Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, Allah mencintaimu, demikianlah juga aku mencintainya.” Lantas Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam lama tidak melihatnya lalu beliau bersabda, “Dimanakah anak si fulan?” Orang-orang menjawab; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ia telah meninggal.” Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam bersabda pada ayahnya, “Tidakkah engkau suka, bila engkau memasuki surga dari satu pintu diantara pintu-pintunya kecuali engkau mendapatkan anakmu sedang menungguimu?” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu khusus untuknya atau untuk semuanya?” Beliau menjawab, “Bahkan untuk semua dari kalian.”. (Hadits riwayat Ahmad no. 19472)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda bahwa Allah berfirman dalam hadits Qudsi,

ما لعبدي المؤمن عندي جزاء إذا قبضت صفيَّه من أهل الدنيا ثم احتسبه إلا الجنة

“Tidak ada balasan yang sesuai di sisi-Ku bagi hamba-Ku yang beriman, apabila Aku mencabut nyawa orang yang dicintainya di dunia, kemudian ia rela dan bersabar kecuali ia mendapatkan surga.” (Hadits riwayat Bukhari no. 5944)

Dan dari hal-hal yang akan meringankan beban dari musibah, menghilangkan kesedihan atasnya, menjadikan jiwa mampu untuk bersabar, menghadirkan keridhoan dalam hati, dan meringankan rasa sakit karenanya adalah dengan mengingat kembali wafatnya nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam. Sungguh ummat ini tidak diberikan musibah yang lebih besar dari kematian Nabi dan terputusnya wahyu. Jika seseorang dapat merasakan betapa beratnya kematian nabi bagi ummat, maka meninggalnya salah seorang yang kita cintai akan terasa lebih ringan. Karena tidak ada manusia yang lebih layak untuk menjadi yang paling kita cintai melebihi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan Sabith al-Jumahi radhiyallahu ‘anhu mereka berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 إذا أُصيبَ أحدكم بمصيبةٍ فليذكُرْ مصيبَتَهُ بي فإنَّها أعظمُ المصائبِ

“Apabila salah seorang di antara kalian ditimpa musibah, maka hendaknya ia mengingat musibah yang ia alami dengan (wafatnya) diriku. Karena sesungguhnya wafatku adalah musibah yang paling besar.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad, ad-Darimi dan lainnya. Hadits ini shahih dengan dukungan/penguat hadits-hadits yang lainnya sebagaimana disebutkan dalam ash-Shahihah no.1106)

Maka dengan meninggalnya orang yang dicintai, seseroang akan tetap mendapatkan balasan dan ganti dari Allah ta’ala. Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu ’anha istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَت: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ (إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ) اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَجَرَهُ اللَّهُ فِي مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا

“Tidak ada seorang hamba pun yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un. Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa (segala sesuatu adalah milik allah dan akan kembali pada-nya. Ya allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik) melainkan Allah akan memberinya pahala dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” (Hadits Riwayat Muslim no. 1526)

Dan sungguh musibah yang Allah berikan adalah cara agar seorang hamba lebih mendekat lagi kepada Allah, lebih panjang lagi dalam bersujud, dan lebih khusyu’ dalam mengadukan masalahnya. Allah berfirman,

قَالَ اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ وَاَعْلَمُ مِنَ اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

“Dia (Yakub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Yusuf: 86)

Semoga Allah membalas kesabaran atas musibah yang menimpa kaum muslimin dengan pahala yang besar di sisi-Nya. Dan semoga Allah mengampuni dan merahmati orang-orang yang telah meninggal dari kaum muslimin dan secara khusus keluarga kita. Dan semoga Allah menjadikan rumah kita sebagai ladang ketaatan kepada-Nya dan ladang untuk beramal shalih.