Hukum Bersandar Kepada Hisab Dalam Penentuan Bulan Ramadhan

Pertanyaan: “Disebagian negara dalam penentuan bulan Ramadhan mereka bersandar kepada ru’yah hilal. Namun sebagian yang lain bersandar kepada hisab. Apakah kita boleh bersandar kepada hisab atau harus menunggu kabar dari orang yang melakukan ru’yah hilal?”

Jawaban: Yang wajib adalah dalam penentuan waktu haji dan puasa bulan Ramadhan adalah dengan ru’yah atau melihat hilal, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallama

صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غم عليكم فأكملوا العدة

“Berpusalah karena kalian melihat hilal, dan berbukalah (hari lebaran) karena melihat hilal. Jika hilal tertutupi (awan) maka genapkanlah hitungan bulan tersebut (tiga puluh hari).”

Dan sabdanya,

لا تصوموا حتى تروا الهلال ولا تفطروا حتى تروا الهلال، فإن غم عليكمم فأكملوا العدة

“Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal (ramadan) dan janganlah kamu berhenti berpuasa sehingga kamu melihat hilal syawal, jika jika hilal tertutup bagimu maka genapkanlah (hitungan bulan  tersebut 30 hari)

Nabi Muhammad juga bersabda

إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا

“Sesungguhnya kami adalah umat ummiyah. Kami tidak mengenal kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula mengenal hisab (hitung menghitung). Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).” (Hadits riwayat Bukhari no. 1913 dan Muslim no. 1080)

Adapun hisab, maka tidak boleh bersandar murni kepadanya, dan tidak boleh percaya penuh dengannya. Telah disebutkan oleh Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyah bahwa para ulama telah bersepakat bahwa penentuan hilal tidak disandarkan kepada hisab. Penentuan hanya disandarkan kepada ru’yah melihat hilal secara langsung atau dengan menggenapkan bilangan menjadi 30 hari. Apabila pada malam Senin yaitu malam ke-30 pada bulan Sya’ban hilal tidak terlihat, maka wajib untuk menggenapkan bulan sya’ban menjadi 30 hari. Sehingga puasa dimulai pada hari Selasa. Walaupun seandainya orang yang melakukan hisab berkata, “Hitungan penetapan puasa tepat pada hari Senin.” Atau mereka berkata, “Hitungan penetapan puasa tepat pada hari Rabu.” Maka perkataan mereka tidak dianggap dan tidak bisa dijadikan sebagai sandaran. Karena yang diperintahkan ketika hilal tidak terlihat adalah menggenapkan hitungan bulan Sya’ban menjadi 30 hari, sebagaimana yang Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda,

صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته، فإن غبي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين يوما.

“Berpuasalah kamu ketika telah melihat hilal Ramadan dan berhentilah kamu berpuasa ketika telah melihat hilal bulan Syawal, jika hilal tertutup bagimu maka genapkanlah bulan syakban menjadi 30 hari.”

Maksudnya dari penjelasan di atas adalah tidak mempercayai dan menyandarkan hanya kepada hisab. Dan hanya percara kepada ru’yah saja. Karena seperti itulah yang dikabarkan oleh Nabi Muhammad dan seperti itu pula yang dilaksanakan oleh para salafus shalih dari kalangan sahabat nabi dan para tabi’in. dan seperti itulah ijma’ kaum muslimin sebagaimana yang dikabarkan oleh Imam Ibnu Taimiyah.

Sedangkan yang menyelisihi ru’yah dan lebih cenderung kepada hilal, maka jangan kita ikuti. Walaupun seandainya mereka adalah orang yang memiliki kedudukan dan seorang alim sekalipun, janganlah kita berpaling dari ru’yah kepada hisab mereka. Karena mereka telah menyelisihi sunnah, Allah berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa: 59)

Dan Allah juga berfirman,

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيْهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُه اِلَى اللّٰهِ ۗذٰلِكُمُ اللّٰهُ رَبِّيْ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُۖ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ

“Dan apa pun yang kamu perselisihkan padanya tentang sesuatu, keputusannya (terserah) kepada Allah. (Yang memiliki sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya aku kembali.” (Asy-Syura: 10)

Masalah ini, jika dikembalikan dan disandarkan kepada Al-Qur’an, maka Allah berfirman,

وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاحْذَرُوْا ۚفَاِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَا عَلٰى رَسُوْلِنَا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ

“Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul serta berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat) dengan jelas.” (Al-Maedah: 92)

Dan Allah berfirman,

وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Al-Hasyr: 7)

Dan Allah berfirman,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ اَمْرِه اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (An-Nur: 63)

Sedangkan perintah Rasulullah sudah sangat jelas, yaitu

لا تصوموا حتى تروا الهلال ولا تفطروا حتى تروا الهلال، فإن غم عليكمم فأكملوا العدة

“Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal (ramadan) dan janganlah kamu berhenti berpuasa sehingga kamu melihat hilal syawal, jika jika hilal tertutup bagimu maka genapkanlah (hitungan bulan  tersebut 30 hari)

Sehingga tidak boleh berpaling dari perintah ini dan mempercayai orang yang menyelisihinya.

Sumber: Diterjemahkan dan diringkas dari Fatawa Nur Ala Darb atau lihat link

https://binbaz.org.sa/fatwas/6489/ حكم-الاعتماد-على-الحساب-الفلكي-في-دخول-الشهر-وخروجه