Para ulama telah bersepakat bahwa dimkaruhkan bagi imam untuk tetap berada ditempat ia shalat dengan menghadap kiblat seusai shalat. Akan tetap layaknya bagi imam untuk berputar dan menghadap ke jamaah. Berkata Al-Kasany,
إن كانت صلاة لا تصلى بعدها سنة ، كالفجر والعصر : فإن شاء الإمام قام ، وإن شاء قعد في مكانه يشتغل بالدعاء ; لأنه لا تطوع بعد هاتين الصلاتين ، فلا بأس بالقعود ، إلا أنه يكره المكث على هيئته مستقبل القبلة ، لما روي عن عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا فرغ من الصلاة لا يمكث في مكانه إلا مقدار أن يقول : ( اللهم أنت السلام ومنك السلام تباركت يا ذا الجلال والإكرام ) ;
“Jika Shalat yang dilaksanakan adalah shalat yang tidak terdapat shalat sunnah setelahnya, seperti shalat fajr dan shalat ashar, maka tidak mengapa jika imam berkehendak untuk berdiri. Dan juga tidak mengapa jika imam berkehendak untuk tetap diam ditempatnya dan dan disibukkan dengan do’a. Karena di dalam dua shalat tersebut tidak terdapat shalat sunnah setelahnya, sehingga tidak mengapa bagi imam untuk tetap duduk ditempatnya. Hanya saja dimakruhkan bagi imam jika ia tetap menghadap kearah kiblat. Sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Aiysah bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasanya setelah mengucapkan salam, tidak duduk kecuali seukuran membaca, “Allahumma antas-salaam wa minkas-salaam tabaarakta dzal-jalaali wal-ikraam.” (Bada’iu Ash-Shanai’ 1/159)
Berkata Imam An-Nafrawy Al-Maliky, “Dari keutamaan shalat adalah apabila imam telah salam dari shalat wajib, maka hendaknya ia tidak berdiam diri di tempat shalatnya. Baik shalat tersebut terdapat shalat sunnah setelahnya maupun yang tidak terdapat shalat sunnah. Hendaknya ia berpindah. Apakah berpindah secara menyeluru atau jika tidak hanya sebatas berpindah pandangan. Maksud dari berpindah secara menyeluruh adalah keluar dari mihrab, sedangkan berpindah pandangan adalah ia menggeser pandangannya ke kanan atau kiri.
“Yang rajih adalah cukup dengan memalingkan pandangan dari kiblat kea rah kanan atau kiri. Berkata Imam Ats-Tsa’alaby, ‘Ini adalah sunnah, sedangkan untuk alasannya para ulama berdeda pendapat. Sebagian dari ulama mengatakan bahwa mihrab dan menghadap kiblat hanya diperuntukkan untuk shalat, apabila shalat telah diselesaikan, maka ia harus berpaling dari tempat tersebut. Dan dikatakan bahwa alasannya adalah jika imam berdiam diri di mihrab setelah shalat, dikhawatirkan akan menyerupai orang yang masih melaksanakan shalat.
“Berkata Imam Al-Buhuti Al-Hanbali,
يستحب للإمام أن لا يطيل الجلوس بعد السلام مستقبل القبلة ؛ لقول عائشة رضي الله عنها إن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا سلم لم يقعد إلا مقدار ما يقول : اللهم أنت السلام ، ومنك السلام ، تباركت يا ذا الجلال والإكرام . رواه مسلم
“Disunnahkan bagi imam untuk tidak memperlama duduk menghadap kiblat setelah shalat. Hal ini karena ‘Aisyah pernah berkata bahwa Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasalam biasanya setelah mengucapkan salam, tidak duduk kecuali seukuran membaca, “Allahumma antas-salaam wa minkas-salaam tabaarakta dzal-jalaali wal-ikraam.” (Kasyaful Qana’ 1/364)
Namun para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan memperlama duduk setelah shalat untuk berdzikir dan berdoa. Sebagian dari para ulama menyunnahkan untuk memperlama duduk dalam rangka berdzikir dan berdoa secara mutlak bagi orang yang shalat sendirian atau bagi ma’mum. Sedangkan bagi imam, disunnahkan jika ia telah berbalik badan dan tidak lagi menghadap kiblat. Ini adalah pendapat jumhur dari Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah.
Berkata Imam An-Nawawy,
اتفق الشافعي والأصحاب وغيرهم رحمهم الله على أنه يستحب ذكر الله تعالى بعد السلام ، ويستحب ذلك للإمام ، والمأموم ، والمنفرد ، والرجل ، والمرأة ، والمسافر ، وغيره ، ويستحب أن يدعو أيضا بعد السلام بالاتفاق ، وجاءت في هذه المواضع أحاديث كثيرة صحيحة في الذكر والدعاء ، قد جمعتها في كتاب الأذكار
“Imam Asy-Syafi’i dan para sahabatnya juga selainnya telah bersepakat bahwa disunnahkan untuk berdzikir setelah shalat. Hal tersebut disunnahkan bagi imam, makmum, orang yang shalat sendirian, laki-laki maupun perempuan, dan juga seorang musafir dan selainnya. Dan disunnahkan pula untuk berdo’a setelah. Terdapat banyak sekali hadits-hadits shahih dalam masalah dzikir dan do’a. Dan hadits-hadits tersebut telah dikumpulkan dalam kitab Al-Adzkar.” (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhaddab 3/465)
Adapun ulama yang lain mereka beranggapan jika shalat yang dilaksanakan adalah shalat wajib yang diikuti dengan shalat sunnah rawatib, maka disunnahkan untuk mempersingkat duduk setelah selesai shalat. Dan bersegera untuk pindah ke rumahnya sendiri dalam rangka melaksanakan shalat sunnah. Hendaknya ia tidak duduk di tempat imam kecuali hanya sebentar saja. Ini adalah pendapat dari kalangan Hanafiyah, mereka berpendapat bahwa dimakruhkan untuk mengakhirkan shalat sunnah rawatib, dan hendaknya antara dua shalat tersebut tidak dijeda oleh suatu apapun bahkan dengan dzikir. Namun jika antara shalat wajib dan shalat sunnah rawatib dijeda dengan perjalanan menuju rumah, justru itu adalah yang paling utama. Mereka berdalil hadits dari ‘Aisyah bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasanya setelah mengucapkan salam, tidak duduk kecuali seukuran membaca, “Allahumma antas-salaam wa minkas-salaam tabaarakta dzal-jalaali wal-ikraam.” (Hadits riwayat Muslim no. 592)
Dari dua pendapat ini, pendapat yang rajih adalah pendapat jumhur yang menyelisihi pendapat Hanafiyah. Yaitu memperlama duduk setelah shalat dalam rangka berdzikir dan berdo’a bagi makmum atau orang yang shalat sendirian. Dan bagi imam, disunnahkan untuk memperlama duduk setelah shalat dengan syarat ia telah merubah posisinya, baik ke kiri atau ke kanan.
Wallahu A’lam bish-Shawab.
Sumber: Diterjemahkan dan diringkas dari
https://islamqa.info/ar/answers/164929/الخلاف-في-حكم-اطالة-الجلوس-للذكر-والدعاء-عقب-صلاة-الفريضة