Makna Istighfar
Istighfar adalah meminta ampunan dari Allah ta’ala dengan lafadz apapun, baik berupa do’a atau berupa permintaan. Imam Ibnu Bathal berkata dalam Syarah Shahih Al-Bukhari,
الاستغفار في لسان العرب هو طلب المغفرة من الله تعالى، وسؤاله غفران الذنوب السالفة والاعتراف بها، وكل دعاء كان في هذا المعنى فهو استغفار
“Istighfar menurut lisan orang Arab adalah meminta ampunan dari Allah ta’ala, dan meminta ampunan dari dosa yang telah dilakukan dan pengakuan kepada-Nya terhadap dosa tersebut. Semua do’a yang mengandung makna ini dapat disebut sebagai istighfar.” (Syarah Shahih Al-Bukhari 10/76)
Istighfar merupakan ibadah agung yang diperintahkan oleh Allah ta’ala di dalam kitab-Nya, dan Allah pun memuji orang yang melaziminya. Allah ta’ala berfirman,
وَاسْتَغْفِرُوا اللّٰهَ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Al-Muzammil: 20)
وَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَاَنْتَ فِيْهِمْۚ وَمَا كَانَ اللّٰهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ
“Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan.” (Al-Anfal: 33)
Lafazd Istighfar Yang Paling Utama
Lafadz istighfar yang seharusnya dihafalkan oleh seorang hamba dan ia juga harus melaziminya adalah lafadz istighfar yang seringkali disebut sebagai sayyidul istighfar. Nama yang diberikan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam sebagaimana dalam riwayat Syadad bin Aus, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam bersabda,
سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ: اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ) قَالَ: (وَمَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ
“Sayidul Istighfar adalah seorang hamba berdo’a: ‘Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Rabb-ku, Tiada Ilah kecuali Engkau, Engkau telah menciptakanku, sedang aku adalah hamba-Mu, aku akan berusaha memenuhi janji-janjiku kepada-Mu sekuat tenagaku, aku berlindung kepada-Mu dari apa perbuatan jelekku, aku mengakui akan nikmat-Mu yang Engkau berikan kepadaku dan aku mengakui juga atas dosa yang pernah aku perbuat, maka ampunilah diriku, sesungguhnya tiada yang mampu mengampuni dosa kecuali Engkau ya Allah.’ Barang siapa yang mengucapkan doa ini ( yaitu doa sayidul istihgfar ) pada siang hari dengan menyakini isinya, kemudian mati pada hari itu, sebelum datang waktu sore, niscaya dia termasuk ahli syurga. Dan barang siapa yang membacanya pada malam hari dengan menyakini isinya, kemudian dia mati sebelum datangnya pagi, niscaya dia termasuk ahli syurga” (Hadits riwayat Bukhari no: 6306)
Macam-macam Istighfar
Para ulama membagi istighfar menjadi dua, yaitu istighfar dalam bentuk ibadah tersendiri yang tidak ada kaitannya dengan taubat. Dan istighfar yang berhubungan dengan taubatnya seorang hamba dari perbuatan dosa dan maksiat. Sebagian dari mereka beranggapan bahwa taubat adalah ibadah tersendiri yang tidak berhubungan dengan taubat, dan ia digolongkan menjadi do’a dan dzikir. Seorang hamba akan mendapatkan pahala jika melaksanakannya, dan terkadang Allah menerima istighfar seorang hamba dan mengampuni dosanya, terutama jika orang yang beristighfar menghadirkan hati dan kekhusyu’an. Berkata Imam Ibnu Taimiyah,
وَأَمَّا الِاعْتِرَافُ بِالذَّنْبِ عَلَى وَجْهِ الْخُضُوعِ لِلَّهِ، مِنْ غَيْرِ إقْلَاعٍ عَنْهُ: فَهَذَا فِي نَفْسِ الِاسْتِغْفَارِ الْمُجَرَّدِ الَّذِي لَا تَوْبَةَ مَعَهُ ، وَهُوَ كَاَلَّذِي يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ يَغْفِرَ لَهُ الذَّنْبَ مَعَ كَوْنِهِ لَمْ يَتُبْ مِنْهُ … وَلَا يُقْطَعُ بِالْمَغْفِرَةِ لَهُ، فَإِنَّهُ دَاعٍ دَعْوَةً مُجَرَّدَةً.
“Adapun pengakuan terhadap dosa-dosa dalam rangka tunduk kepada Allah tanpa berhenti dari dosa, maka ini yang disebut sebagai istighfar murni tanpa adanya unsur taubat. Yaitu seperti minta kepada Allah ta’ala untuk mengampuninya dari dosa bersamaan dengan kondisinya yang tidak berhenti melakukan dosa tersebut. Dan dirinya tidak diputus dari ampunan, karena dia hanya orang yang sedang berdo’a.” (Majmu’ Fatawa 10/318)
Imam Ibnu Taimiyah juga berkata,
بَلْ الِاسْتِغْفَارُ بِدُونِ التَّوْبَةِ مُمْكِنٌ وَاقِعٌ، وَبَسْطُ هَذَا لَهُ مَوْضِعٌ آخَرُ؛ فَإِنَّ هَذَا الِاسْتِغْفَارَ، إذَا كَانَ مَعَ التَّوْبَةِ مِمَّا يُحْكَمُ بِهِ: عَامٌّ فِي كُلِّ تَائِبٍ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مَعَ التَّوْبَةِ، فَيَكُونُ فِي حَقِّ بَعْضِ الْمُسْتَغْفِرِينَ الَّذِينَ قَدْ يَحْصُلُ لَهُمْ عِنْدَ الِاسْتِغْفَارِ مِنْ الْخَشْيَةِ وَالْإِنَابَةِ مَا يَمْحُو الذُّنُوبَ
“Bahkan istighfar tanpa adanya taubat bisa saja terjadi. Pembasan ini ada dalam masalah yang lain. Karena sesungguhnya istighfar jika bersamaan dengan taubat, maka dia bersifat umum bagi seluruh orang yang bertaubat. Namun jika istighfar tanpa dibarengi dengan taubat, maka itu adalah hak bagi orang yang beristighfar yang terkadang menghasilkan dari istighfar tersebut rasa takut dan ingin kembali kepada Allah yang dengan ini dapat dosa dapat terhapus.” (Majmu’ Fatawa 7/488)
Berkata Imam Al-Qary dalam Mirqatul Mafatih,
وَقَالَ السُّبْكِيُّ الِاسْتِغْفَارُ طَلَبُ الْمَغْفِرَةِ: بِاللِّسَانِ، أَوْ بِالْقَلْبِ، أَوْ بِهِمَا .الْأَوَّلُ: فِيهِ نَفْعٌ؛ لِأَنَّهُ خَيْرٌ مِنَ السُّكُوتِ، وَلِأَنَّهُ يَعْتَادُ فِعْلَ الْخَيْرِ. وَالثَّانِي: نَافِعٌ جِدًّا. وَالثَّالِثُ: أَبْلَغُ مِنْهُ لَكِنَّهُمَا لَا يُمَحِّصَانِ الذَّنْبَ حَتَّى تُوجَدَ التَّوْبَةُ، فَإِنَّ الْعَاصِيَ الْمُصِرَّ: يَطْلُبُ الْمَغْفِرَةَ، وَلَا يَسْتَلْزِمُ ذَلِكَ وُجُودَ التَّوْبَةِ مِنْهُ
“Berkata Imam As-Subky, ‘Istighfar adalah meminta ampunan dengan lisan atau dengan hati atau dengan keduanya. Adapun dengan lisan itu bermanfaat, karena itu lebih baik daripada diam. Adapun dengan hati saja maka itu sangat bermanfaat. Adapun dengan keduanya, maka itu lebih bermanfaat baginya. Akan tetapi dua yang pertama tidak membersihkan dosa sampai adanya taubat. Karena orang yang berbuat maksiat, kemudian ia meminta ampunan, maka hal tersebut tidak selalu menunjukkan bahwa ia bertaubat.” (Mirqatul Mafatih 4/1618)
Sumber: Diringkas dan diterjemahkan dari:
https://islamqa.info/ar/answers/ 366413/انواع-الاستغفار-وشروطه