Hukum Membaca Hadits Dalam Keadaan Wudhu

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa seseorang berkewajiban untuk mensucikan diri dari hadas kecil dan besar ketika hendak memegang Al-Qur’an. Dan disunnahkan untuk bersuci ketika membacanya tanpa menyentuhnya, baik berupa hafalan maupun membuka Al-Qur’an dengan menggunakan perantara. Namun apakah disunnahkan juga untuk bersuci ketika membaca hadits Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam?

Dahulu para salaf secara umum, dan para ahlul hadits secara khusus, mereka mengagungkan dan memuliakan hadits Nabi Shalallahu alaihi wa sallam. Dan salah satu bentuk pengagungan mereka adalah senantiasa meriwayatkan atau membacanya dalam keadaan suci dan bersih. Bahkan sebagian dari mereka memakruhkan membaca hadits dalam keadaan tidak berwudhu. Jika mereka tidak mendapati air untuk mensucikan diri ketika hendak membaca hadits, mereka bertayammum sebagai bentuk penghormatan kepada hadits Nabi Shalallahu alaihi wa sallam.

Telah diriwayatkan dari Abdur Razaq, dari Qatadah bahwa ia berkata,

لَقَدْ كَانَ يُسْتَحَبُّ أَنْ لَا يُقْرَأَ الْأَحَادِيثُ الَّتِي عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا عَلَى وُضُوءٍ

“Sungguh telah disunnahkan hendaknya tidak membaca hadits Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam kecuali dalam keadaan telah berwudhu.” (Al-Mushannaf li Abdur Razaq no. 1344)

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abdil Barri, dari Dzarar bin Murrah, ia berkata,

كانوا يكرهون أن يحدثوا وهم على غير وضوء

“Dahulu para salaf mereka memakruhkan meriwayatkan hadits sedangkan mereka dalam keadaan tidak berwudhu.” (Jami’u Bayani Al-Ilmi Wa Fadlihi, Ibnu Abdil Barri no. 1256)

Sedangkan apa yang dinukil dari Imam Malik, maka riwayat itu adalah benar dan shahih. Hal itu adalah bentuk pengagungan Imam Malik kepada hadits Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam. Telah diriwayatkan oleh Al-Jauhary dalam Al-Muwattha’ dan Al-Khatib Al-Baghdady dalam Al-Jami’ Li Akhlaqi Rawy wa Adabi As-Sami’ dari Abu Mush’ab Az-Zuhry ia berkata,

كان مالك بن أنس لا يحدث بحديث النبي صلى الله عليه وسلم إلا على وضوء ، إجلالاً لحديث رسول الله صلى الله عليه وسلم

“Adapun Imam Malik bin Anas ia tidak pernah meriwayatkan hadits Nabi Muhammad kecuali dalam keadaan telah berwudhu. Hal tersebut adalah bentuk pengagungan terhadap hadits Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam.” (Al-Muwattha’ 51 dan Al-Jami’ Li Akhlaqi Rawy wa Adabi As-Sami’ 983)

Juga diriwayatkan oleh Muhammad bin Nasr Al-Maruzy dari Abu Salamah Al-Khaza’i bahwa ia berkata,

 كان مالك بن أنس إذا أراد أن يخرج ليحدث : توضأ وضوءه للصلاة ، ولبس أحسن ثيابه ، ولبس قلنسوة ، ومشط لحيته ، فقيل له في ذلك ؟ فقال : أوقر به حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم

“Adapun Imam Malik bin Anas apabila ia hendak keluar untuk mengajarkan hadits, maka ia akan berwudhu sebagaimana wudhu untuk melaksanakan shalat, memakai pakaian terbaiknya, memakai peci, menyisir jenggotnya. Maka ia ditanya perihal apa yang dilakukannya. Dia menjawab, “Dengan hal-hal ini aku menghormati hadits nabi Muhammad Shllallahu alaihi wa sallam.” (Ta’dzimu Qadri As-Shalah, Muhammad bin Nasr Al-Maruzy no. 731)

Sungguh telah di-nash-kan oleh Imam An-Nawawi dan selainnya bahwa hendaknya seorang muhaddits dianjurkan dalam keadaan suci ketika membaca hadits Nabi Shllallahu alaihi wa sallam. Beliau berkata,

ويستحب له إذا أراد حضور مجلس التحديث أن يتطهر ويتطيب ويسرح لحيته ويجلس متمكناً بوقار

“Disunnahkan bagi siapa saja yang hendak hadir dalam majlis hadits untuk mensucikan diri, memakai wewangian, merapikan jenggot, dan duduk dengan penuh penghormatan.” (At-Taqrib lil Imam An-Nawawi hal. 59)

Hal serupa juga disampaikan oleh Imam Al-Khatib Al-Baghdady. Beliau mengutarakan,

كراهة من كره التحديث في الأحوال التي ذكرناها من المشي ، والقيام ، والاضطجاع ، وعلى غير طهارة ، إنما هي على سبيل التوقير للحديث والتعظيم والتنزيه له ، ولو حدث محدث في هذه الأحوال لم يكن مأثوما ، ولا فعل أمرا محظورا ، وأجل الكتب كتاب الله ، وقراءته في هذه الأحوال جائزة

“Dari perkara-perkara yang dimakruhkan ketika membaca hadits adalah membacanya dalam keadaan berjalan, berdiri, berbaring, dan dalam keadaan yang tidak suci. Hal tersebut tidak dilakukan untuk menghormati, mengagungkan, dan mensucikan hadits. Namun apabila seorang yang membaca hadits berada dalam keadaan seperti yang diatas, maka dia tidak berdosa. Dia tidak termasuk melakukan perbuatan yang terlarang…” (Al-Jami’ Li Akhlaqi Rawy wa Adabi As-Sami’ 3/127)

Maka dari pendapat para ulama tersebut, ketika seseorang hendak berdzikir dan membaca hadits disunnahkan untuk membacanya dalam keadaan suci, berpenampilan yang baik dan rapi sebagai bentuk penghormatan kepada hadits Nabi Shalallahu alaihi wa sallam. Namun apabila seseorang tidak melaksanakannya, maka tidak mengapa dan dia tidak dianggap melaksanakn satu buah dosa karena tidak ada nash yang jelas melarang perkara tersebut.

Wallahu A’lam Bis-Shawab

Diringkas dan diterjemahkan dari:

https://islamqa.info/ar/answers/358494/هل-يستحب-الوضوء-عند-قراءة-الحديث-الشريف-وهل-صح-ذلك-عن-الامام-مالك#taathym-otofyr-lslf-lhdyth-rsol-llh-sl-llh-aalyh-oslm